Mutia Arini seorang ibu dengan satu putra tampan dan juga pengusaha bakery wanita tersukses. Kue premium buatannya telah membuat dirinya menjadi seorang pebisnis handal. Banyak cabang telah dibukanya di berbagai kota besar. Pelanggannya adalah golongan menengah ke atas. Di balik kesuksesannya ternyata ada sebuah rahasia besar yang disimpannya. Karena kejadian satu malam yang pernah dilaluinya, mengubah semua arah kehidupan yang dicitakan oleh seorang Mutia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moena Elsa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 15
"Wowwwww, jadi Om tinggal di lantai tertinggi apartemen itu. Lantai yang hanya ada dua unit" bahkan Langit tahu detail lantai tertinggi di apartemennya. Memang benar yang diucapkan Langit, hanya ada dua unit. Satu milik Sebastian, satunya lagi milik Catherine. Apartemen itu memang milik perusahaan Blue Sky. Sebastian mengangguk mengiyakan ucapan Langit.
"Eh, Langit. Kok kamu tahu betul apartemen itu?" tanya Bintang penasaran. "Aku tinggal di apartemen itu juga" Langit menimpali. "Woowwww, benarkah????" Bintang jadi ikutan antusias. "Gimana kalau besok kita mabar" ajak Bintang. "Apa itu mabar?" tanya Langit. "Wah ternyata kamu kurang update juga Langit. Mabar itu main bareng..he..he..." Bintang terkekeh. Langit garuk kepala sedikit malu. "Besok ya??" ulang Bintang. Langit menatap bunda nya. Mutia sedikit kikuk untuk mengiyakan. Akhirnya Sebastian menengahi, "Iya besok boleh main di tempat Om". "Horeeeee" teriak dua anak tampan itu.
Mutia dan Sebastian masih lanjut menyimak ucapan anak-anak tampan di depannya itu. Karena sudah dirasa cukup maka Mutia mengajak Langit pulang. "Ayo Langit sudah sore, kita pulang" ajak lembut Mutia. "Maaf Tuan, kita duluan ya" pamit Mutia. Sebastian beranjak berdiri dan mengulurkan tangan dan menyebutkan namanya, "Sebastian, Sebastian Putra lengkapnya" ucap Sebastian. Mutia mau tak mau menyambut uluran tangan itu karena Langit terus memandanginya, "Mutia Arini" sebutnya. Sebastian tersenyum.
Mutia pun berlalu menggandeng Langit setelah mengucapkan terima kasih karena telah sudi mampir di outletnya. "Langit, jangan lupa besok yaaa?" teriak Bintang. "Oke" sahut Langit. Sepeninggal Langit dan bunda nya, maka Sebastian juga mengajak Bintang untuk segera pulang. Saat hendak ke kasir dan membayar, semua ternyata digratiskan oleh sang pemilik. "Maaf Tuan, tadi nyonya Mutia pesan ke kami kalau tuan dan tuan muda tidak perlu membayar. Beliau mengucapkan terima kasih sekali atas kunjungan anda berdua" ucap ramah kasir yang di sana. Sebastian terlanjur mengeluarkan black card nya, "Begini saja mba, tolong roti yang masih ada ini aku beli semua. Tolong kirim ke panti asuhan ya" ucap Sebastian sambil menyebutkan nama panti asuhan di mana dirinya menjadi donatur tetap di sana. "Baik Tuan. Terima kasih" sahut kasir itu sambil menggesek black card Sebastian.
Sepeninggal Sebastian dan Bintang yang melenggang keluar ke arah lobi. Dena mendekat meja kasir. Karena semua karyawan memberesi roti-roti yang ada di etalase. "Eh..eh..kok semua diturunkan?" tanya Dena. "Iya kak Dena, tuan yang barusan keluar telah memborong semua roti yang masih ada ini" jelas mba kasir. "Kok???" Dena masih merasa aneh. "Benar kak, semua roti ini disuruh mengirimkan ke panti asuhan" lanjutnya. "Siapa mereka?" Dena menelisik. "Temannya den Langit kayaknya kak. Soalnya tadi mainan sama den Langit lumayan lama" imbuh kasir itu. "Wah, ada bahan gosip nih buat kak Mutia", batin Dena.
Karena semua sudah sold out. Outlet yang biasa tutup di jam sembilan malam. Kali ini mereka tutup di jam enam sore. Semua karyawan pulang dengan rasa senang masing-masing. Dena segera meluncur ke apartemen dengan memesan taksi online. Dena yang terbiasa pulang dengan Mutia, sengaja pulang belakangan karena masih ada beberapa bahan-bahan yang belum masuk buku stok. Dena masuk dengan sedikit terburu. Dilihatnya Mutia dan Langit sedang berada di meja makan, sementara Bik Sumi sedang menyeduh susu untuk Langit.
