NovelToon NovelToon
Menikah Dengan Dosen

Menikah Dengan Dosen

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Nikah Kontrak
Popularitas:3.4k
Nilai: 5
Nama Author: Izzmi yuwandira

Demi melanjutkan hidup, Hanum terpaksa melarikan diri keluar kota untuk menghindari niat buruk ayah dan ibu tiri yang ingin menjualnya demi memperbanyak kekayaan. Namun siapa sangka kedatangannya ke kota itu justru mempertemukannya dengan cinta masa kecilnya yang kini telah menjadi dosen. Perjalanan hidup yang penuh lika-liku justru membawa mereka ke ranah pernikahan yang membuat hidup mereka rumit. Perbedaan usia, masalah keluarga, status, masa lalu Abyan, dan cinta segitiga pun turut menjadi bumbu dalam setiap bab kisah mereka. Lalu gimana rasanya menikah dengan dosen? Rasanya seperti kamu menjadi Lidya Hanum.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Izzmi yuwandira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sixteen

Alexa mengunjungi sebuah mall mewah di kawasan Jakarta. Dengan penuh percaya diri, ia berjalan dari satu butik ke butik lainnya, ia memilih barang-barang mewah seperti tas, sepatu, dan perhiasan tanpa melihat harga. Teman-teman nya juga ikut memilih beberapa barang yang sangat mahal.

Di kasir, Alexa menyerahkan kartu ATM miliknya dengan senyum penuh kepuasan. Namun, saat kasir mencoba memproses pembayaran, wajahnya berubah gugup.

"Maaf, Bu, transaksi ini tidak dapat diproses. Sepertinya ada masalah dengan kartu Anda"

"Haa? Masa sih mbak? Coba deh sekali lagi"

Pihak kasir mencoba melakukan transaksi sekali lagi untuk membuktikan nya pada Alexa.

"Maaf mba tetap tidak bisa" Pihak kasir mengembalikan kartu ATM milik Alexa.

Alexa mengernyit, lalu mengambil ponselnya untuk memeriksa saldo. Matanya membelalak ketika mendapati bahwa kartunya telah diblokir.

Ia sangat kesal dan malu, terlebih lagi dihadapan teman-teman nya. Ia mematung dan melihat teman-temannya telah menyelesaikan pembayaran.

"Kamu lagi bertengkar sama Sadam?" Tanya Malika.

Alexa hanya diam, Ia segera menelepon Sadam dengan nada marah.

"Sadam! Apa-apaan ini? Kenapa kartu ATM-ku diblokir? Aku tidak bisa bayar belanjaanku di sini!"

Sadam berbicara dengan tenang

"Alexa, aku rasa kamu sudah cukup menghambur-hamburkan uang. Ini cara untuk membuatmu berhenti."

Alexa berteriak "Kamu gila? Aku membeli semua ini untuk memperbaiki citra kita sebagai keluarga! Kalau aku dipermalukan di sini, itu semua salahmu!"

"Kalau kamu ingin memperbaiki citra, mulai belajar cara jadi ibu yang baik untuk anak-anak kita. Coba kamu pikir, memangnya media bakalan menyoroti semua belanjaan kamu? Atau barang-barang branded kamu?? Nggak!!!! Tapi tingkah laku kamu!! Aku tidak akan membuka blokir itu sampai kamu berubah."

Alexa menutup telepon dengan marah, wajahnya memerah. Ia meninggalkan mall dengan tangan kosong, sambil bersumpah dalam hati untuk membalas perlakuan Sadam.

Namun, ia tidak berhenti di situ. Sesampainya di rumah, Alexa langsung menelepon ayahnya untuk mengadukan perbuatan Sadam.

"Ayah, Sadam sudah melewati batas! Dia memblokir kartuku dan mempermalukan aku di depan orang-orang di mall!"

Indra yang mendengar Alexa marah-marah juga ikut emosi.

"Apa? Ada hak apa dia memblokir ATM mu?"

"Ayah aku malu banget, mana disini ada teman-teman ku" rengek Alexa.

"Kurang ajar Sadam!! Dia berani memperlakukan anakku seperti ini? Tunggu, Alexa, aku akan datang ke rumahmu dan membereskannya! Sadam harus tahu siapa yang berkuasa di sini." Ucap Indra.

