NovelToon NovelToon
Stalker Cinta

Stalker Cinta

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir
Popularitas:608
Nilai: 5
Nama Author: Queensha Narendra Sakti

"STALKER CINTA"
adalah sebuah drama psikologis yang menceritakan perjalanan Naura Amelia, seorang desainer grafis berbakat yang terjebak dalam gangguan emosional akibat seorang penggemar yang mengganggu, Ryan Rizky, seorang musisi dan penulis dengan integritas tinggi. Ketika Naura mulai merasakan ketidaknyamanan, Ryan datang untuk membantunya, menunjukkan dukungan yang bijaksana. Cerita ini mengeksplorasi tema tentang kekuatan menghadapi gangguan, pentingnya batasan yang sehat, dan pemulihan personal. "STALKER CINTA" adalah tentang mencari kebebasan, menemukan kekuatan dalam diri, dan membangun kembali kehidupan yang utuh.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Queensha Narendra Sakti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Jejak Imajinasi

Ryan mengetuk jarinya di atas meja, matanya terfokus pada layar ponsel yang menampilkan profil Instagram Naura. Desain-desain yang dipamerkan di feed-nya memiliki keunikan tersendiri—perpaduan warna yang berani namun harmonis, tipografi yang elegan, dan konsep yang dalam. Salah satu desain yang menarik perhatiannya adalah interpretasi visual dari lirik lagunya, "Melodi Sunyi."

"Ini berbeda," gumamnya pada diri sendiri. Selama bertahun-tahun berkarya, ia telah melihat ribuan interpretasi dari karyanya, tetapi karya Naura memiliki sesuatu yang berbeda. Ada kedalaman emosi yang tersirat, seolah dia benar-benar memahami makna di balik setiap kata dalam liriknya.

Tanpa sadar, jarinya men-scroll lebih jauh ke bawah, menelusuri karya-karya Naura lainnya. Setiap desain menceritakan sebuah kisah, dan Ryan menemukan dirinya tenggelam dalam narasi visual yang diciptakan gadis itu. Ada beberapa desain yang terinspirasi dari buku-bukunya, dan interpretasinya selalu tepat sasaran.

"Mas, lima menit lagi briefing," suara manajernya membuyarkan konsentrasinya.

Ryan mengangguk, tetapi matanya masih tertuju pada satu desain particular—sebuah ilustrasi digital yang menginterpretasikan puisi dari buku terbarunya. Desain itu telah mendapatkan ribuan likes dan komentar positif. Di caption-nya, Naura menuliskan analisis mendalam tentang makna puisi tersebut, hampir sepenuhnya sejalan dengan apa yang ia pikirkan saat menulisnya.

Setelah beberapa saat berpikir, Ryan memutuskan untuk meninggalkan komentar di salah satu post Naura. Bukan sebagai selebriti yang memuji penggemar, tetapi sebagai sesama creator yang mengapresiasi karya yang berkualitas. "Interpretasi yang menarik. Saya suka bagaimana kamu menangkap esensi dari puisi ini melalui pemilihan warna dan komposisi yang dinamis."

Beberapa menit kemudian, notifikasi masuk. Naura membalas komentarnya dengan profesional namun antusias, menjelaskan proses kreatif di balik karyanya. Interaksi berlanjut ke direct message, di mana mereka mulai mendiskusikan seni dan kreativitas secara lebih mendalam.

Ryan menemukan dirinya tertarik dengan cara berpikir Naura. Gadis itu tidak hanya memahami karyanya secara superfisial, tetapi juga mampu menangkap nuansa-nuansa halus yang bahkan terkadang luput dari perhatian kritikus musik dan sastra. Percakapan mereka mengalir natural, fokus pada karya dan kreativitas.

"Desain terbarumu mengingatkanku pada proses menulis 'Melodi Sunyi'," ketik Ryan. "Ada kesamaan dalam cara kita mengolah emosi menjadi karya."

Naura membalas dengan thoughtful, menjelaskan bagaimana musik dan tulisan Ryan sering menjadi katalis untuk ide-ide kreatifnya. Tidak ada jejak fan girl yang berlebihan dalam interaksinya—hanya ada diskusi professional antara dua seniman yang saling menghargai karya masing-masing.

Saat briefing dimulai, Ryan masih memikirkan percakapan mereka. Ada sesuatu yang menyegarkan dari interaksi ini—sebuah koneksi kreatif yang murni, tanpa embel-embel status selebriti dan penggemar. Untuk pertama kalinya, ia merasa bisa berbicara secara terbuka tentang proses kreatifnya dengan seseorang yang benar-benar memahami.

"Ada senyum-senyum sendiri, Mas?" goda manajernya.

Ryan menggeleng pelan. "Cuma nemuin sesuatu yang menarik aja," jawabnya singkat, menyimpan ponselnya dan beralih fokus ke jadwal hari itu. Namun di sudut pikirannya, ia sudah merencanakan untuk melanjutkan diskusi kreatif ini dengan Naura. Mungkin akan menarik untuk berkolaborasi suatu hari nanti, pikirnya. Tapi untuk saat ini, ia akan membiarkan interaksi ini mengalir dengan natural, tanpa ekspektasi apa pun.

