Li Shen, murid berusia 17 tahun dari Sekte Naga Langit, hidup dengan dantian yang rusak, membuatnya kesulitan berkultivasi. Meski memiliki tekad yang besar, dia terus menjadi sasaran bully di sekte karena kelemahannya. Suatu hari, , Li Shen malah diusir karena dianggap tidak berguna. Terbuang dan sendirian, dia harus bertahan hidup di dunia yang keras, mencari cara untuk menyembuhkan dantian-nya dan membuktikan bahwa ia lebih dari sekadar seorang yang terbuang. Bisakah Li Shen bangkit dari keterpurukan dan menemukan jalan menuju kekuatan yang sebenarnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DANTE-KUN, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chp 6
Li Shen duduk bersila di lantai kamar penginapan, memegang pil energi spiritual ungu yang baru saja ditemukan. Cahaya pagi yang redup masuk melalui jendela, menerangi wajahnya yang penuh dengan tekad.
"Inilah saatnya," gumamnya pelan.
Ia meletakkan pil itu di mulutnya, menelannya dengan satu gerakan cepat.
Begitu pil itu memasuki tubuhnya, energi spiritual yang murni menyebar seperti badai di dalam tubuhnya, menimbulkan gelombang hangat yang menyelimuti meridian dan dantiannya. Ia segera memejamkan mata, fokus sepenuhnya pada kendali energi itu.
"Fuuuuuuuuhhhh..."
Li Shen mengatur napasnya, perlahan menarik energi spiritual ke dalam dantiannya yang sekarang sudah sembuh berkat spirit dari kalung sebelumnya.
Di Dalam Tubuh Li Shen....
Di dalam dantian, energi pil spiritual itu tampak seperti aliran sungai yang deras, berwarna ungu bercampur emas. Energi itu bergerak liar, berusaha menguasai setiap sudut dantiannya.
"Kendalikan... Fokus!" serunya dalam hati.
Dengan latihan yang ia jalani selama enam bulan terakhir, Li Shen mulai mengarahkan energi itu, membentuk pusaran yang berputar semakin cepat di tengah dantiannya.
Seketika, suara seperti retakan kaca terdengar.
"Crack... Crack..."
Itu adalah batas ranah Pengumpulan Energi yang mulai runtuh. Dinding penghalang antara tahap puncak Pengumpulan Energi dan awal Kondensasi Inti retak semakin besar, hingga akhirnya:
"BOOOOM!"
Sebuah ledakan energi terjadi di dalam tubuh Li Shen, membuat aura kuat terpancar darinya. Gelombang energi itu bahkan membuat lantai kamar bergetar.
Di tengah dantiannya, energi spiritual yang tadinya berupa pusaran mulai berkumpul, memadat. Seperti kabut yang perlahan-lahan berubah menjadi benda padat, sebuah inti kecil mulai terbentuk. Inti itu berwarna ungu keemasan, memancarkan cahaya redup namun penuh dengan kekuatan.
Li Shen merasakan inti itu seperti napas baru dalam tubuhnya, sebuah pusat kekuatan yang menjadi inti dari semua kultivasinya ke depan.
"Ranah Kondensasi Inti... aku berhasil," ucapnya dalam hati, senyumnya terukir tipis meski matanya tetap terpejam.
Ketika Li Shen membuka matanya, hawa dingin bercampur tekanan kuat mengisi kamar kecil itu. Napasnya teratur, namun matanya memancarkan kegigihan dan kekuatan baru. Ia berdiri, merasa tubuhnya jauh lebih ringan dan kuat.
Ia mengepalkan tangannya, mencoba memanipulasi energi spiritual di tubuhnya. Dengan mudah, energi itu mengalir ke telapak tangannya, menciptakan kilatan cahaya ungu.
"Ini... luar biasa," bisiknya pelan.
Li Shen memutuskan untuk mencoba kekuatan barunya. Ia keluar dari kamar, berjalan ke hutan kecil di luar kota. Di sana, ia mengarahkan telapak tangannya ke sebuah batu besar yang ukurannya hampir setinggi tubuhnya.
Dengan satu hentakan, ia mengerahkan energi dari inti di dantiannya.
"BOOOM!"
Ledakan energi spiritual menghancurkan batu besar itu menjadi serpihan kecil. Angin dari ledakan itu bahkan membuat dedaunan di sekitarnya beterbangan.
