Hera membaca novel Fantasi yang tengah trending berjudul "Love for Ressa", novel klasik tentang Dante, seorang Duke muda yang mengejar cinta seorang gadis bernama Ressa.
Tentunya kisah ini dilengkapi oleh antagonis, Pangeran Mahkota kerajaan juga menyukai Ressa, padahal ia telah bertunangan dengan gadis bernama Thea, membuat Thea selalu berusaha menyakiti Ressa karena merebut atensi tunangannya. Tentunya Altair, Sang Putra Mahkota tak terima saat Anthea menyakiti Ressa bahkan meracuninya, Ia menyiksa tunangannya habis-habisan hingga meregang nyawa.
Bagi Hera yang telah membaca ratusan novel dengan alur seperti itu, tanggapannya tentu biasa saja, sudah takdir antagonis menderita dan fl bahagia.
Ya, biasa saja sampai ketika Hera membuka mata ia terbangun di tubuh Anthea yang masih Bayi, BAYANGKAN BAYI?!
Ia mencoba bersikap tenang, menghindari kematiannya, tapi kenapa sikap Putra Mahkota tak seperti di novel dan terus mengejarnya???
#LapakBucin
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Salvador, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 24
...****************...
Mengetahui jika tunangannya pulang ke kediaman Millard, tanpa babibu Altair sudah berada di Mansion Millard hari ini. Merecoki Anthea sejak pagi sampai hari menjelang siang ini.
“Anthea tidak mau menginap di istana saja? Aku benar-benar kesepian, Ayah dan ibuku tidak ada di istana sudah berhari-hari.” Ujar Altair.
Raja dan Ratu masih belum kembali, sedangkan Alaric di akademi, pangeran kedua itu kini satu tingkat di bawah Anthea.
Anthea menatap Altair malas, kesepian apa yang laki-laki itu katakan. Jelas-jelas istana selalu ramai, ada banyak penghuni istana. Puluhan pelayan, para prajurit, atau pun bangsawan yang memiliki banyak urusan datang silih berganti.
“Aku pulang bukan untuk menemanimu, Altair. Aku hanya akan menghadiri pesta.” Jawab Anthea.
Beberapa kali Altair masih membujuknya, sampai laki-laki itu lelah karena Anthea yang bulat pada keputusannya.
“Ya sudahlah. Kalau begitu, hari ini kita ke butik mencari pakaian, pestanya besok, kan?”
Anthea meneguk tehnya sebentar sebelum menjawab, sebenarnya sedikit ragu mengatakan ini.
“Hanya aku yang di undang,” ujar Anthea.
Altair mengerutkan kening, “Lalu? Aku kan datang sebagai pasanganmu. Biasanya juga begitu.”
Anthea menggeleng, “Tidak, aku akan pergi bersama teman-teman ku, Altair.”
Sebelum laki-laki itu menjawab, Anthea melanjutkan, “Hanya kali ini saja, kami ingin menghadiri pesta itu bertiga saja,”
Altair menatap Anthea datar, “Tidak, kau harus pergi bersamaku. Atau tidak sama sekali.” Ujar Altair mutlak.
“Kali ini saja, Altair. Temanku itu bangsawan baron, jika kita ke sana berdua orang-orang akan memusatkan perhatian pada kita. Temanku yang berulang tahun nanti tidak jadi pusat perhatian,” jelas Anthea.
“Biarkan saja,” jawab Altair acuh.
Lagipula apa pedulinya, ia bukannya ingin menghadiri pesta, tetapi ingin bersama Anthea.
Tak kehabisan akal, Anthea melengkungkan bibir cemberut, menatap Altair memohon, “Kali ini saja, Altair, tolong. Setelah ini pesta apapun aku akan mengikutinya bersama tunanganku.” Ujarnya, tangannya mencekal lengan Altair.
Altair mengalihkan pandangan, wajahnya bersemu samar. Baru kali ini Anthea yang sering menampilkan wajah datar bersifat imut seperti ini.
“Mengakui ku tunangan jika ada maunya saja,” gumam Altair.
