Nara Stephana, pengacara cemerlang yang muak pada dunia nyata. Perjodohan yang memenjarakan kebebasannya hanya menambah luka di hatinya. Dia melarikan diri pada sebuah rumah tua—dan takdirnya berubah saat ia menemukan lemari antik yang menyimpan gaun bak milik seorang ratu.
Saat gaun itu membalut tubuhnya, dunia seakan berhenti bernafas, menyeretnya ke kerajaan bayangan yang berdiri di atas pijakan rahasia dan intrik. Sebagai penasihat, Nara tak gentar melawan hukum-hukum kuno yang bagaikan rantai berkarat mengekang rakyatnya. Namun, di tengah pertempuran logika, ia terseret dalam pusaran persaingan dua pangeran. Salah satu dari mereka, dengan identitas yang tersembunyi di balik topeng, menyalakan bara di hatinya yang dingin.
Di antara bayangan yang membisikkan keabadian dan cahaya yang menawarkan kebebasan, Nara harus memilih. Apakah ia akan kembali ke dunia nyata yang mengiris jiwanya, atau berjuang untuk cinta dan takhta yang menjadikannya utuh?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zenun smith, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sidang
Setelah perjalanan panjang yang penuh tantangan, Uto akhirnya berhasil menggiring Nara ke istana secara natural. Nara kini berada di tempat yang seharusnya, dan Uto telah menyelesaikan tugasnya dengan sempurna. Tidak ada lagi yang tersisa untuk dilakukan selain melaporkan keberhasilan ini kepada Arven.
Uto menghampiri Arven dengan tenang.
"Nara sudah berada di Istana, Tuan."
"Bagus. Kau telah menjalankan tugasmu dengan sempurna. Kini tugas mu sudah selesai, Uto. Malam ini adalah malam purnama. Menyatulah kembali ke dalam tubuh ini, wahai perwujudan sisi putih ku." Ujar Arven dengan nada tegas.
Uto menganggukkan kepala.
Ini adalah akhir dari perjalanan Uto. Dengan melebur menjadi cahaya putih, Uto memasuki tubuh Arven, menyatu kembali dengan dirinya. Uto adalah perwujudan sisi putih dan murni dari seorang Arven, sebuah manifestasi dari sisi positif semacam kasih sayang, dan kebijaksanaan yang menjadi panduan bagi dirinya. Kini, saat tugas Uto selesai, ia kembali menjadi satu dengan Arven. Uto adalah Arven.
Terang dan gelap dalam dirinya kembali berpelukan. Tak lama kemudian, Arven merasakan sesuatu di hatinya yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
"Seperti ada yang salah di sini!" Gumam Arven si anak sulung Raja Veghour bersama Ratu Athera. Ratu Athera adalah wanita hasil perjodohan politik yang dilakukan tetua. Menikah dengan Ratu Athera, banyak keuntungan yang di dapat demi menambah armada kekuatan istana karena sama saja seperti menggabungkan dua kerajaan. Itulah mengapa Raja Veghour mau tidak mau menikahi wanita tersebut, meskipun beliau sedang memadu kasih dengan wanita yang dicintainya, Ratu Baily.
Ratu Baily berasal dari rakyat biasa yang ditemukan Veghour sewaktu berada di perbatasan. Lalu, percikan cinta tumbuh di antara mereka, tetapi hubungan tersebut sangat ditentang kalangan penghuni istana. Akhirnya, Veghour tetap menikahi Athera sang wanita yang tidak bisa ia cintai, tetapi juga diam-diam masih berhubungan dengan Baily.
"Apa yang salah Paduka?" Tanya kepala prajurit Arven yang sedang berada di hadapannya.
"Ada yang salah di sini." Ulang Arven sambil memegangi dadanya. "Aku harus pergi ke Istana. Kau jagalah kastil ini selama aku pergi."
"Siap Paduka."
...****...
Nara melangkah mengikuti Raze dengan tenang, meskipun di depannya menjulang megah istana kerajaan dengan segala keagungannya. Para prajurit berdiri berjajar, menatapnya dengan mata penuh curiga. Namun, Nara tidak merasa gentar. Bukan rasa takut yang mengisi dadanya, melainkan sesuatu yang lebih berat dari rasa rindu tiba-tiba menghantamnya.
Langkah-langkah Raze terdengar seperti ketukan palu di pengadilan, sementara Nara berusaha menyelaraskan iramanya. Di setiap langkahnya, pikirannya kembali kepada Uto. Berpisah dengannya meninggalkan lubang kosong yang tak dapat dijelaskan dengan kata-kata. Mereka hanya bersama dalam waktu yang singkat, tetapi kehadiran Uto dengan gaya khasnya telah menciptakan kehangatan yang sulit dilupakan. Gemuruh di dalamnya bukanlah ancaman sidang kerajaan yang menanti, melainkan rasa pilu yang tak ia pahami sepenuhnya.
