Devano Hanoraga, pria dingin yang super rich, perfeksionis, berkuasa, dingin, tegas dan tak takut mati yang menjadi pengusaha hebat dan tak kenal ampun selalu menjadi incaran para wanita yang selalu ingin hidup mewah tanpa ingin bekerja keras.
Ia tak sengaja menolong gadis cantik yang bekerja di Bar milik sahabatnya sebagai pelayan untuk membiayai kuliahnya saat dirinya dijual untuk melunasi hutang judi Kakak tirinya.
Yesica Anastasya, gadis cantik yang terpaksa bekerja di Bar untuk membiayai kuliahnya dan juga untuk membiayai Ibu tirinya yang pemalas dan Kakak tirinya yang senang berjudi.
"Jadilah wanitaku maka aku akan melunasi hutang Kakakmu." Devano.
"Aku bersedia menjadi wanitamu asal kau izinkaan aku melanjutkan studyku." Yesica.
"Deal."
Bagaimana kisah mereka selanjutnya?
Apakah Devano akan jatuh hati hingga sejatuh-jatuhnya pada sugar Baby yang ia tolong dan selamatkan dari Ibu dan Kakak tirinya?
Follow:
Fb: Isti
Ig: istikomah50651
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Isti Shaburu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 04
“Bagi duit,” seorang pria mengacungkan tangan pada Yesica untuk meminta uang, dia adalah Feri yang tak lain adalah Kakak tiri dari Yasica.
“Aku tak ada uang, belum gajian,” sahut Yesica tanpa menoleh pada sang Kakak tiri, ia masih sibuk dengan masakannya yang hampir matang.
“Kapan gajian?” kini giliran sang Ibu tiri yang sedang duduk menonton televisi bertanya.
“Seminggu lagi aku gajian, kalian tunggulah sampai aku gajian baru meminta uang. Gajiku bulan ini dipotong karena bulan lalu kalian meminta uang sebelum aku gajian,” sahutnya memberitahu.
“Beri Ibu separuh dari gajimu esok, sisanya kamu bisa berikan pada Feri,” ucap Frida, sang Ibu tiri.
“Aku butuh uang untuk membuat skripsi, esok kalian kuberi separuh dari gajiku saja, kalian bagilah berdua, toh untuk makan dan kebutuhan sehari-hari pun aku yang menanggungnya, kalian menerima uang hanya untuk bersenang-senang saja,” sahut Yesica menolak untuk menuruti perkataan Ibu tirinya itu.
Prang...
Sebuah gelas dilempar oleh Frida ke arah Yesica yang sedang menyiapkan makanan untuk mereka sarapan. Gelas tersebut mengenai pelipis Yesica dan seketika langsung bengkak membiru, Yesica hanya bisa meringis kesakitan dan tak ingin memperkeruh keadaan lagi. Setelah semua makanan tersaji, ia langsung pergi menuju kamarnya untuk bersiap pergi.
Setiap weekend ia akan bekerja di toko buku sampai sore hari, pukul lima ia akan mulai bekerja di Bar milik Lucas. Yesica tak ikut makan bersama dengan Kakak dan Ibu tirinya, ia sudah mewadahi makanannya untuk dibawanya.
“Aku pergi kerja dulu,” pamit Yesica berjalan tanpa menoleh Ibu dan Kakak tirinya yang sedang menikmati makanannya.
“Pulang bawakan aku makanan enak,” ucap Feri membuat Yesica menghentikan langkahnya sejenak.
“Aku belum punya uang, kau belilah sendiri jangan semua serba aku yang beli, aku pun punya kebutuhanku sendiri," sahut Yesica tanpa menunggu lama langsung pergi meninggalkan rumah tersebut, jika ia tak segera pergi dipastikan akan ada drama yang membuatnya muak.
“Dasar perempuan tak tahu diri, sudah dibesarkan malah ngelunjak terus kerjaannya,” dengus Frida yang kesal dengan sikap Yesica yang selalu melawannya.
Yesica mendengar ucapan dari Ibu tirinya itu, ia hanya bisa tersenyum pahit dan mengusap dadanya yang terasa sangat terenyuh. Ia berjalan menyusuri jalan menuju toko buku tempatnya bekerja setiap hari libur. Beruntung toko buku tersebut milik keluarga sahabat dekatnya yang sangat baik padanya, jadi ia bisa bekerja hanya saat hari libur kuliahnya saja.
“Astaga Yes! Pelipis kamu kenapa? Kok bisa bengkak seperti ini sih? Ini pasti kerjaan Ibu dan Kakak tirimu yang pemalas itu kan?” saat baru tiba Yesica diberondong banyak pertanyaan oleh gadis cantik Putri pemilik toko buku tempatnya bekerja yang tak lain sahabatnya sendiri bernama Luna.
“Aku gak apa-apa kok,” sahut Yesica mengusap pelipisnya yang ternyata memang sudah bengkak.
‘Pantas saja rasanya menjadi sedikit lebih nyeri, ternyata sudah bengkak,’ batin Yesica.
“Kamu pasti bohong sama aku deh, Yes. Ia kan kamu bohong,” ucap Luna yang tahu betul sahabatnya itu.