Menahan senyuman, Anthea menarik pelan tangan Altair, “Boleh ya, ya?”
“Hm,”
Merasa di acc, Anthea tersenyum senang, “Terimakasih, tunanganku.”
“Aku tidak menerima ucapan terimakasih saja,” ujar Altair merentangkan tangannya.
Anthea yang mengerti bangkit dari duduknya, menghambur ke pelukan Altair. Hanya sebentar, gadis itu kembali ke tempatnya semula.
“Kau harus bersama pengawal yang pasti sangat terlatih, Anthea. Apa perlu aku yang mengirimnya?”
Anthea menggeleng, “Prajurit Millard sudah pasti terlatih,”
Altair mengangguk setuju, ia tak meragukan kemampuan prajurit di bawah Duke Ervand.
***
Bersama Bi Mela yang menemani Anthea dalam kereta kuda menuju kediaman Baron Marino, Anthea menggeser tirai jendela untuk menikmati pemandangan malam ini.
Kediaman keluarga Ressa cukup jauh dari pusat kota, kereta kuda dengan lambang keluarga Millard itu menyusuri jalan setapak, di sisi jalan ada banyak pepohonan rindang yang menyejukkan mata.
Dua orang Ksatria Millard berkuda di sisi keretanya, mengawal sang majikan selama perjalanan.
“Bibi, lebih baik aku memakai jepit rambut ini atau tidak?” Tanya Anthea, sedari tadi ia ragu ingin mengenakan nanti terkesan ramai, tapi kalau tidak rasanya penampilannya kurang lengkap.
“Itu cocok untuk Nona, tapi jika tidak mengenakannya pun penampilan Nona tetap memukau,” jawab Bi Mela sopan.
“Hmm, yasudah—“
Bruk!
“Akh..”
Anthea berdesis kala kepalanya terbentur sebab kereta kudanya yang tiba-tiba berhenti.
“Apa nona baik-baik saja?” Bi Mela mengusap sisi dahi Anthea yang terbentur, wajah nya menatap khawatir.
“Aku tak apa, tapi kenapa kusir nya tiba-tiba berhenti?”
Anthea mengintip ke jendela, langsung mendapati ksatria pengawalnya telah turun dari kuda.
“Yang Mulia, jangan keluar dari kereta!” Ujar Ksatria itu sembari menarik pedangnya.
Ia mulai melawan orang-orang yang datang dengan pakaian serba hitamnya, sampai menutupi sebagian wajah mereka.
Bi Mela dengan segera menutup jendela, menguncinya rapat.
“Sepertinya kita di serang bandit,” ujar Anthea.
“Sepertinya begitu, Nona.”
Keduanya duduk dengan khawatir, Kusir dan Ksatria mereka pasti tengah baku hantam di luar sana, mendengar suara pedang yang saling tergesek.
Walaupun kemampuan Ksatria Millard unggul, tapi melihat lawan mereka cukup banyak Anthea tak dapat tenang. Jalan yang mereka lewati saat ini memang sepi, tetapi merupakan kawasan perkebunan salah satu bangsawan. Tak pernah ada kabar bandit berkeliaran di sini.
Brak!
Pintu kereta dibuka dengan paksa, dua orang berpakaian hitam dengan salah satunya langsung menodongkan pedang, memojokkan Anthea dan Bi Mela yang menjadi tameng di depannya.
Kedua pengawal anthea sedang berkelahi dengan lima orang di luar sana.
“Berikan Putri Mahkota, jika kau masih ingin selamat!” Ujar laki-laki itu menodongkan pedang pada Bi Mela.
Bi Mela menggeleng keras, ia bahkan akan mempertaruhkan nyawanya di sini untuk majikannya.
“Menyingkir kau wanita tua!” Salah seorang laki-laki menyeret Bi Mela keluar kereta secara paksa, menghempaskannya keluar begitu saja.
Dan Anthea, ia hanya bisa mengharap dalam hati untuk keselamatannya saat mendapati pedang tajam tepat di depan lehernya.
***
tbc.