Mertua Sadam, dengan amarah meluap, segera merencanakan kunjungan ke rumah Sadam untuk konfrontasi besar.

***

Sadam pulang kerumah bersama dengan Adryan. Begitu melangkah masuk ia sudah disuguhkan dengan wajah merengut Alexa diruang tamu. Namun sepertinya Sadam tidak menggubrisnya, pria itu melewatinya tanpa menatapnya.

"Sadam!!!!" Bentak Alexa.

Pria itu menoleh malas.

"Aku mau ngomong!!"

"Udah lah Alexa, aku pening banget dengerin kamu ngomong"

Amarah Alexa semakin memuncak.

"Udah lah aku capek, itu Bukan urusan aku"

"Tentu aja itu urusan kamu, aku istri kamu"

Sadam yang tadinya beranjak pergi, menghentikan langkahnya.

"Ingat yaaa Sadam, kamu nggak berhak ngelakuin itu ke aku. Kamu nggak berarti apa apa kalau nggak ada aku"

"Cukup Alexa"

"Kenapa?? Kamu sakit hati? Aku perjelas ya, tanpa bantuan dari orang tua aku. Kamu bukan siapa-siapa dan nggak akan bisa jadi apa-apa, kamu harus camkan itu Sadam" ucap Alexa.

"Alexa!!!!!!!" Bentak Sadam.

Malam itu, suasana di ruang tamu rumah Alexa terasa tegang. Lampu ruang tamu menyala terang, tetapi hawa di dalamnya seolah lebih dingin dari biasanya.

Indra datang dan membuat suasana semakin tegang, siapa lagi yang mengundang pria paruh baya ini datang kerumahnya kalau bukan aduan dari istrinya.

"Ayahhh..." Rengek Alexa.

Indra melangkahkan kaki nya lebih dekat dengan mereka, pria itu duduk di sofa ruang tamu.

Indra duduk di sofa dengan wajah dingin, sorot matanya tajam menatap Sadam yang duduk di seberangnya. Alexa berdiri di dekat sofa gelisah dengan napas tak beraturan.

Sadam mencoba bersikap tenang, tetapi jelas terlihat dari cara ia menggenggam jemarinya sendiri bahwa ia sedang menahan ketegangan. Indra akhirnya membuka suara, suaranya dalam dan berat, seakan menyembunyikan amarah yang bisa meledak kapan saja.

"Sadam, aku nggak suka berbicara panjang lebar. Tapi malam ini, aku perlu memastikan kau mengerti sesuatu."

Sadam menelan ludah, tapi tetap mempertahankan ekspresi tenangnya.

"Kau pikir apa yang kau lakukan dengan memblokir kartu ATM Alexa? Kau pikir itu lelucon? Kau sengaja mempermalukan anakku di depan umum?!"

Suara Indra meninggi, dan Alexa mengepalkan tangannya, mengingat betapa malunya ia ketika tidak bisa membayar belanjaannya di kasir, sementara orang-orang menatapnya dengan tatapan penuh tanya.

("Tarik napas dulu, Sadam, jangan terpancing," batinnya). "Pak, saya punya alasan sendiri untuk melakukan itu."

"Alasan?" Indra menyeringai sinis, lalu mencondongkan tubuhnya ke depan, tatapannya semakin menusuk.

"Dengar baik-baik, Sadam. Aku tidak peduli dengan alasanmu. Tapi aku tidak akan diam kalau kau berani mempermainkan anakku seperti ini. Aku tidak mendidiknya untuk jadi perempuan yang bisa kau perlakukan seenaknya!"

Sadam terdiam. Rahangnya mengeras, seolah ingin membalas, tapi sesuatu dalam sorot mata Indra membuatnya menahan diri.

"Mulai sekarang, jangan pernah coba-coba mempermalukan Alexa lagi. Aku tidak ingin mendengar atau melihat hal seperti ini terjadi lagi. Kalau sampai aku dengar kau menyakitinya, jangan salahkan aku kalau aku turun tangan langsung."

Ruangan terasa semakin sempit. Alexa menggigit bibirnya. Sadam menarik napas panjang. Ia tahu, ini bukan sekadar peringatan biasa. Indra bukan tipe orang yang hanya berbicara tanpa tindakan.

Sadam menarik napas panjang. Ia tahu, jika ia diam saja, mertuanya akan terus menekan. Maka, dengan suara yang sedikit tertahan, ia akhirnya angkat bicara.

