ZUA CLAIRE, seorang gadis biasa yang terlahir dari keluarga sederhana.
Suatu hari mamanya meninggal dan dia harus menerima bahwa hidupnya sebatang kara. Siapa yang menyangka kalau gadis itu tiba-tiba menjadi istri seorang pewaris dari keluarga Barasta.
Zua tidak pernah menyangka hidupnya akan berubah dalam semalam. Tapi menjadi istri Ganra Barasta? Bukannya senang, Zua malah ketakutan. Apalagi pria itu jelas-jelas tidak menyukainya dan menganggapnya sebagai musuh. Belum lagi harus menghadapi anak kedua dari keluarga Barasta yang terkenal kejam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ep 31 Kau yakin bilang aku bocah?
Semua orang akhirnya meninggalkan vila Lucky. Bunga diam-diam menatapi Ganra dari jauh. Dia masih selalu berharap pada pria itu, mantan pacar yang selalu dia cintai. Menurutnya hubungan Ganra dan calon isterinya akan kurang harmonis, selain mereka menikah karena dijodohkan, Bunga perhatikan Zua tidak memperlakukan Ganra dengan baik, gadis itu selalu cemberut.
Bunga tersenyum miring, gadis muda sepertinya memang tidak cocok dengan Ganra. Dialah yang jauh lebih cocok, karena mereka sudah sama-sama dewasa dan dia pasti akan mengutamakan Ganra. Apapun yang Ganra mau pasti akan dia penuhi. Gadis itu, masih sangat jauh. Bunga berharap pernikahan mereka batal dan Ganra segera sadar kalau gadis itu tidak cocok dengannya.
"Kau lihat apa?" Lucky bertanya sambil mengikuti arah pandang Bunga, tapi Bunga segera mengalihkan pandangannya dengan cepat.
"Tidak lihat apa-apa." jawab Bunga dan langsung naik ke mobil. Lucky masih bingung namun memilih tidak peduli.
Di dalam mobil Ganra, suasana dalam mobil terasa canggung. Zua duduk di kursi penumpang dengan tangan terlipat di dada, menatap ke luar jendela seolah pemandangan di luar jauh lebih menarik daripada pria yang duduk di sebelahnya. Ganra, di sisi lain, tetap fokus menyetir, tapi sesekali melirik Zua yang jelas-jelas masih kesal dengannya.
"Apa kau akan terus diam seperti ini?" tanya Ganra akhirnya, memecah keheningan.
Zua tetap menatap ke luar jendela.
"Aku tidak tahu mau bicara apa." balas Zua.
Ganra menghela napas panjang.
"Claire, aku tahu tadi aku keterlaluan tadi. Itu hanya mimpi, harusnya aku tidak melampiaskannya padamu."
Zua akhirnya menoleh, menatapnya dengan tatapan tajam.
"Kau baru sadar?"
Ganra tersenyum tipis, tapi tidak ada canda dalam matanya.
"Aku sudah sadar sejak tadi, hanya saja, aku masih kesal dengan mimpiku."
Zua mengerutkan kening, lalu mengalihkan pandangan lagi.
"Terserah kau saja."
Ganra ingin mengatakan lebih banyak, tetapi mereka sudah sampai di butik. Ia memarkir mobil, lalu keluar dan berjalan ke sisi Zua untuk membukakan pintu. Namun, Zua sudah lebih dulu membukanya sendiri dan keluar tanpa menunggu uluran tangan darinya.
Mereka masuk ke butik, di mana seorang pegawai sudah menunggu. Pegawai tersebut langsung mengenali Ganra, tetapi begitu melihat Zua dan penampilan gadis itu, ia tampak sedikit heran.
"Kami dari vila langsung ke sini. Dia belum mandi, jangan heran kalau pakaiannya begitu."
Zua langsung memelototi Ganra. Suasana yang canggung antara keduanya tadi menjadi sedikit lebih ringan karena Ganra mulai kembali dengan mode tengilnya lagi.
Pegawai butik tersebut ikut tersenyum kecil.
"Selamat datang tuan muda Ganra dan tunangannya! Gaun pengantinnya sudah siap dicoba." kata pegawai itu kemudian.
Zua mengangguk, lalu mengikuti pegawai itu ke ruang ganti. Sementara itu, Ganra duduk di sofa yang tersedia, menunggu dengan perasaan yang entah bagaimana terasa aneh. Ia tidak pernah membayangkan akan duduk di sini, menunggu calon istrinya mencoba gaun pernikahan mereka.
Tak lama, tirai ruang ganti terbuka, dan Zua melangkah keluar.
Ganra menahan napas.
Gaun itu seakan dibuat khusus untuknya, sederhana, elegan, dan sangat cocok dengan sosok Zua. Bahannya jatuh dengan indah, mempertegas lekuk tubuhnya tanpa terlihat berlebihan. Rambutnya yang masih diikat kuda memberikan kontras yang menarik, membuatnya terlihat anggun sekaligus tetap seperti dirinya sendiri.
