Awalnya, aku kira dunia baruku, adalah tempat yang biasa-biasa saja. karena baik 15 tahun hidupku, tidak ada hal aneh yang terjadi dan aku hidup biasa-biasa saja.
Tapi, Setelah Keluarga baruku pindah ke Jepang. Entah kenapa, aku akhirnya bertemu pecinta oppai di samping rumahku, seorang berambut pirang mirip ninja tertentu, seorang pecinta coffe maxxx dengan mata ikan tertentu, dan seorang maniak SCP berkacamata tertentu.
Dan entah kenapa, aku merasa kehidupan damaiku selama 15 tahun ini akan hilang cepat atau lambat.
Karya dalam Crossover saat ini : [To Love Ru], [Highschool DXD], [Dandadan], [Oregairu], [Naruto], [Nisekoi]
Jika kalian ingin menambah karakter dari anime tertentu, silahkan beri komentar..
Terimakasih...
* Disclaimer *
[*] Selain OC, karakter dan gambar yang digunakan dalam Fanfic ini bukan milik saya, melainkan milik penulis asli, dan pihak yang bersangkutan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aga A. Aditama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sekolah Dan Teman Sekelas - Bagian 4
Sekali lagi, menjadi jelas bagiku bahwa duniaku sekarang ini bukanlah dunia biasa-biasa saja.
Walaupun aku belum melihat langsung buktinya, aku sudah menyimpulkan seperti apa dunia yang tempatku tinggal.
Dan sepertinya, teman sekelasku, walaupun tidak semuanya, adalah orang-orang yang merupakan bagian dari dunia magis tersebut.
Jika dilihat dari bagaimana reaksi mereka terhadap pelepasan Manaku, total ada tujuh orang yang bersaksi aneh, tiga di antaranya adalah orang yang aku kenal.
Pertama adalah Naruto. Tentu saja, dari setting dunianya, dia adalah seorang ninja dan sudah tidak asing dengan kemampuan ninjutsu di dunianya. Namun, sebuah pertanyaan muncul setelah mengetahui fakta ini.
Apakah Cakra dan Mana adalah satu sistem kekuatan? Apakah dia bisa menggunakan kemampuannya seperti dalam ceritanya? Banyak pertanyaan muncul hanya dengan keberadaan Naruto.
Yang lainnya adalah dua iblis reinkarnasi dari bangsawan Rias Gremory: Koneko, seorang Nekoshu, dan Gasper, seorang Dhampir.
Namun, ada yang aneh dalam ingatanku. Gasper digambarkan sebagai seorang Hikikomori, seorang dengan kecemasan sosial. Sifatnya baru berubah setelah Issei bergabung dengan bangsawan Rias Gremory.
“Apakah plot sudah dimulai?” Aku hanya bisa berspekulasi mengenai perbedaan tersebut, karena begitu banyak variabel yang kutemui sejak awal.
Lebih jauh, aku tidak ingin terlalu fokus pada dunia supernatural saat ini. Ada masalah lain yang lebih dekat dengan diriku—Chitoge.
Melihat Chitoge yang dikelilingi oleh banyak siswa perempuan, yang entah hanya ingin menyapa atau ada alasan lain, aku mengetahui bahwa Chitoge benar-benar kesulitan untuk berteman dengan orang di luar keluarganya.
Sebenarnya, itu tidak akan menjadi masalah, karena dengan kehadiran Raku, Chitoge bisa mengatasi ketakutannya untuk berteman dengan orang lain. Namun, inilah masalah yang ada di pikiranku.
Entah karena alasan apa, kami—atau lebih tepatnya Chitoge—tidak berada di kelas yang sama dengan Raku. Lebih buruk lagi, kelas ini malah diisi oleh Onodera Haru, bukan kakaknya, Onodera Kisaki.
“Kepalaku sakit memikirkan semua ini,” ucapku tanpa sadar sambil memegangi kepalaku.
“Apakah kamu baik-baik saja, Kenma?” Naruto yang sedang mengobrol denganku langsung menyadari gejala itu.
“Tidak, aku baik-baik saja,” jawabku cepat.
“Baiklah kalau begitu. Ngomong-ngomong, bagaimana dengan rencanamu untuk makan siang nanti?”
Melihat reaksiku yang biasa-biasa saja, Naruto memilih mengalihkan pembicaraan. Aku hanya bisa tersenyum kecut mendengarnya. “Sepertinya aku akan makan di kantin. Bagaimana denganmu?" Jika bekalku tidak diambil seseorang, aku akan makan di kelas hari ini.
“Emm... Bagaimana kalau kita makan bersama?” tanya Naruto ragu-ragu, nada yang agak tidak biasa baginya.
Aku pun sedikit mengernyit. Aku mungkin tahu alasannya. Entah kenapa, para teman sekelas yang antusias dengan Chitoge malah menjaga jarak dariku. Atau lebih tepatnya, Naruto.
Aku tidak tahu alasan pastinya, tapi anehnya aku merasa bersyukur dengan "dinding tak kasat mata" yang tercipta karena Naruto. Dinding ini tidak hanya efektif menghindari perhatian berlebihan, tapi juga mengusir siswa yang merepotkan.