“Beneran aku gak apa-apa, sudah ah aku lapar ingin sarapan dulu, tadi belum sempat sarapan soalnya.” Yesica mengalihkan pembicaraan agar sahabatnya itu tak lagi membahas tentang ibu dan kakak tirinya yang teramat ia benci itu, kalau saja bukan berat dengan rumah peninggalan orang tuanya yang ditempati saat ini, Yesica sudah memilih untuk pergi meninggalkan mereka.
“Kamu kebiasaan banget deh suka nunda makan, kalau sakit bagaimana,” gerutu sahabatnya yang sangat perhatian padanya itu.
Yesica hanya memiliki dua sahabat yang kuliah bersama dengannya, Vivi yang tak lain sahabatnya yang mengajaknya untuk kerja di bar milik Lucas dan Luna anak pemilik toko buku. Mereka seperti tak terpisahkan karena saat di kampus ketiganya akan terus bersama, mereka bahkan mengambil jurusan yang sama karena ketiganya adalah teman dari SMP. Di antara mereka bertiga, Lunalah yang kehidupannya tercukupi dan tak perlu bekerja untuk membayar kuliah.
“Kamu tau sendiri kan kalau makan di rumah aku pasti harus menunggu mereka selesai makan dan pastilah ujung-ujungnya dapat makanan sisa, kalau dibekal begini kan aku bisa makan makanan yang baru matang,” ucap Yesica yang sudah memakan makanannya. “Kamu mau? Ini enak tau, aku yang masak,” sambungnya menawarkannya pada sahabatnya itu.
“Iya juga sih,” sahutnya mengiyakan ucapan sahabatnya itu. “Gak ah aku sudah makan tadi di rumah, kamu makan saja dulu yang tenang tak perlu terburu-buru, lagi pula masih pagi juga belum banyak pengunjung,” sambungnya melanjutkan bermain benda pipih ditangannya.
Menjelang siang ramai pengunjung, Yesica mulai sibuk melayani para customer yang sedang mencari buku kesukaan mereka. Hingga menjelang sore Yesica baru bisa duduk karena sudah sedikit sepi, saat sedang menikmati istirahatnya seorang pria tampan mendekatinya dengan senyum merekah di wajahnya membawa sesuatu ditangannya.
“Hai, Yes. Baru istirahat yah, nih aku bawakan makanan buat kamu, tadi sewaktu mau kesini aku telepon Luna dulu, kata dia kamu belum makan jadinya aku sekalian mampir ke resto buat bawakan kamu makanan, nih kamu makan dulu.” Pria itu memberikan paper bag berisi makanan ditangannya untuk Yesica.
“Kak Riyan tak perlu repot-repot, nanti sebelum pergi ke bar aku bakalan mampir ke rumah makan kok,” sahut Yesica merasa tak enak karena pria bernama Riyan tersebut membawakan makanan mahal dari resto milik orang tuanya.
Riyan adalah senior di kampus tempat Yesica kuliah, tapi ia sudah lulus dan sekarang bekerja sebagai kepala koki di resto milik keluarganya, ia sangat menyukai Yesica dari pertama melihatnya saat Yesica baru saja berkuliah di kampus tempatnya belajar. Tak memungkiri, Yesica pun sebenarnya juga suka pada pria tampan yang menjadi rebutan para gadis di kampusnya, tapi ia sadar diri kalau dirinya tak sebanding dengan pria itu. Yesica selalu menghindarinya dan juga mencoba dengan sekuat tenaga membunuh perasaannya itu, sebab ia sadar kalau ia tak mungkin bisa bersama dengan pria idamannya meski mereka saling mencintai.
“Kamu itu bicara apa sih, Yes. Kaya sama siapa aja deh, sudah nih makan dulu, nanti aku antar berangkat kerjanya.” Riyan memaksa Yesica untuk mengambil makanan yang dibawanya.
Yesica tak bisa menolak lagi, akhirnya ia mengambil paper bag berisi makanan itu dan memakannya dengan canggung.
“Terima kasih yah, Kak,” ucapnya dengan canggung, Riyan hanya tersenyum.
Seperti yang sudah dikatakan oleh Riyan, Yesica berangkat ke bar dengan diantar olehnya. Yesica hanya menurut saja karena menolak pun percuma pastinya Riyan tak akan menerimanya dan akan bersikeras untuk tetap mengantarnya seperti yang sudah-sudah.
“Lun, aku pergi yah,” pamit Yesica pada sahabatnya itu.
“Ya, kamu hati-hati yah. Kak Riyan, aku titip sahabatku yang cantik ini yah, tolong antar sampai tempat tujuan dengan selamat, ingat jangan macam-macam loh, kalau sampai besok di kampus aku lihat kurang sedikit Kak Riyan bakalan aku laporkan polisi,” sahut Luna beralih pada Riyan dengan gaya memberi peringatan.
“Tenang saja, tak akan kurang sedikit pun.”
Keduanya pun pergi setelah berpamitan pada Luna.
3 sahabat yang sudah menemukan kebahagiaan nya.