Seorang Wanita yang berjuang bertahun-tahun menghadapi badai hidupnya sendirian, bukan sebuah keinginan tapi karena keterpaksaan demi nyawa dan orang yang di sayanginya.
Setiap hari harus menguatkan kaki, alat untuk berpijak menjalani kehidupan, bersikap waspada dan terkadang brutal adalah pertahanan dirinya.
Tak pernah membayangkan, bahwa di dalam perjalanan hidupnya, akan datang sosok laki-laki yang mampu melindungi dan mengeluarkannya dari gulungan badai yang tak pernah bisa dia hindari.
Salam Jangan lupa Bahagia
By Author Sinho
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sinho, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
My LB-30
Terdengar suara amarah yang meledak-ledak, Sandiago Gurven telah menyiapkan acara pesta pernikahan mewahnya, tapi di luar dugaan, keuangan yang ada padanya kini membuat miris, semua aset telah terjual habis dan kali ini harus mengorbankan perusahaannya.
"Aku tidak menyangka, kenapa semua ini bisa terjadi!" Teriaknya, merasa putus asa dan masih tak bisa menerima.
Dalam waktu hanya empat hari saja, roda kehidupan Sandiago Gurven seolah berputar begitu cepat, semuanya sirna, dan tinggal satu harapan, dimana dirinya dengan terpaksa menggadaikan perusahaan demi keselamatan bisnisnya.
Ricky yang tengah berada didekatnya hanya terdiam, seolah tak mau pusing ikut campur urusan Sandiago Gurven, baginya hanya uang yang harus terus mengalir ke rekeningnya.
"Aku hanya ingin mengingatkan, Dryana sudah aku serahkan padamu sepenuhnya, kau harus bertanggung jawab, aku tak peduli dengan Mozart Company yang sudah kau jual, asal jangan lupa setiap bulan harus ada uang yang mengalir ke rekening kami"
"Brengsek!, tidak bisakah kau sedikit saja mengerti keadaan ku sekarang ini?!" Geram rasanya Sandiago melihat laki-laki yang ada di hadapannya.
Dan akhir dari cerita, Ricky diusir oleh Sandiago Gurven sebelum dirinya hilang kesabaran dan menghajarnya.
Dengan sangat terpaksa akhirnya Sandiago Gurven menggagalkan acara pesta, cukup menyeret Dryana untuk di nikahi secara Sah dan untuk sementara tak harus ada pesta.
"Aku kemari ingin mengambil mu, ikut aku dan kita akan menikah sekarang juga"
"Apa?!, kau sudah gila!, waktu ku masih ada empat hari lagi, sesui dengan yang kau rencanakan waktu itu, jangan macam-macam!"
"Aku tidak peduli, sekarang atau besok lusa, kau harus tetap menjadi milikku selamanya Dryana"
"Jangan harap kau bisa memaksakan kehendak gila mu itu Tuan Sandiago"
"Aku tidak main-main, keluarga mu sudah menyerahkan mu padaku, bawa barang-barang mu dan ikut aku!" Sandiago nampak begitu murka.
Dryana kini waspada, ini Mansion nya, dan tak ada satu orang pun yang boleh bermain kasar seenaknya sendiri, takut?, oh tentu tidak, sebagai wanita yang sudah terbiasa hidup di bawah tekanan dan ancaman, tidak sulit untuk menghadapi Seorang Sandiago Gurven dengan segenap kemampuannya.
Jelas terjadi huru hara seketika, bahkan para pengawal Sandiago kini di perintahkan untuk maju.
"Jangan berani melawan Dryana, aku tak akan segan menyakitimu jika kau tidak mau nurut!"
"Kita lihat saja, apa yang bisa aku lakukan, jangan harap kau bisa membawaku dengan paksa!"
"Dasar keras kepala!"
Kini Dryana bertahan, membalas serangan anak buah Sandiago untuk terus bertahan, dan hasilnya seperti yang di harapkan, walaupun peluh bercucuran dan nafas yang begitu memburu karena semua kemampuan di kerahkan.
"Shitt!, kau merepotkan sekali!" Umpat Sandiago kesal karena tidak semudah yang dibayangkan untuk membawa seorang Dryana.
Tak mau rencananya gagal, Kini Sandiago berteriak memanggil semua anak buahnya, memerintahkan untuk menangkap Dryana bagaimana pun caranya.
Bersiap, tubuhnya sudah begitu lelah, bahkan tenaganya cukup terkuras, namun kali ini justru harus menghadapi lebih banyak lagi, dalam hati Dryana merasa ketar ketir sendiri, tapi tekadnya sudah bulat, tak akan pernah menyerah.
Bersamaan beberapa orang suruhan Sandiago menyerang.
"Ya Tuhan, aku kewalahan" Batin Dryana yang kini dengan gerakannya berusaha untuk menghindar, karena menyerang balik tak mungkin lagi di lakukan.
Semua kekacauan itu akhirnya terdengar oleh Darel Mozart yang tak berdaya di kamarnya.
Selembar kertas dituliskan, lalu segera di serahkan kepada Lhenia sang pelayan setia yang sedari tadi begitu cemas menjaga dirinya.
"Saya mengerti Tuan besar!" Seru Lhenia, lalu beranjak dari tempatnya dan segera melaksanakan perintah.