"Pak Indra, saya tahu Bapak marah. Saya juga sadar kalau tindakan saya terlihat keterlaluan. Tapi saya punya alasan."

Indra menyipitkan matanya, ekspresinya tetap dingin. "Alasan?"

Sadam mengangguk, lalu menatap Alexa sejenak sebelum kembali ke Indra.

"Alexa bukan hanya istri saya, Pak. Dia juga ibu dari anak kami. Tapi lihat sendiri, dia tidak becus menjalankan perannya."

Alexa terkejut. Matanya membelalak, dadanya naik turun karena emosi yang tertahan.

"Apa maksudmu, Sadam?"

Sadam menghela napas sebelum melanjutkan, suaranya kini lebih tegas.

"Sejak anak kita lahir, siapa yang lebih banyak mengurusnya? Dia dibesarkan oleh Bibi pengasuh! , lalu saya yang menenangkan saat dia menangis, saya yang memastikan semua kebutuhannya terpenuhi. Sementara kamu? Tidak masalah jika kamu tidak bisa menjadi ibu untuk Keira , tapi Aca?? Dia itu putri kandung kamu. Dia butuh kasih sayang Kamu. Di pagi hari padahal Kamu tidak punya pekerjaan apapun, tapi kamu nggak bisa mengantar dia sebentar saja ke sekolah nya? Kamu terlalu sibuk dengan duniamu sendiri, sibuk dengan kenyamananmu, tanpa sadar kalau kamu sudah punya tanggung jawab besar!"

Alexa terdiam. Hatinya berdesir, antara marah dan merasa tersindir.

Indra masih tetap duduk, tapi kini matanya mulai memperhatikan Sadam lebih dalam. Ia tidak langsung membalas, membiarkan kata-kata menantunya menggantung di udara.

"Saya bukan suami yang sempurna, Pak, saya tahu itu. Tapi saya hanya ingin Alexa sadar. Kalau saya memblokir kartu ATM-nya, itu bukan untuk mempermalukannya. Saya hanya ingin dia mengerti bahwa hidupnya sekarang bukan hanya tentang dirinya sendiri. Dia seorang ibu. Dan seorang ibu harus lebih bertanggung jawab!, kamu tau? Pagi tadi aca hampir mengalami pelecehan seksual. Apa kamu tau itu???"

Suasana semakin sunyi. Alexa menggigit bibirnya, menahan air mata yang hampir jatuh. Kata-kata Sadam memang menyakitkan, tapi apakah benar?

Indra akhirnya menarik napas panjang, lalu bersandar di sofa.

"Jadi itu alasanmu?"

Sadam mengangguk.

"Baik, kalau begitu, aku akan tanya langsung ke Alexa."

Ia mengalihkan pandangannya ke putrinya yang masih berdiri di dekat sofa.

"Alexa, apa yang dikatakan Sadam benar? Kamu bahkan tidak menjaga putrimu sendiri?"

Alexa terdiam. Dadanya terasa sesak. Ia ingin membela diri, tapi ada bagian dari hatinya yang mulai meragukan tindakannya sendiri.

Indra memperhatikan ekspresi putrinya. Lalu, setelah beberapa detik yang terasa seperti selamanya, ia berdiri dan menatap Sadam dengan lebih tenang.

"Aku mengerti maksudmu, Sadam. Tapi caramu salah."

Sadam menatap mertuanya dengan bingung.

"Kalau kau ingin Alexa berubah, bicaralah, jangan mempermalukannya. Menjadi ibu memang tidak mudah, dan mungkin dia masih belajar. Tapi jangan pakai cara yang membuatnya merasa dihancurkan."

Sadam mengatupkan bibirnya, sementara Alexa menunduk.

"Aku tidak membela Alexa. Aku hanya ingin kalian menyelesaikan ini dengan kepala dingin. Kalau dia memang salah, biarkan dia introspeksi, tapi kau juga harus belajar bagaimana membimbing, bukan menghukum."

Ruangan kembali sunyi. Malam itu, bukan hanya Alexa yang merenung, tetapi juga Sadam. Mungkin, cara mereka selama ini memang belum benar.