Li Shen berdiri dengan puas, mengamati karyanya.
"Dengan ini, aku bisa menghadapi tantangan yang lebih besar. Dunia ini akan tahu bahwa Li Shen tidak lagi lemah," gumamnya dengan nada penuh keyakinan.
Dengan kekuatan baru ini, perjalanan Li Shen baru saja dimulai. Namun, ia sadar bahwa penerobosan hanyalah langkah awal—bahaya dan tantangan yang lebih besar pasti menunggunya di depan.
Li Shen berjalan perlahan menyusuri jalan utama kota yang mulai ramai oleh aktivitas pagi. Aroma masakan dari kedai-kedai makanan di sepanjang jalan membuat perutnya bergejolak. Ia menghentikan langkahnya di depan sebuah kedai sederhana dengan papan bertuliskan "Kedai Tiga Rasa."
Ia masuk, suara langkah kakinya terdengar di atas lantai kayu tua. Di dalam, beberapa pengunjung duduk berkelompok, mengobrol sambil menikmati sarapan. Pelayan kedai, seorang pria muda kurus, menghampirinya.
"Selamat datang! Silakan duduk, apa yang ingin Anda pesan?" tanya pelayan dengan senyum ramah.
Li Shen memilih meja di sudut dan duduk. "Semangkuk mie daging dan teh hangat," jawabnya singkat.
Pelayan mengangguk dan berlalu, meninggalkannya sendirian. Li Shen duduk tenang, namun telinganya menangkap percakapan di meja sebelah.
"Hei, kau dengar berita pagi ini?" ujar seorang pria gemuk dengan suara berbisik.
"Tentu saja! Mayat-mayat itu ditemukan di jalan menuju hutan," jawab temannya, seorang pria dengan rambut beruban. "Kata orang-orang, itu kerja seorang pembunuh berdarah dingin. Semua bandit dihabisi tanpa ampun!"
Li Shen tetap tenang, namun sudut bibirnya sedikit terangkat. Ia tahu persis siapa pembunuh berdarah dingin yang mereka bicarakan.
"Yang paling aneh, bos mereka juga tewas di gua dekat sana. Ada bekas pertarungan besar di dalamnya," lanjut pria gemuk itu sambil meminum tehnya. "Siapa pun dia, pasti seorang ahli. Tidak ada orang biasa yang bisa mengalahkan kultivator seperti itu."
Pria tua di meja lain bergumam, "Ahli? Hah, mungkin hanya pemburu hadiah yang kejam. Bagaimanapun, baguslah bandit-bandit itu lenyap. Mereka sudah merampok kafilah pedagang di daerah ini selama berbulan-bulan."
Li Shen mendengar semuanya tanpa bereaksi, fokus pada gerakan tangannya yang menuang teh hangat dari cangkir kecil di mejanya.
Pelayan datang membawa semangkuk mie daging yang mengepul harum dan secangkir teh hangat. "Silakan dinikmati, Tuan," katanya.
Li Shen mengangguk sebagai balasan. Ia mulai makan perlahan, menikmati setiap suapan mie yang terasa lembut dan kaya rasa. Meskipun suasana kedai ramai dengan obrolan, ia merasa tenang.
Namun, pembicaraan tentang "pembunuh bandit" terus terdengar. Seorang wanita muda yang baru masuk ke kedai bertanya dengan suara penasaran, "Apa benar bandit-bandit itu mati semua? Bukankah bos mereka seorang kultivator? Siapa yang bisa melakukannya?"
Pria beruban menjawab, "Entahlah, yang jelas dia adalah orang yang berani. Kalau tidak, bagaimana mungkin berani menghadapi bos bandit itu? Kita harus bersyukur dia sudah membersihkan jalanan untuk kita."
Li Shen menyelesaikan makanannya tanpa tergesa-gesa, menghabiskan mie dan tehnya hingga tetes terakhir. Setelah selesai, ia meninggalkan beberapa koin di atas meja dan bangkit berdiri.
Saat ia berjalan menuju pintu keluar, mata beberapa orang di kedai secara tidak sengaja tertuju padanya. Mereka mungkin hanya melihat seorang pemuda sederhana, namun tanpa mereka tahu, pria itu adalah sosok yang mereka bicarakan.
