Setelah bangun dari kematian, dan menyaksikan keluarganya di bunuh satu persatu untuk yang terakhir kalinya, kini Naninna hidup kembali dan bereankarnasi menjadi dirinya lagi. Memperhatikan dirinya sendiri di depan cermin. memastikan bahwa apa yang telah di alaminya saat ini hanyalah ilusi, namun ia merasakan sakit saat jari lentiknya mencubit pelan wajah mulusnya. Seketika ia tersadar bahwa hal ini bukanlah ilusi, melainkan kenyataan yang harus ia terima. Tidak mengerti mengapa Tuhan masih baik dan mau memberinya satu kesempatan, Ninna menyadari bahwa ia tidak akan menyia-nyiakannya lagi.
Sembari memantapkan diri dan tekad, Naninna berusaha untuk bangkit kembali dan memulainya dari awal. Dimana musuh bebuyutannya terus saja berulah hingga membuat seluruh keluarganya terbunuh di masa lalu.
Naninna... tidak akan pernah melupakannya.
Kekejaman yang telah mereka lakukan pada keluarga dan orang-orang terdekatnya, ia akan membalasnya satu-persatu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DeeSecret, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hati Lain Yang Tersakiti
Semuanya... sia-sia.
Hampir saja semuanya sia-sia jika mereka sedikit saja terpancing dan menjadi umpan bagi Naninna kala itu. Perseteruan yang mengakibatkan percekcokan antar mulut hampir tidak terkendali jika saja dirinya tidak berfikir jernih. Selain terbawa arus, Naninna bahkan berhasil membuatnya kehilangan akal dan kata-kata. Untung saja Amalia berfikir jernih dan mulai memanfaatkan sesuatu agar permasalahannya tidak menjadi runyam. Melihat perdebatan antara Naninna dan Matthew mustahil jika pria itu akan menang.
Apalagi menyadari perubahan sedikit demi sedikit pada wanita itu, Amalia yakin bahwa rencananya akan gagal total kalau saja pria itu kelepasan hingga kehilangan kesempatan untuk yang kesekian kalinya. Butuh beberapa lama dan waktu untuk mencapai titik ini. Amalia fikir jika wanita sombong dan angkuh seperti Naninna memang harus di beri pelajaran yang setimpal. Tidak puas dengan kematian orang tuanya, wanita itu bahkan merebut calon tunangannya.
Matthew Anderson.
Pria itu adah tunangannya Amalia. Karena Naninna melihat Matthew dan langsung jatuh cinta pada pria itu. Beberapa kali membuntuti pria itu kemanapun Matthew pergi.
Namun Matthew tidak menunjukkan perlawanan. Karena dirinya tahu, jika melawan Naninna tidaklah mudah.
Maka dari itu Matthew diam saja dan membiarkannya.
Namun saat mengetahui kematian dari kedua orang tua calon tunangannya, Matthew marah dan berencana balas dendam. Naninna ini, mempunyai sifat yang amat keras. Wanita itu akan marah jika keinginannya tidak terkabulkan. Maka dari itu untuk membalas kematian orang tua calon tunangannya, Matthew berencana untuk membalas dendam dan mulai mendekati Naninna.
Jelas Naninna senang.
Berfikir bahwa usahanya membuahkan hasil, Naninna merasa bahagia pada titik itu.
Setelah sekian lama tinggal bersama Naninna usai pernikahan, Naninna memang tidaklah seburuk yang ia kira. Namun semuanya berubah semenjak dirinya membawa masuk Amalia kedalam rumah itu. Guna memudahkan aksesnya untuk membalas dendam.
Sedikit demi sedikit kejadian mulai terjadi. Matthew semakin jelek saat mendengar bahwa Naninna memperlakukan Amalia dengan begitu buruk. Dan hal menyakitkannya lagi istrinya itu tidak mau mengaku atas apa yang dia perbuat.
Jelas naninna marah dan tidak ingin mengakuinya.
Karena dirinya tidak merasa melakukan hal itu.
"Sayang... Hampir saja, kita kelepasan dan hilang kendali."
Matthew memejamkan matanya sejenak saat merasakan sentuhan lembut nan hangat di wajahnya. Sapuan halus pada jari lentik sang kekasih ia rasakan sebaik mungkin.
"Hm, hampir saja diriku hilang kendali dan menghancurkan semuanya." Matthew meraih jemari itu, mengecupnya pelan sesaat, dan membuka kedua matanya. Sosok wajah cantik terlihat di depannya. "Kau tidak perlu berfikir aneh-aneh, tenanglah amalia, aku akan membalaskan dendam Paman dan Bibi untukmu."
"Tapi... Mengapa aku merasa kalau semua yang kita lakukan akan sia-sia, Matt? Hatiku merasa tidak nyaman sekarang. Melihat perubahan yang dialami wanita itu, bohong jika diriku tidak takut."
"Tenangkan dirimu, Lia. Tidak ada yang perlu kau khawatirkan selama ada aku disisimu. Kau percaya padaku bukan? Serahkan semuanya padaku."