"Kak, aku mau cerita" ucap Dena mengambil tempat duduk di samping Langit. "Cuci tangan dulu ah, lagian katanya mau pulang malam. Jam segini kok sudah sampai?" selidik Mutia. "Makanya itu aku mau cerita ke kakak" Dena mengelap tangannya yang basah dan kembali mendekat ke Mutia.
"Langit, tadi temanmu datang kan? Kamu kenal yang bersamanya??" tanya Dena. "Ya kenal lah. Dia Bintang, temanku di sekolah. Kalau yang bersamanya tadi namanya Om Sebastian. Tau nggak aunty, om Sebastian tinggal di apartemen ini juga lho. Di sana" tunjuk Sebastian ke arah atas. "Maksudnya?" Dena belum paham. "Maksunya Om Sebastian tinggal di lantai teratas" jelas Langit. "Woowwwww, ternyata seorang sultan yang memborong kue-kue tadi", gumam Dena. "Apa sih Dena, nggak ngerti aku" celetuk Mutia.
"Begini lho kak, tadi kan kakak menggratiskan kue-kue teman Langit tadi. Tapi orang dewasa yang bersamanya tadi akhirnya memborong semua kue yang masih ada. Tau nggak kue itu untuk siapa, semua diminta dikirimkan ke panti asuhan kak" cerita Dena penuh semangat.
"Kak, apa benar tuan itu tadi benar-benar tinggal di apartemen ini?" selidik Dena. Mutia pun mengangguk. "Wah, jangan-jangan itu tuan Sebastian Putra, putra tunggal tuan Baskoro yang juga penerus Blue Sky. Yang beberapa hari lalu jadi trending topik karena membatalkan pernikahannya" Dena secepatnya menutup mulutnya karena keceplosan saat ada Langit di sana. "Maaf...maaf...pisssss kak" Dena mengangkat jari tengah dan telunjukknya membentuk huruf v. "Kamu itu kayak petugas sensus aja Dena" tukas Mutia.
"Jadi, tuan Sebastian itu papanya Bintang temannya Langit?" bisik Dena ke Mutia, takut kedengaran Langit.
"Om Sebastian itu Om nya Bintang aunty" seloroh Langit dengan santai. "He...he....." Dena cengengesan karena ketahuan Langit. Mutia jadi kepikiran yang diucapakan Dena. Penerus Blue Sky, pikirnya.
Sementara di unit apartemen Sebastian, Bintang nampak bosan karena kesepian. "Om, main apa gitu loh biar seru. Bosen aku dari tadi suruh nonton terus" celetuk Bintang. "Sapa suruh ikut ke sini" jawab Sebastian ketus. "Wah Om nggak asyik" cela Bintang. "Biarin" ejek Sebastian. "Om, main ke tempat Langit yuukkk. Kan dia juga di apartemen ini juga. Tinggal turun aja kali" celetuk Bintang. "Kan tadi Langit belum cerita tinggal di lantai berapa?" sergah Sebastian. Lagian Sebastian juga malas turun karena hanya pakai baju rumahan. "Ayolah Om, bosan aku" rengek Bintang. Akhirnya Sebastian menuruti permintaan keponakan tengilnya itu.
Sebelumnya Sebastian menelpon petugas lobi untuk menanyakan unit atas nama Mutia Arini. Karena tau siapa yang menelpon, akhirnya petugas itu pun memberitahukan sesuai yang diminta. "Yuukkk lekas" gandeng Sebastian. Dengan tetap memakai celana pendek rumahannya, Sebastian serasa menjadi hot daddy untuk malam ini. Mereka turun ke lantai di mana unit Mutia berada. Tepat di depan pintu, Bintang yang lebih antusias untuk menekan bel.
Langit yang baru selesai makan, "Bun, malam-malam kok ada tamu?" seru Langit. Karena itu tidak seperti biasanya. Mutia jarang menerima tamu saat malam hari. Mutia menelisik siapa yang datang lewat pemindai yang terpasang di pintunya. Memang apartemen ini sangat terjaga keamanannya. Makanya Mutia langsung setuju membelinya, meski harganya lebih tinggi daripada yang lain. Saat melihat siapa yang datang, Mutia segera membukakan pintu.
"Tante, aku ingin main sama Langit" seru Bintang begitu pintu terbuka. Langit yang mendengar suara Bintang jadi berlarian dari ruang makan. "Maaf menganggu malam-malam nyonya" ucap tulus Sebastian. "Panggil Mutia aja" pinta Mutia. "Hah????" Sebastian terbengong. "Silahkan masuk tuan" Mutia mempersilahkan Sebastian. "Panggil Tian aja, kayaknya aku juga belum tua-tua amat" celetuk Sebastian. Mutia tersenyum. Sebastian duduk di ruang tamu, pandangannya mengarah ke foto yang terpajang di ruang utama. "Suaminya ke mana?" selidik Sebastian dalam benak.
to be continued
jadi akhirnya ngga jadi Makan /Smile//Smile/