***

Di sebuah kafe yang tidak terlalu ramai, Abyan duduk berhadapan dengan Bram, salah satu staf di kantor ayahnya, Sadam. Suasana di luar mendung, angin sore berhembus pelan melalui jendela kaca yang terbuka sedikit. Kopi di atas meja Abyan masih mengepul, tapi ia belum menyentuhnya.  

Bram, seorang pria berpenampilan rapi dengan jas kantornya, menyandarkan tubuhnya di kursi dan menatap Abyan dengan santai.

  

"Kamu udah nunggu lama?" Tanya Bram.

"Ah nggak om" jawab Abyan.

"Makin ganteng aja kamu bi, gimana kabarmu?

"Om bisa aja. Aku Alhamdulillah baik om, om sendiri gimana?" Abyan bertanya balik.

"Om juga baik bi"

"Kamu beneran gak sibuk kan bi?" Tanya Bram lagi.

"Nggak om, santai aja"

"Jadi gini bi, om ajak kamu ketemuan karena pengen omongin hal penting"

"Tentang apa itu om?" Tanya Abyan.

"Abyan, aku nggak ngerti kenapa kamu capek-capek kerja di sana-sini. Kamu itu anak Pak Sadam. Beliau punya banyak perusahaan besar. Kalau kamu mau, kamu bisa langsung masuk ke salah satu dari mereka."

Abyan mengangkat wajahnya. Matanya tajam, ekspresinya datar.  

"Aku nggak tertarik."

Bram tertawa kecil, menggelengkan kepala seakan tak percaya.  

"Serius? Kamu menolak kesempatan emas gitu aja? Ini bukan cuma soal kerja, Byan. Ini soal masa depan. Kamu bisa hidup nyaman tanpa harus susah payah seperti ini."

Abyan tersenyum tipis, tapi bukan karena senang—lebih seperti senyum yang menyimpan kepahitan.  

"Nyaman?"*

Ia menatap Bram lurus-lurus.  

"Buat aku, nggak ada yang nyaman dari menerima sesuatu yang berasal dari orang yang bahkan nggak pernah peduli sama aku."

Bram terdiam. Ia bisa merasakan perubahan aura Abyan, sesuatu yang lebih dingin dan berat daripada sebelumnya.  

"Ayahku mungkin punya banyak perusahaan. Mungkin aku bisa masuk dan langsung dapat posisi tinggi di sana. Tapi buat apa? Buat kerja di bawah orang yang bahkan nggak pernah ada buatku? Buat seseorang yang bahkan nggak peduli waktu ibuku meninggal?"

Suaranya tetap tenang, tapi jelas ada kepedihan yang tertahan.  

Bram menarik napas, mencoba memahami.  

"Byan, aku ngerti kamu kecewa. Tapi ini hidup. Kadang kita harus menerima kenyataan, nggak semua orang tua bisa jadi seperti yang kita harapkan."

Abyan menatapnya dengan mata tajam.  

"Aku nggak butuh dia, Om. Sejak kecil aku hidup tanpa perhatiannya. Ibuku yang mengajarkan aku segalanya, bukan dia. Dan sekarang, aku nggak akan tiba-tiba datang ke perusahaannya dan pura-pura semuanya baik-baik saja hanya demi uang."

Bram terdiam.  

Abyan menarik napas pelan, menegakkan bahunya.  

"Aku lebih baik membangun jalanku sendiri. Tanpa campur tangan dari dia, lagipula dia tidak menerima kehadiran ku disana"

Ia kemudian meraih jaketnya yang tergantung di kursi.  

"Terima kasih udah ngajak bicara, Om. Tapi sepertinya kita nggak ada yang perlu didiskusikan lagi."

"Perjalanan mu masih panjang, kamu masih sangat muda" ucap Bram.

"Om denger, kamu kewalahan bayar biaya rumah sakit Oma beberapa tahun ini. Kenapa gak bilang?"

"Aku hanya ingin menebus semua kesalahan aku om"

"Kesalahan apa?"

"Kecelakaan itu... Terjadi karena aku"

"Itu semua udah ajal nak, ga ada satupun orang yang bisa menghindari nya"

"Tapi tetap aja, semua itu karena kesalahan aku dimasa lalu om"

"Byan, stop salahin diri sendiri. Stop merasa bersalah, itu bukan salah kamu"

"Nggak om Bram, karena aku Oma jadi koma"

"Aku nggak bisa" ucap Abyan dengan nada lirih.