Di sisi lain kota, Naura sedang tersenyum membaca balasan terakhir Ryan sebelum kembali fokus pada project desainnya. Tidak pernah terpikirkan olehnya bahwa idolanya akan menaruh perhatian pada karyanya, apalagi mengajaknya berdiskusi secara professional. Namun ia bertekad untuk tetap menjaga profesionalisme dan fokus pada aspek kreatif dari interaksi ini.

"Fokus, Naura," bisiknya pada diri sendiri, meskipun jemarinya masih gatal ingin mengecek notifikasi Instagram-nya. Ada deadline project yang harus diselesaikan, dan ia tidak mau membiarkan euforia ini mengganggu profesionalismenya. Lagipula, bukankah sikap profesional inilah yang membuat Ryan tertarik dengan karyanya?

Dengan tekad baru, Naura membuka file desain terbarunya. Kali ini, sebuah project untuk brand lokal yang membutuhkan sentuhan modern namun tetap mempertahankan nilai tradisional. Tanpa sadar, diskusinya dengan Ryan tentang menerjemahkan emosi ke dalam karya mulai mempengaruhi prosesnya berkarya. Ada sesuatu yang berbeda dalam cara ia memandang project ini sekarang—lebih dalam, lebih personal, namun tetap professional.

Layar laptopnya menampilkan beberapa sketsa awal yang telah ia buat. Jemarinya dengan lincah menggerakkan pen tablet, menambahkan elemen-elemen baru yang terinspirasi dari percakapannya dengan Ryan. Ia teringat bagaimana Ryan dalam salah satu bukunya menulis tentang menemukan keseimbangan antara tradisi dan modernitas—sesuatu yang sangat relevan dengan project-nya saat ini.

"Mungkin ini yang dia maksud tentang membiarkan emosi mengalir ke dalam karya," gumam Naura sambil menambahkan sentuhan batik kontemporer ke dalam desainnya. Warna-warna tradisional ia padukan dengan gradient modern, menciptakan harmoni yang tidak terduga namun menarik.

Ponselnya bergetar lagi—notifikasi baru dari Instagram. Naura melirik sekilas, melihat nama Ryan muncul di layar. Namun kali ini, dengan senyum kecil, ia meletakkan ponselnya dalam mode silent. Project ini harus selesai dulu. Ryan pasti akan menghargai profesionalismenya—lagipula, bukankah itu yang membuat interaksi mereka berbeda dari sekedar hubungan idol dan fan?

Waktu berlalu tanpa terasa. Ketika akhirnya Naura mengangkat kepala dari laptopnya, langit di luar jendela sudah berubah oranye. Ia meregangkan tubuh, puas dengan progress desainnya hari ini. Ada sentuhan berbeda dalam karyanya kali ini—sesuatu yang lebih matang, lebih berani, namun tetap elegan.

Akhirnya, ia mengambil ponselnya. Tiga pesan dari Ryan menunggu untuk dibaca. Yang pertama adalah tanggapan tentang penggunaan warna dalam desain terbarunya. Yang kedua, sebuah foto tulisan tangan—tampaknya lirik baru yang sedang ia kerjakan. Yang ketiga mengejutkan Naura.

"Minggu depan ada pameran seni di Gallery Kemang. Beberapa karya digitalmu cocok dipamerkan di sana. Tertarik untuk berpartisipasi? Aku salah satu kuratornya."

Jantung Naura berdegup kencang. Ini kesempatan besar—sesuatu yang bahkan tidak berani ia impikan. Namun ada keraguan kecil yang mengusik. Apakah ini tawaran professional yang murni? Atau karena Ryan merasa tidak enak sebagai public figure kepada fans-nya?

Setelah beberapa saat berpikir, Naura mengetik balasan: "Terima kasih atas tawarannya. Boleh saya tahu lebih detail tentang tema pamerannya? Ingin memastikan karya saya sesuai dengan konsep yang diusung."

Ryan membalas hampir seketika: "Temanya 'Digital Nostalgia'—interpretasi modern dari warisan budaya. Dari portofoliomu, sepertinya cocok. Kirimkan proposal karyamu ke email kuratorial kalau berminat. Akan dinilai seperti peserta lainnya."

Naura tersenyum. Jawaban yang professional—tepat seperti yang ia harapkan. Mungkin ini awal dari sesuatu yang baru dalam karirnya. Bukan sebagai penggemar yang beruntung, tapi sebagai seniman yang diakui karyanya.

"Baik, akan saya siapkan proposalnya. Terima kasih atas informasinya," balasnya singkat.

Malam itu, Naura bekerja dengan semangat baru. Project brand lokal dan proposal pameran berjalan beriringan. Ada energi berbeda yang mengalir dalam setiap goresan digitalnya. Ini bukan lagi tentang Ryan sebagai idola—ini tentang Naura dan perjalanan karirnya sendiri.