Begitu Li Shen keluar, ia menghela napas dalam-dalam, menikmati udara segar kota. "Sepertinya aku harus lebih hati-hati," gumamnya sambil berjalan menyusuri jalanan yang mulai ramai.
Setelah berjalan beberapa lama, Li Shen mendapati dirinya berada di pusat kota. Keramaian yang tidak biasa membuatnya penasaran. Orang-orang berkerumun, suara riuh percakapan dan sorakan terdengar jelas. Beberapa penjual makanan dan minuman keliling sibuk menawarkan dagangannya, menambah semarak suasana.
"Ada apa di sini?" gumam Li Shen sambil melangkah mendekat.
Ia menepuk bahu seorang pria tua yang berdiri di dekatnya. "Maaf, Pak, kenapa tempat ini ramai sekali?" tanyanya.
Pria tua itu menoleh, terlihat antusias. "Oh, kau tidak tahu? Ini adalah turnamen kecil yang diadakan setiap tahun di kota ini! Para pendekar dari berbagai tempat berkumpul untuk menunjukkan kehebatan mereka. Kalau kau punya nyali, kau juga bisa mendaftar," katanya sambil menunjuk ke sebuah meja pendaftaran di ujung arena.
Li Shen mengangguk paham, matanya tertuju pada panggung besar yang menjadi arena di tengah-tengah kerumunan.
"Turnamen? Apa hadiahnya?" tanya Li Shen lagi, berusaha memahami lebih jauh.
Pria tua itu tersenyum. "Hadiah utamanya adalah uang tunai sebesar 500 koin perak! Selain itu, jika kau benar-benar berbakat, kau mungkin menarik perhatian para tetua dari Sekte Pedang Awan. Mereka sering merekrut peserta berbakat dari turnamen ini."
Mata Li Shen berbinar. "Sekte Pedang Awan, ya?" gumamnya. Ia pernah mendengar nama sekte itu—sebuah sekte kelas menengah yang cukup terkenal di wilayah ini.
Tanpa berpikir panjang, Li Shen melangkah menuju meja pendaftaran. Di sana, seorang pria paruh baya yang mengenakan pakaian seragam petugas turnamen duduk di belakang meja.
"Kau ingin mendaftar?" tanya petugas itu sambil mengamati Li Shen dari ujung kepala hingga ujung kaki. Tatapannya sedikit ragu melihat penampilan Li Shen yang sederhana dan tidak membawa senjata.
"Ya, aku ingin mendaftar," jawab Li Shen tegas.
Petugas itu mengangkat alis. "Baiklah, kalau begitu isi formulir ini." Ia menyerahkan selembar kertas dan pena bulu kepada Li Shen.
Li Shen segera mengisi data dirinya, meskipun ada sedikit rasa canggung karena ini pertama kalinya ia mengikuti turnamen seperti ini. Setelah selesai, ia menyerahkan kembali formulir itu kepada petugas.
"Baik, kau sudah resmi terdaftar. Turnamen akan dimulai besok pagi. Pastikan kau datang ke sini sebelum matahari terbit. Oh, dan ingat, hanya mereka yang mampu bertahan hingga tiga babak pertama yang berkesempatan menarik perhatian Sekte Pedang Awan," jelas petugas sambil menandai nama Li Shen di daftar peserta.
Li Shen mengangguk. "Aku mengerti. Terima kasih."
Ia kemudian berjalan menjauh dari kerumunan, mempersiapkan dirinya untuk menghadapi tantangan berikutnya. Dalam hatinya, ia merasa antusias sekaligus bersemangat. Ini adalah langkah kecil menuju mimpinya—menjadi lebih kuat dan membuktikan bahwa dirinya bukan lagi Li Shen yang lemah.
Matahari baru saja terbit ketika Li Shen tiba di arena turnamen. Suasana sudah ramai dengan peserta dan penonton. Sorakan dan teriakan membahana saat seorang pembawa acara dengan suara lantang mengumumkan dimulainya turnamen.
"Selamat datang di Turnamen Pendekar Kota Liyang! Semua peserta, harap bersiap di area yang telah ditentukan. Babak pertama akan segera dimulai!" seru pembawa acara dengan penuh semangat.
Li Shen melangkah ke dalam area peserta. Ia menunggu dengan tenang, mengamati para peserta lain yang tampak percaya diri. Tak lama kemudian, seorang petugas memanggil namanya.
