NovelToon NovelToon
HAJ Kesempurnaan Kehampaan

HAJ Kesempurnaan Kehampaan

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Identitas Tersembunyi / Dunia Lain / Kutukan
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: Mult Azham

kehampaan dan kesempurnaan, ada seorang siswa SMP yang hidup dengan perlahan menuju masa depan yang tidak diketahui,"hm, dunia lain?hahaha , Hmm bagaimana kalau membangun sebuah organisasi sendiri, sepertinya menarik, namanya... TCG?"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mult Azham, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

SEBAB AKIBAT

Kalender Arcana Tahun 570

Hujan turun.

Suara hujan bergemericik halus, menari di atas dedaunan dan batuan.

Tiba-tiba, muncul cahaya kecil di dalam gunung yang gelap gulita dan sunyi.

Cahaya itu mulai tumbuh, perlahan berubah menjadi sebuah energi yang memancar kuat dan hidup.

First Mortal Genesis — Low.

First Mortal Genesis — Medium.

First Mortal Genesis — High.

Second Mortal Genesis — Low...

Energi itu terus meningkat, bertambah intens dan murni, seiring berjalannya waktu.

......................

Kalender Arcana Tahun 572

Sixth Mortal Genesis Low

......................

Tahun 574

First Ascended Mortal Low

.....................

Tahun 575

First Ascended Mortal high

......................

Tahun 576

Second Ascended Mortal low

...****************...

Kalender Arcana, Tahun 575.

Azam berdiri di depan Isabelle Celeste dan Leonel Ezra. Tatapannya tenang, namun dalam.

"Sekarang, kita akan masuk ke pembelajaran ranah keempat," ucap Azam, matanya menatap lembut Leonel dan Isabelle di hadapannya.

Eternal Dominion

Mampu menciptakan domain energi yang memperkuat tubuh dan kesadaran.

Tubuh melampaui batas fisik biasa, sanggup menahan serangan energi tingkat tinggi.

Umur meningkat drastis—mereka yang mencapai ranah ini bisa hidup selama ribuan tahun tanpa menua.

Kehadirannya saja dapat menekan makhluk yang lebih lemah secara naluriah.

Mampu berjalan di udara dan bergerak secepat bayangan dengan bantuan energi.

Puncaknya: menciptakan ruang pribadi dalam domain, tempat di mana hukum dan kekuatan ditentukan oleh pemiliknya.

......................

Beberapa hari pun berlalu.

Azam telah menyampaikan seluruh pengetahuan hingga Ranah ke-29. Kini, Isabelle dan Leonel telah mengenal nama, fungsi, ciri-ciri, dan konsep dari setiap tahap dengan pemahaman yang semakin mendalam.

Keduanya telah berhasil membangkitkan Haj—dan bukan hanya itu, mereka juga telah menemukan bentuk kekuatan mereka masing-masing.

Sistem

Isabelle Celeste

Umur: 7 tahun

Ranah: Second Mortal Genesis – Low

Bentuk kekuatan: sihir

Leonel Ezra

Umur: 7 tahun

Ranah: Second Mortal Genesis – Low

Bentuk kekuatan: Unik

Karena keduanya telah memiliki energi di usia yang sangat muda, banyak pihak dari luar desa—terutama akademi—yang menunjukkan ketertarikan untuk merekrut mereka.

Awalnya, Isabelle dan Leonel enggan menerima tawaran tersebut. Namun, setelah mendapat dorongan dari orang tua mereka, serta ajakan langsung dari Azam, keduanya akhirnya setuju untuk bergabung dengan akademi.

Mereka juga telah mengetahui bahwa Azam memiliki jiwa yang menolak Haj. Bukan tubuhnya yang menjadi penghalang, melainkan esensi rohaninya—sebuah penolakan alami dari dalam terhadap keberadaan energi tersebut.