*
*
Evan baru saja menyegarkan tubuhnya dengan membersihkan diri di kamar mandi, guyuran air dingin membuatnya fresh kembali, namun disaat bokongnya hampir saja menyentuh Sofa yang nyaman itu, tiba-tiba saja di kejutkan dengan gedoran pintu Apartemen.
"Ck, kenapa tidak menekan bel saja, tidak sopan sekali!" Ucap Evan segera beranjak lagi dan menuju pintu.
Pintu terbuka dan_
"Maaf tuan!" Teriaknya dengan wajah yang terlihat panik.
"Kau, Lhenia?"
"Keadaan darurat, Nona Dryana!"
"Apa?!, kenapa Dryana?"
"Tidak ada waktu lagi Tuan, cepat!" LHENIA langsung menyeret Evan begitu saja, namun Evan segera menahannya.
"Tunggu, okey kau pulanglah dulu, aku akan menyusul ke Mansion segera" Evan akhirnya memerintahkan, rasanya akan makan waktu lama jika harus dengan normal tiba di Mansion Dryana.
"Lalu tuan_?"
"Aku akan sampai sebelum kau ada disana"
"Ha, apa?, bagaimana?"
"Sudahlah, kembalilah!"
Brak!
Evan menutup pintu Apartemen cukup keras saking tergesa kembali ke dalam, sedangkan Lhenia yang merasa aneh tak bisa berpikir lagi dan segera berlari untuk kembali ke Mansion secepatnya.
Tak butuh waktu lama, Evan segera memindahkan tubuhnya, dan tiba di tempat yang diinginkan.
"Grand pa?!"
Ucap Evan lalu melihat orang tua itu terkejut akan kemunculannya disana, lalu kemudian, menunjukkan secarik kertas yang di tulisnya.
"Shit!!"
Evan berlari menerjang pintu itu begitu saja, lalu segera turun dilantai bawah, bukan lewat tangga, tapi dari atas sana langsung terjun ke bawah dengan cepatnya.
Dryana terkejut melihat kedatangan Evan yang begitu cepat di sampingnya.
"Kau tidak apa-apa Dry?"
"No, tapi tenaga ku cukup terkuras karena mereka"
"Brengsek, mereka anak buah Sandiago?"
"Hem" Dryana mengangguk dengan mata yang masih tetap waspada.
"Mundur, dan masuk ke kamar Grandpa, jangan keluar dari sana"
"Tapi Ev, jumlah mereka semakin banyak, kita hadapi bersama"
"Tidak, tunggu Grandpa di kamar saja, aku bisa mengatasi hal ini Dry"
Dryana tak lagi mendebat, lalu segera berlari menjauh dari arena, bahkan saat ada seseorang yang berusaha menyerang, tiba-tiba saja terpental begitu saja, Dryana sempat melihat hal itu dan tercengang ditempatnya.
"Masuk ke dalam Dryana!" Teriak Evan menyadarkan dirinya, lalu Dryana segera masuk dan menutup pintu kamar Grandpa rapat-rapat.
Rupanya bukan hanya Dryana, Sandiago juga melihat hal itu, dan beberapa orang suruhannya kini mundur satu langkah, merasa orang yang dihadapinya kini sudah mendominasi keberanian mereka.
"Kau benar-benar lancang!" Ucap Evan dengan tatapan menghunus nya kearah Sandiago Gurven.
"Kau yang tidak tau diri, dia wanitaku" jawab Sandiago Gurven.
"Brengsek!"
Evan tak lagi bisa menahan emosinya, merasa begitu geram dengan apa yang telah dilakukan laki-laki brengsek dihadapannya, dengan gerakan secepat kilat, mengakhiri semuanya.
Teriakan kesakitan yang memilukan saling bersahutan, satu kali hantaman membuat satu persatu tak lagi bisa bertahan, dan Sandiago Gurven tak percaya akan apa yang terjadi hingga merasa Frustasi dan melarikan diri.
Seandainya Evan tidak mendengar akan teriakan Dryana, mungkin saat ini akan dengan mudah menyeret kembali Sandiago dan menghajarnya.
"Ada apa?" Tanya Evan yang kini sudah berada di dekat Dryana.
"Grandpa!" Dryana panik saat Darel Mozart tiba-tiba saja tak sadarkan diri.
Evan seketika memeriksa denyut jantungnya, ada keadaan yang mengkhawatirkan, kali ini tidak mungkin dirinya mengatasi.
"Kita ke Rumah Sakit sekarang juga!"
"Grandpa pernah terkena serangan jantung sebelumnya, satu tahun lalu terpasang Ring"
"My God, Dry, berapa jam kita sampai ke Rumah Sakit terdekat?"
"Satu jam"
"Itu tidak cukup, bagaimana kalau kau menyiapkan apa yang perlu dibawa oleh Grandpa, dan aku akan berangkat dulu ke sana"
"Apa?, kita_"
Brak!
Evan segera menutup pintu setelah membawa Darel yang berada dalam gendongannya kini sudah di luar kamarnya, sedangkan Dryana merasa heran bagaimana bisa dirinya harus berangkat sendiri ke rumah sakit, dan Evan meninggalkannya begitu saja.
"Evan, tunggu!"
Kembali Dryana membuka pintu itu, namun yang terjadi, dirinya tak menemukan Evan dan Grandpa nya lagi, bagai hilang di telan bumi, bahkan teriakan yang di lakukan tak membuat mereka terlihat kembali.
"Aneh!"
Yuk lah mana KOMENnya, LIKE, VOTE, HADIAH, dan tonton IKLANNYA.
Bersambung.