Kesempatan kembali ke masa lalu membuat Reina ingin mengubah masa depannya yang menyedihkan.
Banyak hal baru yang berubah, hingga membuatnya merasakan hal tak terduga.
Mampukah Reina lari dari kematiannya lagi atau takdir menyedihkan itu tetap akan terjadi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Redwhite, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kematian Seca
Sejak bangun, Reina sudah merasa gelisah. Dia ingin berangkat kerja, tapi takut dihalangi oleh Vivian.
Jika akhirnya dia ikut dengan Vivian, ia bingung bagaimana harus memberi alasan pada Elke.
Setelah menarik napas panjang, Reina memutuskan keluar, dia berharap tak perlu izin untuk tak masuk kerja jika memang Harlan ingin bertemu dengannya lagi.
Di depan kamarnya sosok Vivian sudah berdiri tegak membuat Reina terkejut bukan main.
"Astaga Kau Vi!" dengusnya.
"Selamat pagi Nona. Sebaiknya Anda segera sarapan," pinta Vivian.
Elyana dan Meike yang melihat keduanya tentu merasa iri. Kini Reina memiliki pelindung dan pengawal pribadi. Elyana jelas ingin sepertinya, tapi itu tak mungkin terjadi, melihat bagaimana kejamnya Harlan, dia memilih cara lain untuk menghancurkan Reina.
Cih, aku ngga akan biarkan kamu bahagia Rei!
Anak sialan, harusnya El sama aku yang memiliki pengawal seperti dia.
"Pagi. Apa Harlan ingin bertemu denganku sepagi ini? Kamu ini sebenarnya pulang ke rumah apa menunggu di depan kamarku semalaman sih Vi?"
"Saya tinggal di kompleks perumahan ini Nona. Jam lima pagi saya akan datang ke sini, sebelum Anda bangun."
"Apa harus seperti ini?"
Vivian hanya mengangguk.
"Kamu belum jawab pertanyaanku! Harlan mau menemuiku pagi ini?"
"Saya belum menerima konfirmasi dari Tuan Lui. Tapi mendengar Tuan Harlan sedang ada di luar kota sepertinya pertemuan Anda dengannya ditunda," jelas Vivian.
Reina bernapas dengan lega. Syukurlah aku bisa bekerja.
"Berarti aku boleh berangkat kerja kan? Kita belum memutuskan!"
Ke lima orang yang berada di meja makan tak ada yang bersuara, mereka masih mendengarkan obrolan Reina dan asistennya.
"Ya. Tapi jika Tuan Lui meminta saya untuk membawa Anda, maka saat itu juga Anda akan pulang."
"Heh, kenapa bisa begitu. Aku ini kerja ada aturannya. Setidaknya Harlan harus menghargai atasanku!"
"Sebaiknya Anda lekas sarapan Nona," putus Vivian menghentikan perdebatan.
Reina menuju meja makan dan duduk di sudut seperti biasa.
Tak lama, Vivian memanggil seseorang dengan tangannya.
Dua orang tiba-tiba datang menghidangkan menu untuk dirinya sendiri.
Meike dan yang lainnya ikut melongo dengan hidangan sarapan Reina yang terlalu mewah.
Kelima orang itu lantas menatap menu sarapan mereka sendiri.
Reina sendiri tak kalah terkejutnya. Kenapa bisa sarapannya berbeda sendiri.
"I-ini apa?"
"Anda harus makan-makanan yang sehat dan bergizi Nona. Semua ini sudah diresepkan ahli gizi atas perintah Tuan Harlan."
"A-apa?"
Hendro dan lainnya kembali terkejut karena semua dipersiapkan oleh Harlan.
Katanya dia lelaki kejam, kenapa dia perhatian sekali sama anak sialan itu?— Meike
Harlan melakukan itu? Ngga mungkin pasti dia sengaja ingin membuat kami jengah— Laksmana.
Elyana bahkan tak bisa berpikir. Pikirannya kosong karena terkejut bukan main.
Hendro sendiri hanya berharap Harlan akan mampu memperlakukan Reina dengan baik.
Vano, dia tak memikirkan apa pun, hatinya hampa.
Reina segera menyantap makanan yang telah di sediakan. Hatinya sedikit tersentuh dengan perhatian Harlan.
Ngga Rei, kamu jangan bodoh, jangan cuma kaya gini kamu langsung merasa dia lelaki baik. Aku yakin dia pasti tengah merencanakan sesuatu.
Setelah selesai dengan sarapannya. Vivian segera menggiring Reina keluar. Di parkiran, seorang pengawal membuka 'kan pintu untuknya.
"Aku naik sepeda aja Vi," tolak Reina gugup.
"Saya tak mungkin membiarkan Nona mengendarai roda dua itu!"
"Kenapa memangnya?"
"Terlalu berbahaya Nona!"
"Ah, kamu jangan lebay Vi, alu biasa mengendarai sepeda!"
"Sebaiknya Nona masuk, karena jika Nona mengelak, bukan Anda yang akan mendapat masalah, tapi kami semua yang akan dihukum oleh Tuan Harlan karena dianggap tak becus!"
Tak lama, suara terikan dari dalam rumah membuat Reina keheranan.