Karena itulah, meskipun Azam telah berganti tubuh, ia tetap tidak mampu menggunakannya.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Kalender Arcana Tahun 569

Saat aku bermain dengan temanku di Padang Bukit, tempat luas yang hijau dan bergelombang, di mana hutan terbentang di depan dan desa ada di belakang kami, aku melihat seseorang berdiri sendirian di kejauhan, dekat batas desa.

"Dia kenapa berdiri sendiri di sana?" tanyaku pelan.

Tiba-tiba, dia menoleh ke arahku.

'Apa dia sedang melirikku?'

'Bagaimana kalau aku menyapanya?'

Lalu aku mendekatinya, langkahku kecil dan ragu. Saat kulihat wajah sampingnya, aku belum tahu siapa dia.

Umurku baru 1,5 tahun.

“Ha...wo... tamu cenapa cicini, ndak itut tami main?” (Halo, apa kamu tidak ikut bermain bersama kami?)

Dia hanya menoleh ke arahku, tanpa berkata apa-apa. Tatapannya tenang, namun membuatku gugup.

“A...aku, namaku Leonel Ezra,” ucapku pelan, suara kecilku hampir tenggelam oleh angin padang.

Lalu, setelah mendengar namaku, dia akhirnya berbicara.

“Hawo Yeonel Ezya, ahu carajam.” (Halo Leonel Ezra, namaku Syarazam.)

Ia mengangkat tangannya ke arahku.

“Ah alo Ajam,” ucapku spontan, tanganku terulur untuk menjabat tangannya.

Padahal, aku belum pernah diajari apa itu jabat tangan.

Tapi entah kenapa, tubuhku bergerak begitu saja, seolah-olah sudah tahu caranya.

...----------------...

Aku tidak tahu apa yang bisa kukatakan, tapi... orangnya asik.

Akhir-akhir ini aku sering bicara dengannya. Walaupun dia jarang ikut bermain kejar-kejaran atau lempar batu ke sungai seperti teman-temanku yang lain, dia punya cara main sendiri.

Dia suka mengangkat tubuhnya ke atas dan ke bawah dengan tangan menempel di tanah. Berkali-kali.

Aku penasaran, lalu bertanya:

“Ajam, Ajam… tamu napain?” (Azam, Azam… kamu ngapain?)

Dia berhenti sebentar, lalu menoleh ke arahku dengan wajah serius.

“Oh… Ini... NamAnya... Push Up.”

Dia menyebutnya push up sambil terengah-engah.

Aku mencoba mengikutinya, meniru gerakannya yang naik turun itu.

Yang terjadi… aku lebih sering jatuh ke tanah daripada berhasil mengangkat tubuhku.

Setiap kali mencoba naik, yang kudapat cuma debu dan rumput di wajahku. Tapi aku tetap mencoba.

Ajam—melihatku dan mulai mengajariku.

Katanya, sebelum bisa push up, harus belajar dasar-dasarnya dulu.

Dia menunjukkan cara meletakkan tangan, bagaimana mengatur napas, lutut yang harus menempel di tanah, dan bagaimana menahan tubuh supaya tidak jatuh.

Aku mencoba lagi... dan lagi...

Tapi rasanya... sakit. Tanganku gemetar, tubuhku goyah.

“Ughh... kok susah ya,” gerutuku sambil pipiku menempel di tanah.

Ajam melirik sebentar dan tersenyum kecil. “Nanti kuat... kalau sering.”

...----------------...

Satu minggu telah berlalu sejak pertama kali aku bertemu Azam.

Dia mulai sering bercerita tentang sesuatu… tentang sebuah kekuatan.

Namanya Haj.

Awalnya aku tidak mengerti.

Kata itu terdengar seperti nama mainan… atau makanan baru yang belum pernah kudengar.

Tapi setelah beberapa hari, perlahan-lahan aku mulai mengerti… aku mulai terobsesi.

Aku ingin bisa menggunakannya.

3 minggu sejak pertemuan pertama kami—

ada seseorang yang tiba-tiba muncul.

Dia sepertiku.

Seumuran. Namanya Isabelle Celeste

Dan… juga tertarik dengan Haj.