Abyan kembali merasakan nyeri di dadanya ketika mengingat almarhum ibunya. Ia gagal untuk menjadi seseorang yang tegar.

"Lagipula Semua itu bukan punya aku om, aku nggak punya hak apa-apa. Aku mau berusaha sendiri, dengan kemampuan yang aku punya" ucap Abyan.

"Biarkan aku menebus semuanya" sambung Abyan.

"Selama polisi belum mengungkap penyebab kecelakaan dan kebakaran di kamar itu, kamu gak bisa menyalahkan dirimu atas kematian ibumu, atas apa yang menimpa Oma kamu selama beberapa tahun ini"

"Ingat Abyan, kamu bukan pembunuh" ucap Bram.

Abyan kembali merenung, ia cerna setiap kata yang di ucapkan oleh Bram. Kadang ia menerima, namun terkadang ia juga menolak. Perasaan bersalah itu sangat melekat di hatinya.

Bagaimana pun juga, ia yang memaksa minta mengendarai mobil pada waktu itu. Andaikan ia tidak mengemudikan mobil pada waktu itu, mungkin ibunya masih hidup sampai saat ini.

1
audyasfiya
Lanjutttt Thor, GK pake lamaaaaaa
audyasfiya
Dihhh aki aki 😕
audyasfiya
Seruuuuu bangetttttt 😭😭😭👍👍👍👍👍👍🌹🌹🌹🌹🌹🌹
Lorenza82
Bapakk gilaaaaaaaaaa
Lorenza82
Visual nyaa Chen ze yuan donggggg, gemess 🤗🤗🤗
Lorenza82
Dimas nih sebenarnya suka gak sih sama Arumi atau gimana? Kalau Arumi baper sama Dimas, tapi Dimas cuman anggap teman gimana dong? kecewa sih aku sama Dimas 🥺🥺
Lorenza82
Seruuu bangettt ceritanya, semangat terus kakkk ❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️
Sasya
Curiga gak sih, jangan-jangan ini kisah cinta author 🤣🤣🤣🤣
Rossa
Dimas nih meskipun nyebelin tapi dia itu soft banget, tutur katanya itu loh... aku sukaaa ❤️❤️
Nurul Fitria: Wkwk Dimas harusnya Lo juga bilang kalau Arumi juga cantik, greget ih
Sasya: Author nih pelit banget, update nya sekali banyak dong Thor 😭 lu gak kasian Ama gue Thor 😭
total 2 replies
Rossa
Oh my god, my heart is deg deg deg...
Rossa
Mauuu cowok kayak Dimas, cari dimana Thor? 😭😭
Kimz_915: Cari yg lain yaa... jangan Dimas 😌🙏
Nurul Fitria: Jawab Thor cari dimana Thor? 🤣🤣
total 2 replies
Resina Gelisa
semangat Thor lanjutin ceritanya unu
lontongletoi
bapa koplok
Sasya
Ubur-ubur ikan lele
Lanjut lee
Nurul Fitria
Update nya lama banget 😭😭
gue bolak balik check mana cuman 1 bab lagi Thor 😭😭 tegaaaaaa banget...
Rossa
Btw kasihan banget ibunya Hanum, selama ini harus menahan kan rasa sakit, di siksa habis-habisan sama suaminya... emang suami kurang ajar
Rossa
Tanggung jawab wahai author, mewek nih 😭😭 Semoga Hanum cepat ketemu sama Abyan deh
Nurul Fitria
Author kalau bisa post nya 1 hari 10 bab bisa gak? 🤣 Soalnya lama banget gitu nunggu hari esok
Sasya
Biarin aja usahanya jadi bangkruttt, gue nunggu banget tuh bapaknya sadar prestasi Abyan, nggak adil banget jadi org tua
Nurul Fitria: Tenang ege kak, ntar juga di adzab sama author nya awokawok
total 1 replies
Rossa
Greget banget liattt bapaknya si biann, kek apasihhhh bian juga anaknya loh 😭😭😭

Btw gue suka banget kak, sama pemeran pendukung nya, dimas sama Arumi semoga jadian yaaa 🤣🤣🤣🤣
Nurul Fitria: No... gue penumpang kapal Arumi-Darren
Sasya: Kawalll Ampe nikah kak, author jangan jahat yaaa sama mereka. gue gak mood baca kalau sampai kapal gue karam
total 4 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!