Sekarang, ketika jarak memisahkan mereka, Nara merasa seperti kehilangan sebagian dirinya.
"Ayo cepat!" perintah Raze dengan suara dingin. Nara hanya menanggapi dengan anggukan kecil. Di luar, ia tampak tenang dan tak tergoyahkan. Tetapi di dalam, ia merasa seperti dihantam gulungan ombak. Apakah Uto juga merasakan hal yang sama? Apakah Uto memikirkan dirinya saat ini? Nara tidak tahu. Yang ia tahu, Uto tidak akan muncul lagi sebagai pemandu--bahkan penolong ketika ia sedang dalam bahaya.
Eh, tapi kan Uto emang nggak pernah nolongin gue. Isssh, apaan sih ni kepala, Uto mulu yang dipikirin.
"Junto, pergilah dari hadapan ku. Aku yang akan mengurus Nona ini selanjutnya. Bersiaplah untuk besok menghadapi pengadilan."
"Baik Pangeran."
Raze sendiri yang mengantarkan Nara ke kamar megah di Istana putri. Nara yang masih terbagi fokusnya, tak berkata apapun, hanya terus menyeimbangkan langkah.
"Ini tempat mu Nara. Kau bisa pakai kemegahan kamar ini sampai kapanpun." Ujar Raze, ketika mereka sampai di Istana putri. Nara menoleh ke arah Raze, hanya mengangguk kecil lalu memindai kamar yang ia tinggali. Tiba-tiba otaknya terkoneksi ke ujung kalimat Raze. Apa maksud laki-laki itu bilang sampai kapanpun? Dan... megahnya kamar, menjadikan Nara bukan layaknya seorang tahanan.
"Pangeran bilang, sampai kapanpun? Itu terdengar seperti aku akan terjebak di sini... selamanya."
Raze menyipitkan matanya sejenak, seperti sedang menimbang-nimbang sesuatu. Kemudian senyumnya terukir. Bukan senyum ramah yang biasa ia kenal dari laki-laki lain, tapi senyum tipis yang seolah menyembunyikan misteri.
"Lihat saja nanti apa yang akan terjadi," jawabnya santai, namun ada nada licik di balik setiap kata.
Sebelum ia sempat membalas, Raze berbalik meninggalkan Nara. Pintu besar itu tertutup perlahan, membuat suara yang berat dan bergema. Kini, Nara benar-benar sendirian.
Kalau dia berfikir aku bakalan selamanya terjebak di sini, dia sudah salah besar. Aku bahkan bisa kembali ke dunia nyata jika aku tertidur di sini.
...***...
Besoknya,
Kabar batalnya pernikahan Raze tersebar luas. Raze tiba-tiba punya niat menjadikan Nara istrinya, sehingga ia berani memgambil keputusan untuk membatalkan pernikahan yang sudah di depan mata. Persetan dengan konsekuensi kalah cepat dari Arven soal pernikahan, yang penting bagi Raze sekarang, dia harus menikah dengan orang menarik di hatinya. Bukankah menikah karena politik adalah kehancuran hidup? Raze jadi mikir seperti itu setelah bertemu Nara.
Aula sidang menyambutnya dengan kemegahan yang dingin. Pilar-pilar tinggi berdiri seperti penjaga bisu, sementara pandangan tajam para bangsawan menusuknya seperti ribuan mata pisau. Namun, Nara tetap berdiri tegak, menantang setiap tatapan dengan ketenangan. Tidak ada ketakutan di matanya, hanya kobaran api yang mengatakan ia takkan runtuh. Dia harus bisa melewati ini tanpa Uto.
Ketegangan di ruangan meningkat ketika suara berat pintu besar terbuka. Raja masuk dengan langkah perlahan tapi pasti, membawa aura mencekam yang membuat seluruh aula terdiam.
Waw, sekarang aku melihat tokoh utamanya, Raja dunia bayangan.
Ketika kasim memanggil namanya, Nara menarik napas dalam. Udara dingin terasa seperti bara di tenggorokannya.
"Apakah kau tahu alasan kenapa kau ada di sini?"
"Saya tidak tahu, Tuan." Begitu saja jawabnya. Nara tidak ingin bertindak gegabah, karena dia perlu memahami situasinya dulu, meskipun Raze penyebab dia di adili seperti ini karena dituduh menghina otoritas kerajaan.
"Baiklah, Raja akan berbicara langsung kepada Nona perihal pelanggarannya."
.
.
Bersambung.