"Li Shen, maju ke arena! Lawanmu adalah Zheng Wu!"
Li Shen melangkah ke arena dengan tatapan tenang. Di hadapannya, Zheng Wu, seorang pria berbadan kekar dengan pedang panjang di tangannya, menyeringai sombong.
"Hah, kau hanya seorang bocah. Jangan salahkan aku kalau kau terluka parah nanti," ejek Zheng Wu sambil memutar pedangnya.
Li Shen tidak menanggapi. Ia berdiri dengan sikap santai, kedua tangannya kosong tanpa senjata. Penonton mulai berbisik-bisik, mempertanyakan keputusannya bertarung tanpa senjata.
"Hah! Tidak bersenjata? Kau terlalu percaya diri!" seru Zheng Wu. Ia melangkah maju, mengangkat pedangnya yang mulai bersinar dengan energi spiritual.
"Hyaaa!" Zheng Wu menerjang ke arah Li Shen, mengayunkan pedangnya dengan kekuatan penuh.
Li Shen berdiri di tempat, matanya tajam mengamati gerakan Zheng Wu. Ketika pedang itu hampir mengenai dirinya, ia mengangkat tangan kirinya dan menangkap bilah pedang tersebut dengan telapak tangan yang dilapisi energi spiritualnya.
"Apa?!" teriak Zheng Wu terkejut. Pedangnya yang disalurkan dengan energi spiritual ditahan begitu saja oleh tangan kosong Li Shen.
Penonton terdiam sejenak, lalu mulai bersorak keras.
"Dia menangkap pedang itu?! Dengan tangan kosong?!"
Li Shen menatap Zheng Wu dengan dingin. "Kau terlalu lemah," ucapnya singkat.
Dengan sedikit tekanan, Li Shen menghancurkan pedang itu menjadi serpihan kecil menggunakan energi spiritualnya. Suara "CRACK!" yang diikuti oleh jatuhnya pecahan pedang membuat arena hening. Zheng Wu mundur beberapa langkah dengan wajah pucat, terkejut sekaligus takut.
"Tidak mungkin..." gumam Zheng Wu.
Li Shen melangkah maju, aura energinya sedikit dilepaskan. Tekanan dari energi itu membuat Zheng Wu berlutut tanpa sadar.
"Kau kalah," ucap Li Shen dingin, lalu berbalik meninggalkan arena.
Arena yang hening sejenak kembali bergemuruh dengan sorakan penonton.
"Luar biasa! Siapa pemuda itu?!"
"Dia menang tanpa senjata!"
"Benar-benar bakat yang langka!"
Di sudut arena, beberapa tetua dari Sekte Pedang Awan yang menyaksikan turnamen mulai memperhatikan Li Shen dengan tatapan tertarik.
Li Shen melangkah turun dari arena, pikirannya tetap tenang. Namun, dalam hatinya, ia tahu bahwa ini baru awal dari perjalanan panjangnya.
Matahari sudah mulai condong ke barat ketika babak final dimulai. Sorakan penonton menggema memenuhi arena, menandakan betapa antusiasnya mereka menunggu pertarungan puncak ini.
"Untuk babak final, kami akan menyaksikan Li Shen melawan Xu Qian, murid dari Sekte Pedang Awan! Siapkan diri kalian untuk pertarungan yang spektakuler!" seru pembawa acara dengan penuh semangat.
Li Shen melangkah ke tengah arena, tatapannya penuh kewaspadaan. Di depannya, Xu Qian, seorang wanita dengan paras cantik, berdiri anggun sambil memegang pedang pendek yang berkilauan. Ia tersenyum tipis, namun matanya memancarkan ketegasan.
"Kau hebat karena bisa mencapai final," ucap Xu Qian. "Tapi ini akan menjadi akhirnya. Aku tidak akan menahan diri."
Li Shen mengangguk pelan. "Aku juga tidak akan kalah dengan mudah."
Pertarungan Dimulai....
Xu Qian langsung bergerak cepat, tubuhnya hampir mengabur dari pandangan. Kecepatan gerakannya yang luar biasa menunjukkan penguasaan teknik pedang khas Sekte Pedang Awan.
"Bayangan Langkah Awan!" teriak Xu Qian.
Tubuhnya seakan bercabang menjadi beberapa bayangan yang mengelilingi Li Shen dari berbagai arah. Bayangan-bayangan itu mengayunkan pedang dengan presisi, menciptakan tekanan yang luar biasa.