Di studio musiknya, Ryan tersenyum membaca balasan Naura. Ada sesuatu yang menyegarkan dari sikap profesionalnya. Dalam dunia di mana batas antara idola dan penggemar sering kabur, Naura seperti angin segar yang mengingatkannya pada passion murni berkarya.

"Masih chattingan sama desainer itu?" tanya Reza, gitaris band-nya, yang baru masuk studio.

Ryan menggeleng. "Bukan chattingan biasa. Dia punya potensi besar. Lihat deh." Ia menunjukkan portfolio Naura di layar ponselnya.

Reza mengamati beberapa karya Naura dengan seksama. "Gue akuin, ini bagus. Tapi lo yakin nggak akan ada yang salah paham? Lo tau sendiri kan gimana media sama fans yang lain?"

"Justru itu yang gue suka dari dia. Profesional. Nggak ada tanda-tanda fan girl berlebihan. Murni diskusi karya," jawab Ryan sambil meletakkan ponselnya. "Dan kita butuh desainer yang kayak gini buat album baru."

"Well, your call, bro. Tapi hati-hati aja. Lo tau sendiri gimana ceritanya Andra waktu itu sama fans-nya."

Ryan terdiam sejenak. Andra, teman selebritinya, pernah mengalami masalah besar ketika mencoba berkolaborasi dengan seorang fan. Tapi situasinya berbeda. Naura berbeda.

Sementara itu, di apartemennya, Naura sedang menyusun proposal pameran. Ia memutuskan untuk mengajukan seri karya terbarunya—interpretasi digital tentang cerita rakyat Indonesia. Bukan karya-karya yang terinspirasi dari Ryan. Ini adalah tentang membuktikan diri, bukan tentang koneksinya dengan sang idola.

Ponselnya bergetar lagi. Pesan dari sahabatnya, Dina.

"Gila! Ryan Rizky komen di post lo! Terus kalian DM-an? Cerita dong!"

Naura menghela napas panjang sebelum membalas: "Focus on the art, Din. Bukan orangnya. Ini kesempatan bagus buat karir gue. Jangan sampe salah langkah."

Ya, jangan sampai salah langkah. Naura mengulangi kata-kata itu dalam hati sambil melanjutkan proposalnya. Ada batas tipis antara kesempatan dan jebakan, dan ia bertekad untuk tetap berada di jalur yang benar.

Ketika malam semakin larut, Naura menyelesaikan sentuhan terakhir pada proposalnya. Ada perasaan bangga yang berbeda—bukan karena mendapat perhatian dari Ryan Rizky, tapi karena ia tahu karyanya memang layak untuk dipamerkan.

Di studio musik, Ryan juga masih terjaga, mengerjakan lagu barunya. Sesekali matanya melirik ke arah ponsel, mengecek email kuratorial. Ia berharap Naura akan mengirimkan proposalnya—bukan karena ia adalah penggemar, tapi karena Ryan melihat potensi besar dalam karyanya.

Malam itu, dua seniman bekerja di ruang yang berbeda, terhubung oleh benang tipis kreativitas. Bukan sebagai idola dan penggemar, tapi sebagai dua jiwa yang sama-sama mengejar kesempurnaan dalam karya mereka. Dan mungkin, itulah awal yang paling tepat untuk sebuah cerita.

Tepat pukul 23:45, Naura mengirimkan proposalnya ke email kuratorial. Ia membaca ulang sekali lagi sebelum menekan tombol 'send'. Tidak ada mention tentang Ryan atau karyanya—hanya murni konsep seni digitalnya tentang cerita rakyat Indonesia.

Di saat yang sama, Ryan menyelesaikan demo lagu barunya. Ada sesuatu yang berbeda dalam liriknya malam ini—sebuah cerita tentang dua jiwa yang terhubung oleh seni, namun terpisah oleh realita. Ia tersenyum tipis, menyadari dari mana inspirasi itu berasal.

"End of recording," bisiknya pada diri sendiri, menutup sesi malam itu.

Dua seniman. Dua karya. Satu malam yang mengubah arah cerita mereka.

Mungkin benar kata orang, seni punya caranya sendiri untuk mempertemukan jiwa-jiwa yang tepat. Tapi untuk saat ini, biarlah karya yang berbicara. Karena terkadang, jarak adalah ruang yang dibutuhkan agar sesuatu bisa tumbuh dengan indah pada waktunya..

1
Aulia Nur
aku tunggu kedatangan nya yaa...
🤗
Queen: terimakasih kk Aulia Nur sudah dukung aku kk
total 1 replies
grr_bb23
Halaman profil author terlihat sepi, tolong sedikit perhatian untuk pembaca yang setia!
Queen: terimakasih juga bang grr_bb23
total 1 replies
Melanie
Intensitas emosi tinggi.
Queen: iya kk cerita penuh emosi banget kk
total 1 replies
DARU YOGA PRADANA
Penuh emosi deh!
Queen: sangat banget emosi ya😭
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!