Aku tidak tahu siapa dia. Dia datang begitu saja, dan langsung menjadi bagian dari pertemanan kami.

Tapi aku tidak marah. Tidak sama sekali.

Aku malah senang.

Senang ada teman baru di antara kami.

...----------------...

Tahun 573, Kalender Arcana

Aku akhirnya bisa menggunakan Haj!

Rasanya... hangat.

Seperti cahaya kecil yang hidup dan bernafas di dalam tubuhku.

Seperti embun pagi yang tak terlihat, tapi menyegarkan.

Aku bisa! Aku berhasil!

Aku harus memperlihatkannya kepada Azam. Dia pasti senang!

Jantungku berdebar cepat. Kakiku ingin langsung berlari menemuinya.

...----------------...

Aku dengar, ada beberapa akademi hebat di luar sana—tempat orang-orang belajar banyak hal.

Dari sihir, pertahanan, teknik bertarung, sampai pemahaman tentang energi.

Nama-nama seperti Akademi Astra Ignis, Institut Arkaenya, dan Menara Arcanum sering disebut-sebut oleh para guru… dan murid-murid yang lebih tua.

Mungkin... suatu hari nanti, kami bisa masuk ke salah satu dari mereka.

Belajar lebih banyak.

Menguatkan Haj kami.

Aku masih ingat jelas kata-kata Azam waktu itu…

"Haj bisa menjadi apa pun yang kau inginkan, kalau kau benar-benar percaya."

Dan aku percaya.

Setelah berhasil membentuk Haj…

Sekarang, saatnya membuat Haj-ku tumbuh.

Azam juga pernah berkata:

"Supaya bisa menempa Haj kita, kita harus melewati banyak pengalaman… bukan cuma pelatihan."

Kalimat itu selalu menempel di kepalaku.

Aku belum sepenuhnya mengerti…

Tapi kurasa maksudnya Bukan sekadar latihan biasa.

Tentu saja, sebelum berusaha... harus ada tekad untuk mewujudkannya.

...----------------...

Sore harinya, aku dan Isabelle—yang juga bisa menggunakan Haj—dipanggil oleh Azam.

Kami duduk di bawah pohon tua, tempat yang sering jadi tempat kami ngobrol dan bertanya banyak hal.

Angin sore menggerakkan daun-daun pelan. Cahaya matahari menyelinap lewat celah ranting.

Tenang, seperti biasanya... tapi dengan rasa yang berbeda.

Seolah alam menyimpan sesuatu yang belum terucap.

Heningnya lebih padat. Anginnya membawa diam, bukan bisik.

Dan wajah Azam—yang biasanya teduh dan hangat—kali ini tampak serius, seakan ada hal penting yang harus ia sampaikan.

Bukan seperti biasanya.

Kami berdua saling melirik, bingung.

Apakah ini tentang perekrutan akademi?

Tapi kenapa suasananya seperti ini?

Tiba-tiba, Azam berkata dengan suara pelan namun tegas:

"Aku tidak akan ikut perekrutan akademi."

Kalimat itu mengejutkan Leonel Ezra.

Leonel sontak menoleh padanya, kaget.

"K-kenapa, Zam?"

Azam terdiam sejenak, sebelum akhirnya, menatap kami dengan serius.

"Aku akan jujur pada kalian…"

Dia menarik napas.

"Sebenarnya… aku tidak memiliki Haj seperti yang selama ini kukatakan."

Aku menatapnya tak percaya.

Noel juga terlihat bingung.

"Hah? Kenapa kamu bercanda seperti itu, Zam? Haha… kamu nggak perlu berbohong cuma karena nggak mau masuk akademi," ucapku, mencoba tertawa meski suara tawaku terdengar kaku.

Tapi Azam hanya menggeleng pelan.

"Aku tidak bercanda. Aku serius."

Tatapannya berpindah dari Noel dan berhenti padaku.

"Kalian mungkin akan punya banyak pertanyaan setelah ini," ucap Azam pelan.

