Rela meninggalkan orang yang dicintai demi keluarga. Dan yang lebih menyakitkannya lagi, mendapatkan suami yang penuh dengan kebencian. Itulah yang dirasakan Allesia. Allesia harus meninggalkan kekasihnya, ia dipaksa menikah dengan tunangan kakaknya, namanya Alfano. Alfano adalah pria yang sangat kejam. Kejamnya Alfano bukan tanpa alasan. Ia memiliki alasan kenapa ia bisa sejahat itu.
Apa yang membuat Alfano kejam dan kehidupan seperti apa yang akan Allesia jalani? Mari simak ceritanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asni J Kasim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 10
Vania menghubungi putranya namun tidak dijawab. Berulang kali Vania menelepon namun lagi-lagi tidak direspon. Vania memasukkan ponselnya ke dalam tas, berniat masuk ke dalam kamar.
Kring... kring... ponsel Vania berdering, ia melihat nama Alfano di sana.
"Halo, dengan siapa ini?" tanya seorang wanita dari seberang telepon. Yang tak lain adalah Venika.
"Vania, orang tua Alfano" balas Vania dengan datar. Ia tahu suara itu adalah Venika, wanita simpanan Alfano.
"T-tante" ucap Venika dengan gugup.
Vania memutuskan panggilan telepon. "Aku tidak suka dengan wanita yang mau jadi simpanan. Aku lebih baik mati dibandingkan tubuhku disentuh oleh lelaki yang bukan suamiku" gumam Vania dengan dingin.
Di dalam kamar, Allesia tengah duduk di sofa yang berada di balkon kamar. Menatap ponsel yang sudah lama tidak diaktifkan. "Aku kira ponsel ini sudah hilang, ternyata ibu mengambilnya dan membawanya ke sini" gumam Allesia, ia menekan tombol On.
"400 pesan dari Ansel.." Allesia membulatkan matanya. "Apa dia sudah gila. Untuk apa mengirimkam pesan sebanyak ini" gumam Allesia. Allesia membuka satu persatu pesan masuk dari Ansel, senyum terus terukir di wajahnya. Namun, senyum itu perlahan menghilang saat Allesia mengingat dirinya yang sudah kotor.
"Cieee... yang lagi malam pertama. Hehehehe, aku harap kamu bahagia mantan kekasihku ter love love"
"Allesia, bagaimana keadaanmu sekarang? Kenapa ponselmu tidak aktif. Kamu baik-baik saja kan? Beritahu aku jika suami kamu kasar"
"Allesia, sudah 2 hari kita menjadi mantan. Apa kamu ingin tahu, sangat sulit untuk melupakanmu. Aku berharap, di acara wisuda nanti kamu datang dan kita akan duduk bercerita selayaknya sahabat. Ya, kita akan meresmikan persahabatan kita"
"Wanita bunga Kampus.. kenapa ponselmu belum aktif juga? Apa kamu ingin menjauh dariku atau apa? Kamu sudah mematahkan hatiku, lantas kenapa kamu menjauh dariku sedangkan aku menerima keputusanmu dengan baik"
"Sahabatku, kamu di mana? Hari ini kita wisuda. Kenapa kamu tidak datang?"
"Ansel, aku mencintaimu dan sangat merindukanmu" gumam Allesia, ia menangis memeluk lututnya di balkon. Masih banyak pesan yang belum ia baca.
"Tuhan, salahka aku jika menginginkan kebahagiaan? Aku juga ingin bahagia, tersenyum dan tertawa bersama orang-orang yang ku sayangi. Tidak! Bukan orang-orang, melainkan aku ingin bahagia bersama Ansel. Hanya Ansel temanku dan hanya Ansel yang menghargaiku. Aku ingin bahagia bersamanya" gumam Allesia sembari menyeka air matanya.
Allesia berniat untuk kembali bersama Ansel, namun niat itu seakan menghilang saat ia mengingat bagaimana dirinya. "Aku bukan wanita baik-baik. Tubuhku sudah kotor, pria itu memang suamiku tapi aku merasa aku menyerahkan diriku pada orang lain" batinnya. Ia mengangkat wajahnya dengan mata yang tertutup, menghirup udara sejuk di malam hari. Malam yang sebentar lagi akan memudar menjadi terang.
----------
Keesokan harinya
Sinar cahaya pagi begitu menyilaukan, Allesia membuka matanya. "Jadi aku tidur di balkon" gumamnya.
"Allesia... kamu di mana?" teriak Vania saat tak mendapati Allesia di tempat tidur.
Allesia berjalan begitu pelan. "Bah..." ia mengagetkan Ibu mertuanya dari belakang.