Keadaan di sekitar memang tampak sepi. Karena saat ini mereka berdua sedang berada di tempat persembunyian jauh dari tempat tinggal keluarga Giovanno. Karena Matthew merasa akan tiba saatnya dirinya membutuhkan tempat untuk melakukan semua rencananya. Di samping itu ada dua pria yang tengah minum sembari tersenyum remeh. Menghina setiap perkataan yang di lontarkan untuk wanita dari kekasih temannya.
"Kau begitu antusias untuk balas dendam karena kematian orang tuamu. Apakah kau tidak berfikir bahwa dirimu mampu melakukannya?" Pria dengan rambut cepak berwarna putih perak itu lantas mengutarakan pendapatnya. "Di samping itu, hanya dengan hartamu yang tidak seberapa, kau mampu menyewa berapa preman untuk membalaskan dendammu?"
"Kau terlalu meremehkanku kan, Akash?"
Pria dengan darah campuran Jerman- Amerika, menyunggingkan senyum jenaka. Wanita yang selalu membanggakan pekerjaan kekasihnya itu, selalu bermulut besar dan mengagungkannya dimana-mana. Sampai banyak orang yang mendengar berita itu hingga Amalia di juluki sebagai si sombong yang miskin dengan berbagai cibiran hinaan. Apa karena Amalia yang tidak tahu sama sekali atau berpura-pura tuli, wanita berambut cokelat muda itu, tidak pernah terpengaruh sedikit pun dengan kicauan burung yang tidak seberapa.
"Hei, Akash! Kenapa kau meremehkannya? Tidak kah kau lihat bahwa sekarang dia bahkan berani menumpang di rumah istri sah dari kekasihnya itu. Apa Matt benar-benar mempunyai hati sebersih kapas? Atau istrinya itu yang benar-benar baik bak malaikat?"
Naevis, teman salah satu dari Akash pun ikut merundungnya. Tawa mereka pecah di tengah-tengah keheningan. Amalia yang merasa diremehkan menggeram kesal. Itulah mengapa disaat Matthew memaksanya untuk ikut, Amalia selalu menolak karena temannya tidak pernah berkata baik padanya.
"Ckckck... Berhentilah Naevis, kau sudah membuatnya marah. Lihatlah wajah tuanya itu? Bukankah sebentar lagi itu akan terlihat seperti penyihir?"
brak!!!
Suara gebrakkan meja menghentikan tawa dua pria itu. Akash berdehem dan menyenggol Naevis untuk tidak melanjutkannya.
"Jika kalian masih ingin bekerja sama denganku dan menikmati kekayaan nanti, bersikaplah sopan pada kekasihku."
Amalia tersenyum sombong.
Mata lebarnya menyiratkan kebanggaan karena Matthew lagi-lagi membelanya. Lagipula para cecurut itu, memangnya mereka punya apa? Selain tubuh kekar berotot, sisanya hanya tikus got yang mondar-mandir sana-sini untuk mencuri makanan.
"Kalian hanyalah tikus got yang sedang mencuri makanan ke mereka yang bahkan melihat kalian saja tidak sudi. Mengapa kalian tidak tahu diri menghinaku atas apa yang kulakukan selama ini?"
"Kau-"
"Berhentilah." Naevis mencegahnya. Dirinya juga sadar diri. Kalau bukan karena tawaran yang menggiurkan itu, mana mungkin kan mereka mau menuruti mereka yang tidak ada bedanya dengan anjing yang menggonggong? "Selanjutnya, apa yang akan kau lakukan? Kau ingin kami melakukan apa?"
Matthew mengetukkan beberapa jarinya penuh fikir. Atensinya melayang jauh tatkala mengingat wajah sang istri.
Matthew menelengkan kepalanya.
Mengapa diriku malah memikirkan, Naninna??
Matthew merapatkan kedua matanya sejenak. Menetralisir setiap degupan jantungnya yang kian berdebar. Sejak perubahan sikap yang dialami Naninna, Matthew merasa ada sebuah ketertarikan pada dirinya. Seolah matanya hanya fokus untuk Naninna saja. Namun Matthew berusaha menampiknya.
"Pertama-tama, kita hancurkan terlebih dahulu pawangnya."
Amalia berfikir sesaat. Mencoba memahami perkataannya kekasihnya.
Memangnya siapa pawang bagai Naninna? Apakah wanita itu memilikinya? Selain pelayan yang bernama Chloe itu adalah sahabat masa kecilnya, siapa lagi yang benar-benar berusaha melindungi wanita itu? Jika yang dimaksud oleh Matthew adalah Raken,
Hm... mustahil kekasihnya itu bisa mengalahkan pria si Tuan Muda itu kan?
Sedetik, ekspresi Amalia berubah buruk. Namun dirinya juga harus berfikir positif, tidak ada yang tidak mungkin.
Matthew yang masih diam, langsung teringat pria yang akhir-akhir ini mengganggu fikirannya. Kedua matanya sakit saat melihat sang istri berjalan berdua dengan pria itu.
"Pria yang bernama Raken itu... bisa kalian menyelidikinya untukku?"