"Leonel, tunjukkan Haj-mu padaku."

Aku menatapnya sejenak, lalu mengangguk. "A-ah, baiklah..."

Aku menarik napas dalam, menenangkan pikiranku.

Saat aku mengulurkan tangan, sesuatu yang hangat mengalir dari dalam diriku—perasaan, bayangan, dan harapan.

Cahaya lembut muncul di telapak tanganku, lalu perlahan membentuk sosok kecil—seekor makhluk bersayap, berwarna perak, bermata jernih yang bersinar lembut.

Ia mengepakkan sayap dan melayang di udara, bergerak seperti makhluk hidup.

Sesuatu yang terlahir dari pikiranku sendiri.

NYAWATERA.

Kekuatan yang unik.

Membentuk energi hidup yang tercipta dari pikiran terdalam, emosi kuat, dan keinginan yang jujur dari individu tertentu. Ia lahir bukan dari dunia luar, melainkan dari dalam diri—hasil gabungan antara keyakinan, ingatan, dan citra batin yang membentuk wujud.

Nyawatera bukanlah summon biasa. Ia adalah pantulan jiwa—memiliki kesadaran dan kepribadian yang mencerminkan penciptanya. Ia bisa tumbuh, berubah, bahkan berevolusi seiring perkembangan jiwa dan tekad sang pemilik.

Ia sudah membentuk Nyawatera sejak Isabelle bergabung dalam pertemanan mereka.

Bahkan... Azam sempat menyimpan kecurigaan aneh di dalam hatinya.

"Apa mungkin... Isabelle diciptakan Leonel?"

Pikirannya saat itu dipenuhi keraguan, karena waktu kehadiran Isabelle terlalu kebetulan dengan perkembangan kekuatan Nyawatera milik Leonel.

Tapi menurut info sistem,

Haj Leonel saat itu masih berada di ranah First Mortal Genesis (Low).

Masih terlalu lemah—bahkan nyaris mustahil—untuk menciptakan sesuatu yang benar-benar nyata dan memiliki kesadaran utuh seperti Isabelle.

Isabelle adalah sosok nyata.

Ia memiliki memori, perasaan, bahkan respons spontan.

Tidak seperti wujud Nyawatera lainnya yang biasanya tetap terikat pada niat pembuatnya.

Namun tetap saja, hal itu membingungkan bagi Azam.

Leonel saat itu masih sangat muda, baru mulai mengenal energi HAJ. Dan lebih anehnya lagi—entah dari mana anak itu mendapatkan konsep seperti itu. Di dunia ini, tak pernah ada pengetahuan resmi mengenai perwujudan pikiran menjadi makhluk hidup, apalagi sesuatu seperti Nyawatera.

Yang membuatnya semakin tak masuk akal adalah fakta bahwa Nyawatera milik Leonel benar-benar hidup—dibentuk dengan energi HAJ, seolah telah melalui tahapan Asal, Pilar, dan Tempa. Tahapan yang biasanya butuh waktu bertahun-tahun, disiplin keras, dan pemahaman mendalam.

Azam tahu satu hal:

Seorang anak kecil... seharusnya belum mampu memahami apa itu Kepercayaan. Belum mengenal dalamnya Tekad. Belum cukup waktu untuk membangun Kerja Keras.

Leonel memperhatikan Azam yang terdiam cukup lama.

“Emm… Zam?” tanyanya pelan.

Perlahan, Azam mengangkat wajahnya.

Tatapannya kosong, suaranya nyaris seperti bisikan.

“Terserah kalian mau berpikir apa tentangku...

Tapi satu hal yang pasti—aku sudah terlalu lama membohongi kalian.”

Setidaknya… aku ingin minta maaf.”

Tidak ada keraguan. Tidak ada kebohongan.

Kata-katanya datang dari kedalaman hati.

Namun justru karena itulah, semuanya terasa lebih membingungkan.