"Hampir Ibu pingsan" ujar Vania bercanda gurau.
"Ibu, ini masih sangat pagi. Ibu mau ke mana?" tanya Allesia saat melihat ibu mertuanya berdandan cantik, tak luput dari lipstik merah dibibir.
"Apa kamu lupa, hari ini kan ibu harus kembali ke Italia" balas Vania. Allesia tiba-tiba diam, ia menunduk menatap lantai.
"Allesia, kamu jangan cemas. Ibu sudah mengatur semua kebutuhan kamu. Pukul 15:00 nanti, akan ada supir yang datang menjemput kalian. Kamu dan 2 ART akan tinggal di Mansion yang ibu belikan untuk kamu" jelas Vania.
"Ibu tidak tahu sampai kapan ibu akan berada di dunia ini. Satu pesan ibu untuk kamu, jika ibu tidak kembali lagi maka hiduplah dengan bahagia" ujar Vania.
"Ibu.. kenapa ibu berkata seperti itu" tangis Allesia lalu memeluk mertuanya. Vania membalas pelukan menantunya.
"Allesia. Ibu tahu kamu berpacaran dengan Ansel. Kalian berdua saling mengorbankan perasaan demi kebahagiaan salah satu dari kalian. Nyatanya, kebahagiaan itu tidak ada. Kembalilah bersamanya. Ibu setuju jika kamu bersama Ansel, dia pria baik-baik. Ibu sudah mencaritahu latar belakangnya. Dan ibu setuju jika kamu bersamanya. Lelaki yang benar-benar mencintai wanitanya, dia tidak akan memandang fisik. Apa yang kamu takutkan tidaklah benar, Ansel akan menerimamu apa adanya" ujar Vania.
"Ibu harus ke Bandara sekarang, jaga dirimu baik-baik. Ingat! Ibu setuju jika kamu kembali dengan Ansel" kata Vania sebelum ke luar dari kamar menantunya.
Allesia dan Vania turun ke lantai dasar, 5 ART meneteskan air mata. Majikan mereka yang selalu memuliakan wanita akan kembali ke Italia dan tidak tahu kapan akan kembali ke New York.
"Jaga diri kalian baik-baik. Aku titip menantuku pada kalian, jaga dia seperti anak kalian" ujar Vania pada ke 5 ARTnya.
"Nyonya..." seorang ART parubaya menangis menghampiri Vania. "Boleh aku memeluk Nyonya?" tanyanya. Vania mengangguk lalu memeluk ARTnya.
Vania meninggalkan Mansion A. Meninggalkan menantunya yang kini meneteskan air mata. Allesia berlari masuk ke dalam kamar saat mobil mertuanya tak bisa ditangkap oleh pandangannya.
"Ibu, aku akan mencoba untuk menghubungi Ansel" gumam Allesia lalu menghubungi Ansel.
"Kenapa nomornya tidak aktif?" batin Allesia. Ia membuka aplikasi pesan lalu mengirimkan pesan untuk Ansel.
"Ansel, kamu di mana? Aku di New York sekarang. Hubungi aku jika kamu sudah membaca pesanku"
Setelah mengirim pesan, Allesia masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Menyalakan sower, membiarkan air mengalir membasahi tubuhnya. "Kamula wanita panutanku, Ibu" batinnya.
Hampir dua puluh menit Allesia berada di kamar mandi, ia keluar dengan handuk selutut. Belum sempat ia mengenakan baju, terdengar dering panggilan masuk. Allesia berjalan mengambil ponselnya. Menatap nama dilayar ponsel. Nama seseorang yang ia rindukan. "Ansel," gumam Allesia, ia tersenyum bahagia saat nama Ansel terlihat dipanggilan masuk.
"Halo Ansel" sapa Allesia dengan girang, seketika senyumnya menghilang. Suara diseberang telepon bukanlah suarah Ansel. Melainkan suara ibunya Ansel.
-------------
Di tempat lain, tepatnya di dalam pesawat, Vania meneteskan air mata. "Kenapa anakku memperlakukan istrinya seperti Mario memperlakukan aku" batin Vania.
"Kamilah istri yang tak dianggap. Istri yang hanya dijadikan bahan siksaan dan pemuas nafsu semata" batinnya.
Jangan lupa bintang 5, like tiap episode, vote kalau bisa. Bantu author mempromosikan karya author agar author punya banyak waktu mengetik. Jangan lupa tinggalkan jejak dan share novel ini sebanyak-banyaknya agar teman-teman yang lain pada tahu. 😁
Salam manis dari Author : Story By Asni J Kasim