Namun ironis rasanya. Karena aku tahu seperti apa perlakuan yang didapat Naruto di Konoha, dan perlakuan yang dia alami di sini tampaknya mirip dengan yang dia alami di kampung halamannya.
Dan seperti yang aku tahu tentang Naruto, kekuatan mentalnya sangat hebat. Bahkan untuk seseorang sepertiku, aku harus mengakui kekuatan mentalnya dalam menghadapi intimidasi dan diskriminasi dari seluruh desa.
‘Apa karena itu aku merasa nyaman dekat dengannya? Walaupun tidak sama persis, situasiku dulu hampir sama seperti dia.’
Ironis memang, ketika aku membayangkan bagaimana orang-orang buangan bisa saling memahami, dan dekat, bahkan tanpa mengungkit masa lalu.
“Tidak masalah bagiku,” kataku sambil berhenti sejenak dan menatap Chitoge yang masih dikelilingi oleh para siswa wanita di kelas. “Tapi bisakah aku membawa saudaraku?”
Wajah Naruto sedikit menegang, meskipun langsung diganti dengan senyum canggung. “Ji-jika Kirisaki-san mau, aku tidak akan menolaknya.”
Reaksinya membuatku semakin penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi antara mereka berdua. Namun, aku tahu kapan harus berhenti bertanya, setidaknya keselamatan hidupku lebih penting daripada rasa penasaranku.
...---...
Beberapa waktu setelah kepergian Kirisaki-sensei, seorang guru lain datang untuk memulai pelajaran. Kerumunan orang di sekitar Chitoge menghilang begitu saja saat pelajaran dimulai.
Akhirnya, setelah dua mata pelajaran, jam makan siang tiba. Ketika guru meninggalkan ruang kelas, para siswa mulai berhamburan, pergi ke kantin atau berkumpul dengan teman-teman mereka untuk makan bersama.
Aku, di sisi lain, sedang dalam perjalanan menuju kantin bersama Naruto dan Chitoge. Meskipun Chitoge sudah membawa bento buatanku, dia tidak membawa air minum.
Jadi, meskipun agak enggan, dia setuju untuk pergi bersama kami. Namun, sepanjang perjalanan, dia tetap canggung dengan Naruto.
“Ada apa, Nee-chan?” Aku berbisik pelan, bertanya tentang keanehan yang terjadi.
“Ti-tidak apa-apa. Ngomong-ngomong, Kenma, sejak kapan kamu mengenal, kumis kucing itu?”
Walaupun dia tidak mengatakannya langsung, aku tahu persis bahwa sikapnya pasti ada kaitannya dengan seseorang yang sedang berjalan di depan kami.
Mengingat apa yang dikatakan Kirisu-sensei dan wajah Naruto pagi tadi, serta sikap aneh di antara mereka berdua, aku sudah menebaknya. Tapi yang membuatku bingung adalah kejadian di tengahnya yang membuat sikap mereka menjadi aneh.
“Kami bertemu kemarin, dan aku berkenalan dengannya setelah itu. Ngomong-ngomong, bagaimana dengan Tsugumi?”
“Aku sudah mengirim pesan padanya dan bilang kami akan ke kantin.”
“Ohh... Baiklah kalau begitu.”
Saat kami berjalan, anehnya kelompok kami tampaknya cukup dihindari oleh para siswa lain. Sepertinya dugaanku tentang status Naruto di sekolah ini tidak jauh dari berbeda dari tebakanku.
Chitoge pun tampaknya menyadari hal itu, meskipun ekspresinya tidak sesuai dengan dugaanku.
‘Kenapa dia tampak sedih?’ Walaupun ada emosi lain di wajahnya, aku bisa langsung tahu saat Chitoge merasa sedih. Tapi sekali lagi, aku tidak tahu alasannya.
“Naruto-san, karena kami adalah siswa pindahan, bagaimana kalau kamu memandu kami berkeliling sekolah nanti?”
Aku merasa pertanyaanku agak aneh, karena Naruto berkedip heran saat menatapku, sebelum akhirnya dengan penuh semangat menjawab.
“Tentu saja, tidak masalah bagiku, percayalah. Ta-tapi, bagaimana dengan Kirisaki-san?”
Naruto yang semula bersemangat untuk berbicara denganku, kini terlihat sedikit gugup menunggu jawaban Chitoge.
“Huh~ tidak masalah bagiku,” jawab Chitoge dengan sikap tsundere khasnya, “Ngomong-ngomong, terima kasih.” Ia kemudian memalingkan wajahnya dari Naruto, tidak lupa menginjak kakiku tentunya.
Setelah berjalan beberapa saat, kami tiba di kafetaria. Tempat ini mengingatkan aku lagi bahwa aku sedang bersekolah di sebuah sekolah elite.
Melihat reaksiku, Naruto terkekeh sebentar sebelum merentangkan kedua tangannya. “Hehe... Selamat datang di Kafetaria kebanggaan kami.”
Walaupun jelas tempat ini bukan miliknya, entah kenapa Naruto memasang ekspresi bangga.