Zua menatap bayangannya di cermin, merasa canggung.
"Sepertinya terlalu berlebihan." Dia belum pernah mengenakan gaun seindah ini, jadi menurutnya agak sedikit berlebihan.
Ganra berdiri, berjalan mendekatinya.
"Tidak berlebihan." katanya pelan di telinga Zua.
"Itu sangat cocok untukmu, bocah."
Zua mendelik tajam ke pria yang berdiri di belakangnya. Ternyata Ganra berdiri sangat dekat, tapi Zua tidak peduli dekat atau tidak, dia sekarang sedang kesal karena di bilang bocah.
"Aku bukan bocah, kau yang bocah. Mimpi saja dibawa-bawa sampai ke dunia nyata!" balas Zua ketus.
Ganra tertawa kecil. Ia menunduk lagi mendekatkan wajahnya ke telinga Zua.
"Kau yakin bilang aku bocah? Kau sudah menggenggam pe-nisku. Menurutmu ukurannya seperti bocah?"
Wajah Zua memerah seketika. Ia mendorong tubuh Ganra menjauh darinya.
"Sinting." katanya. Ganra hanya terkekeh. Dari tadi suasana di antara keduanya sangat canggung. Ganra tidak mau begitu terus, dia tidak tahan diam-diaman terus kalau sama Zua. Tidak bisa. Dia lebih senang menggoda gadis itu dan membuatnya kesal sekaligus malu.
Zua kembali menatap dirinya di cermin, fokus dengan gaun yang dia kenakan.
"Sudah ku bilang gaun itu cantik di tubuhmu, Claire. Kali ini aku serius." kata Ganra lagi masih berdiri di belakang Zua. Zua menatapnya lewat kaca, mencari kesungguhan di mata lelaki itu apakah dia benar-benar serius atau sedang mempermainkannya seperti tadi.
Sepertinya serius. Zua malah jadi berdebar saat pria itu serius.
Ia lebih berdebar lagi saat tangan Ganra tiba-tiba menggenggam bahunya.
"Kau akan menjadi gadis yang paling cantik di pernikahan kita nanti, aku pastikan itu."
Hening. Setelah Ganra mengatakan kalimat itu, suasana berubah hening. Keduanya saling menatap lewat cermin. Tetapi sesaat kemudian pegawai butik yang tadi muncul dan Zua cepat-cepat menjauh dari Ganra.
Saat pegawai butik memeriksa kembali ukuran gaun dan mencatat detail terakhir, Zua kembali ke ruang ganti untuk mengganti pakaiannya. Begitu tirai menutup, ia menghela napas panjang.
Kenapa Ganra selalu seperti ini? Kadang begitu menyebalkan, di lain waktu ucapannya bisa menggoyahkan hatinya dengan mudah. Zua menggigit bibirnya, menatap pantulan dirinya di cermin. Gaun itu memang terlihat indah, tapi yang lebih mengganggunya adalah cara Ganra melihatnya tadi, seolah dirinya benar-benar seseorang yang berarti.
Zua menggeleng cepat, mencoba mengusir pikiran itu. Tidak, ia tidak boleh terlalu dalam memikirkan perasaan Ganra. Hubungan mereka hanya perjodohan. Tidak lebih. Dan Ganra belum tentu menyukainya. Dia tidak boleh baper. Nanti dirinya yang tersiksa sendiri.
Sementara itu, di luar, Ganra masih duduk di sofa butik. Ia memijat pelipisnya, merasa kesal dengan dirinya sendiri. Terutama perasaannya. Dia benar-benar tidak bisa lagi mengontrol perasaannya saat sedang bersama gadis itu. Gila, ini benar-benar gila. Dia sendiri bingung kenapa bisa secepat ini perasaan seperti akan timbul.
Tak lama, Zua keluar dari ruang ganti dengan pakaian sebelumnya.
"Aku sudah selesai," katanya singkat.
Pegawai butik tersenyum.
"Baik, kami akan memastikan gaunnya siap pada hari pernikahan. Nona tidak perlu khawatir."
Zua mengangguk, lalu melirik Ganra.
"Ayo pulang."
Ganra berdiri menarik tangan Zua keluar dari butik tersebut.
"Aku bisa jalan sendiri, tidak perlu di tarik," tetapi Ganra tidak peduli, ia terus menarik tangan Zua. Tidak kasar. Zua pun hanya bisa pasrah.
Author nulisnya diulang-ulang.
mengubah semua menjadi kisah bahagia, dinsing - dinding yg beku kini sedikit mencair. membuka lembaran baru dalam sejarah Dinasti Barasta..
What's yours will return, unless God has other plans... that's the point dragonnaily 😎