Kepergian wanitanya menyisakan luka yang teramat dalam bagi Agra. Dari sekian banyaknya waktu yang ia tunggu, hanya pertemuan yang ia harapkan,
Setelah pengingkaran janji yang sempat ia terima, pertemuan masih menjadi keinginannya dalam setiap tarikan nafasnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Misshunter_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Apa Ini Ujian?
"mas kapan aku boleh pulang?" tanya Kiara setelah lebih dari 5 hari ia bermalam diruangan yang berbau obat obatan ini
"mungkin besok sayang, nanti mas tanyain lagi ya" ujar Agra menenangkan. Ia mengerti kebosanan yang melanda istrinya
Kiara mengangguk kecil, "hari ini jadikan buat melakukan USG?"
Agra mengangguk ragu, "jadi.. Jadi sayang"
Agra tak yakin istrinya siap atau tidak dengan berita yang akan ia dengar nanti. Haah semoga saja istrinya bisa kuat lebih dari yang Agra bayangkan
"selamat siang bu Kiara" sapa suster yang baru saja sampai diruangan Kiara, "kita cek lanjutan dulu ya bu, sebelum melakukan USG" terangnya
Kiara mengangguk mengerti, ia ikuti prosedur sejumlah pemeriksaan
"udah bagus ya bu, kita bisa langsung menuju dokter obgyn" terangnya "biar saya antar"
dan benar saja suster membantu Kiara dan Agra untuk menemui dokter obgyn, disana tertera nama Dokter kandungan Sarah
"ini ya bu ruangan dokter Sarah, ibu sama bapak boleh langsung masuk, dokter Sarah sudah menunggu di dalam, saya pamit permisi"
Agra dorong pintu dihadapannya ini supaya kursi roda yang membawa istrinya bisa masuk lebih dalam
"selamat siang, bu Kiara ya?" sapa dokter Sarah
Kiara tersenyum seraya mengangguk sopan, "iya dok"
"saya sudah menerima lembaran hasil pemeriksaan bu Kiara. boleh pak Agra bantu istrinya untuk berbaring disana!" pinta dokter Sarah
Agra melakukan apa yang dokter Sarah perintahkan, membaringkan tubuh istrinya diatas bangsal
"kita lihat ya.." ujar dokter sesaat setelah siap dengan perlengkapannya, setelahnya tampak wajah dokter yang mengkerut dengan wajah memelas, mengangguk angguk kecil
"sudah bu"
Agra semakin tak tenang ditempatnya berdiri saat ini, bagaimana ini semakin lama ia menyembunyikan penyakit istrinya akan semakin lama juga Kiara mendapat penanganan tepat
tapi bagaimana jika Kiara tak bisa menerima kenyataan ini Tuhan? Batin Agra nelangsa
Agra kembali membawa tubuh istrinya untuk duduk dikursi roda,
"jadi gimana dok?" tanya Kiara dengan mata berbinar, ia berharap Usg nya ini sebagai pertanda yang baik, mungkin perihal berita kehamilannya yang sudah ia dan sang suami tunggu
"sesuai dengan hasil pemeriksaan kalau bu Kiara mengidap penyumbatan pada tuba Falopi"
"Ha? Penyumbatan tuba falopi?" ulang Kiara tak percaya
Dokter Sarah mengangguk, sebetulnya ia tak tega namun ia harus menyampaikannya, "apa kalian tengah menjalani program kehamilan?"
Kiara mengangguk, "iya dok, apa itu mengganggu untuk program kehamilan kami?"
"cukup menganggu bu, karna menyebabkan spe rma tidak dapat bertemu dengan sel telur didalam rahim, sehingga proses pembuahan tidak dapat terjadi. Kemungkinan hamil sangat kecil" terang dokter Sarah
"ke— kecil?" ulang Kiara terbata, ia mendongak menatap suaminya yang saat ini berdiri dibelakang Kiara, cairan bening Agra sudah lebih dulu meluncur ketimbang istrinya
Dokter Sarah mengangguk, "Kita akan usahakan kesembuhan untuk bu Kiara semaksimal mungkin. Mungkin kita bisa mulai dengan menjadwalkan terapi".
Agra dan Kiara menyusuri lorong rumah sakit tanpa sepatah katapun yang keluar dari mulut keduanya setelah keluar dari ruang dokter Sarah
mereka sibuk dengan isi kepala mereka sendiri,
saat sampai diruangan Kiara, Agra selalu melakukan tugasnya sebagai seorang suami yang baik penuh perhatian dan kehati hatian, membaringkan tubuh istrinya dan memastikan kalau Kiara mendapatkan rasa nyamannya
"seperti ini, apa nyaman?"