Jika Azam tak memiliki Haj…

Lalu… apa yang sebenarnya telah kami pelajari darinya?

Apa arti semua latihan yang selama ini kami jalani?

Energi yang kami rasakan—yang kami percayai sebagai Haj—apa itu?

Apakah ini benar-benar Haj?

Ataukah hanya… Mana?

Apa sebenarnya inti dari kekuatan kami…?

Selama Leonel terdiam, pikirannya mulai dipenuhi prasangka.

Kata-kata Azam sebelumnya mengguncang keyakinannya.

Apa selama ini semua hanyalah kebohongan?

Namun sebelum pikirannya melayang lebih jauh,

Azam kembali bicara.

“Walaupun begitu…”

suara Azam tenang, namun tegas.

“Apa yang aku jelaskan selama ini bukan kepalsuan. Kalian bisa mempercayaiku tentang itu.”

Ia menatap keduanya dalam-dalam.

“Dengan kalian pergi ke akademi… kalian pasti akan mengerti perbedaan antara Haj dan Mana.”

Kata-kata itu seperti menyalakan kembali bara kepercayaan yang sempat padam.

Azam pun mulai mengulang penjelasannya,

tentang Haj, tentang bagaimana tekad, keyakinan membentuknya.

Sedikit demi sedikit, Leonel dan Isabelle mulai merasakan kembali nyala kepercayaan mereka pada Haj.

...----------------...

Keesokan harinya.

Leonel duduk di kursi kayu depan rumahnya, sendirian. Angin pagi bertiup pelan, membawa aroma embun yang belum sepenuhnya mengering.

“Masih banyak hal yang tak bisa kupahami...” gumamnya dalam hati.

Azam memang sudah menjelaskan beberapa kali, tentang Haj, tentang keyakinan, tentang bentuknya yang tak terbatas…

tapi tetap saja—

Bagaimana mungkin Azam tahu semua itu?

Dengan usia sekecil itu…

dari mana dia memperoleh pemahaman sedalam itu?

Dan yang lebih membingungkan—

kenapa semua yang dia katakan ternyata benar?

Ini… masih belum bisa dijelaskan.

Masih belum bisa…

Masih—

Tiba-tiba, sebuah tepukan lembut mendarat di punggungnya.

Leonel tersentak pelan, lalu menoleh.

Itu Isabelle.

"Apa yang sedang kamu pikirkan?"

katanya pelan,

“Mungkin kamu masih memikirkan kejadian kemarin…

Tapi satu hal yang pasti, Leonel—Azam tidak akan pernah berbohong.”

“Tapi… dia mengakui kalau dia berb—”

Leonel mencoba menjelaskan,

Namun Isabelle memotong perkataannya, suaranya tenang namun penuh keyakinan.

“Tapi dia mengakuinya, kan?”

“Kamu pikir, kalau dia ingin terus berbohong… dia akan mengatakan itu di depan kita?”

Kalimat itu menembus pertahanan pikirannya—seperti cahaya tipis yang menyusup ke celah paling gelap dalam benaknya.

“Kamu… benar juga,” ucap Leonel pelan.

Wajahnya menunduk, terselip rasa bersalah di matanya.

Walau diam, Isabelle berdiri di sampingnya—cukup untuk membuat Leonel merasa tenang.

Setelah beberapa saat hening,

Leonel akhirnya membuka suara,

“Ngomong-ngomong… dari mana kamu datang?”

Isabelle sedikit memiringkan kepalanya. “Kenapa?”

Leonel mengerutkan kening, bingung. “Kenapa apa? Aku bertanya.”

Isabelle menatapnya sejenak, lalu berkata pelan, “Iya… kenapa kamu bertanya seperti itu?”

Leonel menghela napas pelan.

"yasudah lah"

Keheningan singkat menyelimuti mereka.

Lalu, sesuatu terlintas dalam benaknya, Leonel menoleh sedikit dan bertanya, “Oh iya, Isabelle... kamu mengenal Azam sejak kapan? Dan di mana pertama kali kalian bertemu?”