"Ada apa?"
Vano keluar dengan wajah pucat. "Apa yang kalian lakukan pada pelayan kami hah!"
Vivian segera melindungi tubuh Reina di belakangnya.
"Anda harusnya bercerita dahulu sebelum menuduh kami!"
Hendro menyusulnya dan maju ke depan. "Maaf Nona Vivian." Hendro tak ingin anak keduanya membuat masalah pada pengawal Harlan. Cukup Laksmana yang dibuat babak belur hingga wajahnya penuh lebam-lebam dan tak dapat berbicara.
"Pih, kita harus panggil polisi!" pekik Meike ketakutan.
Vivian lantas menoleh, "Anda bisa terlambat Nona, sebaiknya Anda masuk ke mobil.
Pengawal di sebelah Vivian lantas memintanya masuk ke dalam mobil.
Tiba-tiba Reina merasa cemas dengan keadaan Vivian. Dia penasaran apa yang membuat keluarganya jadi berbuat gaduh pagi-pagi begini.
Sebelum mobil meninggalkan kediamannya, Reina menurunkan kaca mobilnya.
"Kamu akan baik-baik saja kan Vi?"
Vivian tersenyum tipis, "Nona jangan khawatir. Saya akan baik-baik saja."
Sepeninggal Reina, suasana kembali tegang. Vivian menatap tajam ke arah keluarga Angkasa.
"Ada apa dengan kalian?" tanyanya tajam.
"Kau, apa yang kau lakukan dengan Seca hah! Dia bunuh diri di kamarnya!" bentak Meike kesal.
Vivian tetap tenang, "bukankah kalian sudah menghubungi polisi? Tunggu saja penyelidikan mereka. Pesan saya jangan ganggu Nona Reina atau saya akan bertindak."
"Kamu mengancam kami?" sela Vano kesal.
"Terserah bagaimana anggapan kalian, tapi kami memang tak pernah main-main dengan ucapan kami."
Tak lama ponsel Elyana menerima banyak sekali notifikasi. Di media sosial milik Seca, wanita yang menjadi pelayan setia ibunya itu menggugah video-videonya yang tak senonoh.
Dirinya memang berteman dengan Seca di sosial media, jadi dia bisa melihat unggahan wanita itu.
"Mih, sini Mih!" panggil Elyana.
Gadis itu lantas memperlihatkan ponselnya pada seluruh anggota keluarga.
Mereka semua terkejut bukan main kalau Seca seliar itu di luaran sana.
"Apa dia gila menggugah video seperti itu?"
"Lihat Mih, banyak sekali hujatan untuk dia."
Vano merasa heran, Apa dia bunuh diri karena hujatan itu? Lalu kenapa dia sebodoh itu menggugah aibnya sendiri.
Kakak kedua Reina itu menatap Vivian yang terlihat tenang.
"Ini pasti perbuatan kalian!" dengusnya.
Meike yang mendengar ucapan Vano juga menatap Vivian.
"Benar, kemarin-kemarin enggak ada Seca membuat video yang aneh-aneh. Setelah kamu melumpuhkan dia, tahu-tahu banyak unggahan dia yang tak masuk akal."
Vivian tersenyum tipis. "Jika kalian ingin menuduh, sebaiknya siapkan bukti, kalau tidak maka akan bisa berbalik dengan tuduhan pencemaran nama baik!"
Meike terdiam ketakutan, ini hanya asumsi mereka saja karena unggahan Seca menjadi aneh hanya selang sehari wanita itu dibawa pergi oleh Vivian kemarin.
Setelah pulang, Seca juga hanya mengurung diri di kamarnya dan tiba-tiba ditemukan mengakhiri hidupnya sendiri.
"Kita memang ngga ada bukti, tapi hanya kalian yang punya kuasa melakukan hal seperti itu. Kita lihat saja hasil penyidikkan polisi!" ucap Vano kecut.
"Jika Anda tahu kami seperti itu, maka pesan saya jangan pernah main-main dengan ucapan kami, mengerti?"
Setelah berkata demikian, Vivian berlalu dari sana hendak menyusul Reina ditempat kerjanya.
Tugasnya adalah melindungi Reina, tadi terpaksa dia membiarkan Reina seorang diri sebab harus membuat peringatan pada mereka.
Kematian Seca jelas membuat pukulan telak untuk keluarga Angkasa, dan membuktikan jika Harlan memang lelaki berdarah dingin, meski lelaki itu tak mengotori tangannya secara langsung.
"Bukan hanya Seca, kami jelas tahu catatan hitam kalian, jika kalian bertingkah, maka bersiaplah menghapi kehancuran hidup kalian sendiri!"
Tubuh kelima orang itu menegang, mereka yakin jika Vivian dan juga Harlan pastinya telah memiliki suatu rahasia mereka.
"Pesan saya, jangan sampai Reina tahu berita ini. Kami akan tahu kalau salah satu dari kalian memberitahunya. Dan jika itu terjadi—"
Meike memilih menarik Elyana menjauh, dia ingin memperingatkan Elyana agar tak membuat keributan dan menuruti ucapan Vivian agar mereka selamat.
.
.
.
Lanjut