"Dia menggunakan teknik pedang ilusi milik Sekte Pedang Awan!" salah satu penonton berseru kagum.
Li Shen mengerutkan kening. Ia memfokuskan energi spiritualnya pada indranya, mencoba melacak gerakan asli Xu Qian di antara bayangan-bayangan itu.
"Hup!" Li Shen menangkis serangan pertama dengan menggunakan telapak tangannya yang dilapisi energi. Namun, serangan berikutnya datang dari arah lain, membuatnya terpaksa mundur beberapa langkah.
"Kau tidak bisa mengikuti kecepatanku," ucap Xu Qian sambil melancarkan serangan-serangan cepat lainnya.
Li Shen mengangkat tangannya, menahan beberapa serangan dengan lapisan energi spiritualnya. Namun, tekanan dari serangan itu terus meningkat. Sebuah tebasan berhasil melukai lengan kirinya, meninggalkan jejak darah tipis.
"Tidak buruk," gumam Li Shen, matanya mulai memancarkan kegigihan. "Tapi itu belum cukup untuk mengalahkanku."
Xu Qian kembali mengaktifkan teknik lain.
"Tebasan Awan Energi!" serunya.
Tebasan energinya melesat seperti badai ke arah Li Shen. Gelombang energi yang mengikutinya menyapu debu dan pasir di arena, membuat banyak penonton menutup mata karena angin yang dihasilkan.
Li Shen melompat mundur, menghindari tebasan energi itu dengan gesit. Tapi Xu Qian sudah menunggu di belakangnya, pedangnya meluncur tepat ke arah dadanya.
"Hyaaa!" Xu Qian mengayunkan pedangnya dengan kekuatan penuh.
Li Shen memutar tubuhnya, menggunakan momentum untuk mengelak di saat terakhir. Pedang itu hanya melukai bajunya, namun energinya tetap menyentuh tubuhnya, membuatnya merasa sakit di sisi perut.
"Kau kuat," ucap Li Shen sambil mengatur napas. "Tapi aku tidak akan mundur."
Li Shen mulai mengumpulkan energinya. Aura merah samar muncul di sekeliling tubuhnya, menandakan kekuatan yang mulai meningkat.
Xu Qian melancarkan serangan berikutnya, tetapi kali ini Li Shen lebih siap. Ia menggunakan teknik gerakan sederhana namun efektif untuk menghindari setiap serangan dengan efisiensi tinggi.
Saat Xu Qian melompat untuk menyerang dari atas, Li Shen melihat celah kecil. Dengan energi yang terkonsentrasi di tangannya, ia memukul pedang Xu Qian dari arah samping.
"CRACK!"
Suara benturan keras terdengar ketika pedang Xu Qian terpental dari genggamannya.
Xu Qian terkejut, tetapi ia tidak menyerah. Ia mencoba menggunakan pukulan berlapis energi, namun Li Shen menangkap tangannya dengan cekatan dan mendorongnya mundur.
"Aku akan mengakhirinya," ucap Li Shen.
Dengan aura energinya yang memancar kuat, ia melompat ke depan, mengarahkan serangan pamungkas. Xu Qian mencoba menghindar, tetapi kecepatannya tidak cukup untuk melawan ledakan kekuatan yang baru ditemukan Li Shen.
Li Shen menahan serangan terakhirnya tepat di depan Xu Qian, menghempaskannya ke tanah tanpa melukai lebih jauh.
Xu Qian terbaring di tanah, kehabisan energi. Ia menatap Li Shen dengan senyuman kecil.
"Kau memang lebih kuat dari yang aku kira," ucapnya lirih.
Li Shen menarik napas dalam, lalu mengangguk. Ia membalikkan badan, melangkah ke tengah arena.
"Pemenangnya adalah Li Shen!" seru pembawa acara.
Sorakan penonton menggema. Banyak yang terkejut, tetapi tidak sedikit yang kagum. Di sudut arena, tetua Sekte Pedang Awan mengamati dengan penuh minat, membicarakan potensi besar Li Shen.
Li Shen berdiri di tengah arena, darahnya masih mengalir dari luka di lengannya, namun ia merasa puas.
gq nyqmbung bahasa bart nya..
pantas ga ada yg baca