“Itu hanya luas, saja. Belum tentu makanannya lezat, kan? Kenma?” kenapa kamu malah butuh konfirmasi dariku untuk itu?
“Baiklah, lupakan soal itu. Dimana kita harus makan, Naruto-san?”
Kafetaria Sainan Academy mirip seperti sebuah mall, dengan berbagai restoran bahkan kafe yang menyajikan berbagai menu, mulai dari Jepang, Cina, Prancis, dan semua masakan lainnya dari seluruh dunia.
Setiap tempat seolah restoran tersendiri yang tersebar di semua sudut kafetaria. Jadi, walaupun tempat ini luas, kami tidak menemukan antrian panjang siswa yang ingin makan siang di sini.
“Bagaimana dengan kedai ramen di sana? Ramennya sangat lezat, loh!” Naruto bertanya dengan penuh semangat, menjelaskan berbagai alasan kenapa kami harus makan ramen.
‘Sesaat aku lupa bahwa orang ini adalah pecinta ramen sejati.’
Sepertinya Chitoge tidak sanggup mendengar lagi promosi ramen, lalu menutup mulut Naruto dengan ekspresi jijik, sebelum menarik kami berdua masuk ke kedai ramen rekomendasinya.
“Aku sudah membawa bekal makan siangku, aku hanya butuh air minum. Jadi aku tidak peduli kalian mau makan apa, Huh~.”
Setelah mengeluarkan bekal buatanku, dua kotak Bento, mata Chitoge berbinar-binar dengan kilau bintang. Namun, bukan hanya Chitoge yang terlihat begitu, Naruto juga ikut menatap bento buatanku.
“Ini punyaku, bukankah kamu bilang ingin makan ramen, kumis kucing?”
“I-iya benar, dan tenanglah. Aku tidak akan merebut makananmu, percayalah.” Naruto meyakinkan Chitoge sebelum akhirnya memesan ramen untuk kami berdua.
Setelah memesannya, kami duduk di bangku luar ruangan, mengelilingi meja kecil di samping pintu.
“Sejujurnya aku cukup terkejut, Kirisaki-san.” Naruto memulai percakapan, namun dengan tatapan yang jatuh pada bekal Chitoge.
“Terkejut dengan apa?”
“Aku kira kamu bukan tipe orang yang bisa memasak. Sepertinya aku salah, kamu pasti sangat jago memasak, ya.”
Sesaat, aku terdiam mendengar perkataan Naruto. Namun, Chitoge juga terdiam, meskipun jelas karena alasan yang berbeda.
Dengan wajah sedikit memerah, Chitoge membalas perkataan Naruto. “Te-tentu saja, kamu kira aku siapa, dasar kumis kucing.” Walaupun sedikit gagap saat menjawabnya, aku tercengang melihat kebohongan yang dia buat.
Namun, aku tidak bisa berbuat apa-apa. Sebelum membuka mulutku, kakiku sudah diinjak oleh Chitoge. Sorot matanya yang menatapku cukup menakutkan saat ini.
‘Coba saja buka mulutmu, dan rasakan sendiri akibatnya.’
Sepertinya jika aku mengatakan sesuatu, bahaya akan datang dari arah yang tidak terduga.
“Ju-juga Ichijo-san, di pikiranmu. Orang seperti apa aku sebenarnya, huh?”
“Emm... Orang yang berjiwa bebas?” Kenapa kamu malah ragu sendiri, Naruto?
“Maksudmu, aku tidak punya aturan, gitu?” Kejengkelan Chitoge tampaknya naik satu tingkat. Jika tidak segera diatasi, ini bisa buruk bagi Naruto juga bagiku.
Tapi, Naruto lebih dulu bersuara. “Tapi menurutku, Kirisaki-san orang yang baik, kok. Dia juga sangat perhatian, melihat bagaimana dia sangat memperhatikan setiap perkataan para gadis di kelas tadi. Walaupun sebenarnya kamu tidak terlalu nyaman dengan mereka, kan?”
Chitoge terdiam sesaat, lalu menatap antara diriku dan Naruto. Sepertinya jawabannya memang benar.
‘Walaupun dia bukan protagonis harem, setidaknya skill bicara dan pengamatannya cukup tinggi.’
Keheningan canggung menyelimuti meja kami. Mungkin lebih tepatnya dua orang, karena aku sendiri malah merasa terhibur dengan interaksi mereka berdua.
Suasana berlangsung seperti itu hingga sebuah suara memanggil namaku dan Chitoge.
“Ojou, Kenma-sama. Maaf membuat kalian menunggu.”
Seorang gadis muda, dengan potongan rambut pendek berwarna biru, hiasan pita di sisi kiri rambutnya, dan wajah yang manis sekaligus cantik, datang mendekat.
Tsugumi Seishiro, pengawal pribadi Kirisaki Chitoge dan teman masa kecilnya, akhirnya muncul.
gk sabar liat semua makhluk terkuat nya saling muncul, mulai dari hantu yang skala planet, orang tua nya Lala , sama dewa nya dxd 🤣
jadi kayak lucy