Isabelle tampak berpikir sejenak, lalu menatap Leonel dengan sedikit bingung.

“Mengenal Azam?” gumamnya pelan.

“Aku nggak tahu kamu datang dari mana. Tapi tiba-tiba kamu muncul di antara kami. Awalnya kupikir kamu teman Azam.”

Isabelle menggeleng pelan.

“Bagiku… justru kalianlah yang tiba-tiba muncul di hadapanku.”

...----------------...

Leonel tidak langsung mengerti maksud ucapan Isabelle. Namun malam harinya, saat semua menjadi sunyi dan pikirannya mulai tenang, ia tiba-tiba menyadari sesuatu—itu pasti yang disebut sebagai Momen Sadar Pertama.

Saat di mana seseorang, biasanya di usia dini, benar-benar merasa ‘terbangun’ dan menyadari bahwa dirinya hidup, ada, dan mulai memaknai dunia di sekitarnya.

Leonel ingat, saat usianya menginjak dua tahun, dia melihat rumahnya dibangun untuk pertama kali, dan saat itulah kesadarannya terasa utuh untuk pertama kalinya.

Pasti itu!

...----------------...

Beberapa bulan berlalu—tinggal hitungan hari sebelum pendaftaran akademi kekuatan dimulai.

Mereka tahu, suatu hari nanti mereka akan merindukan masa-masa ini. Untuk pertama kalinya, mereka akan berpisah dari Azam. Mungkin, butuh waktu yang lama sebelum bisa bertemu kembali.

“Zam, apapun yang terjadi, aku akan terus melatih dan menyebarkan kekuatan Haj ini, sampai semua orang mengakui kekuatan ini. Aku dan Isabelle... kami akan menyebarkan ajaranmu!”

Azam tersenyum dan mengangguk pelan. “Tapi kalian jangan sampai memaksakan diri, ya.”

“Baik, Azam.”

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Kalender Arcana Tahun 576

Malam yang sunyi.

Suara jangkrik bersahutan, seperti sedang menyanyikan riak malam yang panjang.

Azam memandangi bintang-bintang yang bertabur di langit gelap—kelap-kelip tak terjangkau oleh tangan manusia.

Apakah bulan itu abadi?

Tidak. Azam tidak melihat bulan di malam itu.

Lalu, apakah bintang abadi?

Tidak juga. Ia tak melihat mereka saat pagi datang.

Matahari? Apakah ia abadi?

Ia pun menghilang saat malam tiba.

Ini mungkin kata-kata yang bisa diterima oleh orang didunia ini...

Azam menghela napas pelan. Hatinya tak tenang.

Tiba-tiba, ia merasakan kehadiran seseorang di belakangnya.

Familiar.

Tanpa menoleh, pandangannya tetap tertuju ke langit.

Lalu, dengan tenang ia menyebut satu nama:

"Valeria... apa yang kamu lakukan di sini?"

Valeria yang berada di belakangnya tampak sedikit terkejut.

"Wah, gimana kamu bisa tahu kalau aku di belakang?"

"Ternyata aku benar." ucap Azam pelan, yang masih membelakangi Valeria

"?"

Valeria memiringkan kepalanya, bingung dengan maksud ucapannya.

Azam melanjutkan,

"Apa kamu sedang kesepian sekarang? Sudah dua bulan kita tidak bertemu… dan kamu masih saja menyelinap di belakangku."

Valeria tersenyum.

"Apa bedanya denganmu yang selalu berdiri di sana, menatap langit? Hehe."

1
Ryuu Ryugem
lanjut thor seru cerita nya
anaa
numpang singgah💐
🍁🅐🅝🅖💃🆂🅾🅿🅰🅴⓪③❣️
mampir
Daisuke Jigen
Senang banget bisa menemukan karya bagus kayak gini, semangat terus thor 🌟
Paola Uchiha 🩸🔥✨
Ngakak guling-guling 😂
Gái đảm
Waw, nggak bisa berhenti baca!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!