Kiara mengangguk kecil, "nyaman mas, makasih"
Agra bergumam menanggapi, ia tarik selimut istrinya hingga menutupi sebatas perut,
"istirahatlah, mas mau sebat dulu" titahnya
Saat Agra baru saja berbalik, dengan cepat Kiara menggapai lengan suaminya, menahan "Mas?"
Agra kembali hadapkan seluruh atensinya pada sang istri "kenapa hem?"
"aku gak bisa kasih keturunan darah daging kamu mas" ucapnya pilu
"bisa sayang, kamu tidak dengar harapan kamu untuk mengandung tetap ada meskipun kecil. jangan terlalu kamu pikirin ya, sekarang kamu istirahat. Atau kamu mau makan sesuatu?" tawarnya
Kiara menggeleng,
"yaudah mas tinggal dulu gak papa kan?" Agra memang tak masalah apapun yang terjadi pada Kiara, Agra akan tetap mencintai istrinya setulus hati, namun ia juga manusia biasa, Agra ingin menenangkan dirinya untuk bisa lebih menerima takdir hidupnya
taman ditepi danau disekitar rumah sakit menjadi tempatnya untuk sedikit melepaskan sesaknya
"bun.." lirihnya
"masih ingat kamu Gra sama bunda" sahut bunda ketus
"maafin Agra ya bun.." tiba tiba saja cairan bening itu mengumpul dibawah pelupuk mata, Agra berpikir ia pantas mendapatkannya
"kamu kenapa bang?" ujarnya tiba tiba khawatir begitu menyadari suara si sulung terdengar berat. Apa sesuatu telah terjadi dengan Kiara batin bunda
"maaf kalau Agra dan Kiara gak bisa kasih bunda sama ayah cucu" lolos sudah cairan bening yang sedari tadi Agra tahan, ia mendongak menatap langit yang sudah berubah warna jingga. Agra berusaha menekan tangisnya untuk tidak didengar oleh sang bunda
semenjak kemarahan bunda pada Kiara, ini untuk pertama kalinya Agra berbicara lagi dengan bunda, layaknya anak yang mengadu pada ibunya merengek meminta mainan yang ia inginkan,
"kamu ngomong apa sih bang? kenapa dengan— dengan menantu bunda?" sahut Kinanti ragu, sejak hari itu ia tak pernah ingin tahu perihal putra dan menantunya
"tidak ada bun, Kiara baik baik saja" Agra angguk anggukan kepalanya seraya meyakinkan dirinya sendiri kalau istrinya memang akan baik baik saja, Agra usap kasar sisa air mata disudut matanya.
"kamu gak bohong sama bunda bang?"
"gak bun. Sudah dulu ya bun Agra harus kembali keruangan Kiara, dia sendirian disana"
setelah mengatakan itu panggilan berakhir, Agra harus kuat dihadapan istrinya. Anggaplah ini sebagai ujian pernikahan
"tapi kenapa sulit sekali menerimanya tuhan?" lirih Agra,
bayangan tentang keluarga kecil dan kehadiran Agra junior sungguh sangat mereka harapkan, namun takdir berkata lain
semua Agra kembalikan lagi pada kuasa Tuhan,
disudut lainnya, Kiara berjalan tertatih tatih untuk bisa segera sampai keruangannya,
ia menyaksikan kesedihan sang suami yang tak Agra perlihatkan dihadapan Kiara
mereka sama sama sedih atas musibah yang menimpanya, Kiara ingin jika sedih carilah ia bukan malah menghindar, berpura pura kuat percuma jika hati yang rapuh,
meski bersusah payah akhirnya Kiara bisa sampai keruangannya, ia memilih membasuh wajahnya terlebih dahulu sebelum naik kembali ke brangkar
Kiara menatap wajahnya pada pantulan cermin, "tidak terlalu terlihat sembabkan?"
tiba tiba pintu didorong dan Agra muncul disana, ia menyapu sekitar saat tak menemukan sang istri diatas brangkar "Sayang.." panggilnya
"ya mas" sahut Kiara cepat
Agra menoleh, "kamu ngapain disana sayang? Oh astaga.. Sini biar mas bantu"
Agra hampiri membantu istrinya untuk kembali merebahkan tubuhnya,
"tadi aku tuh kebelet pipis mas, panggil panggil kamu gak ada nyaut" kilahnya, sejenak melupakan apa yang mengganggu pikirannya kini
"mas kan udah bilang sebat dulu, di area sini mana boleh sebat sih sayang, mas turunlah kebawah"
iya tapi untuk menangis batin Kiara menyahuti,
Kiara hindu dada sang suami, "tapi tumben gak bau asap rokok ya mas? Biasanya kan kalau kamu habis sebat bau rokoknya suka nempel dibaju kamu"
"ha? Iya tah?"