Ellia Naresha seorang gadis kecil yang harus menjadi yatim piatu diusianya yang masih sangat muda. Setelah kepergian orang tuanya, Ellia menjalani masa kanak-kanaknya dengan penuh siksaan di tangan pamannya. Kehidupan gadis kecil itu akan mulai berubah semenjak ia melangkahkan kakinya di kediaman Adhitama.
Gavin Alvano Adhitama, satu-satunya pewaris keluarga Adhitama. Dia seorang yang sangat menuntut kesempurnaan. Perfeksionis. Dan akan melakukan segala cara agar apa yang diinginkannya benar-benar menjadi miliknya. Sampai hari-hari sempurnanya yang membosankan terasa lebih menarik semenjak Ellia masuk dalam hidupnya.
Cinta dan obsesi mengikat keduanya. Benang takdir yang sudah mengikat mereka lebih jauh dari itu akan segera terungkap.
Update tiap hari jam 08.00 dan 20.00 WIB ya😉🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nikma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tekad Ares
Mendengar Gavin yang juga menyapa Ellia dengan sopan, membuat dahi Clara mengerut. Ia heran juga bingung pada Gavin kenapa harus menyamakan perlakuan padanya dengan Ellia yang hanya anak angkat tukang kebun. Bawahannya.
"Bolehkah aku bergabung dengan kalian, nona-nona?" Tanya Gavin sebelum sempat Clara mengajaknya keluar dari cafe itu.
"Maafkan saya tuan muda, nona. Sepertinya saya lebih baik pergi. Bukankah anda berdua memang janji ingin bertemu? Jadi, silahkan habiskan waktu anda bersama." Ucap Ellia berusaha pergi dari sana. Ia juga sudah melihat tatapan Clara yang melihatnya tak suka.
"Sopirku sudah terlanjur pergi mencari parkiran. Perlu beberapa waktu untuk memanggilnya lagi." Ucap Gavin sambil menatap Fauzan yang tak jauh darinya. Mengerti maksud tuan mudanya, ia segera keluar dari cafe.
"Ehm, kalau gitu duduklah dulu kakak. Kak Gavin mau minum sesuatu?" Ajak Clara, sambil menggandeng tangan Gavin dan menuntunnya untuk duduk.
"Sesuai rekomendasi dari kamu saja." Jawab Gavin sedikit acuh. Tatapannya masih terpusat pada Ellia yang berdiri mematung di tempatnya.
"Ellia, bisakah kamu memesankan minuman ini untuk kak Gavin?" Perintah Clara pada Ellia.
Walaupun bingung, karena tiba-tiba Clara memeperlakukannya seperti pelayan. Ellia tak bisa menolak dan hanya bisa patuh menjalankan perintah Clara. Ia segera menuju kasir dan memesankan minuman untuk tuan mudanya. Sesekali ia melirik ke meja Clara dan Gavin. Keduanya terlihat cukup akrab.
"Silahkan tuan." Ucap Ellia sambil meletakkan secangkir kopi di depan Gavin.
"Duduklah." Perintah Gavin. Ellia akan membantah, namun sorot mata Gavin begitu tajam dan akhirnya ia tak bisa menolak.
Sedangkan Clara terlihat tak suka melihat Ellia yang kembali duduk dan mengganggu kencannya dengan Gavin. Ellia tahu tatapan Clara yang tajam padanya. Namun, posisinya juga serba salah. Apalagi, Ellia merasa sudah jadi orang ketiga ditengah-tengah Gavin dan Clara.
"Kalian tadi sedang membicarakan apa?" Tanya Gavin setelah menyesap kopinya.
"Hanya obrolan ringan tentang perkuliahan. Saya baru tau, kalau ternyata saya satu kampus dengan Ellia. Dia mendapatkan beasiswa di kampus saya. Bukankah dia hebat?" Ucap Clara yang seakan memuji Ellia, namun Ellia tahu makna apa yang ada di baliknya. Gavin hanya diam mendengarkan tanpa ekspresi.
"Oh ya Ellia, sebentar lagi kamu akan lulus kan? Apa rencanamu ke depannya?" Tanya Clara penasaran.
"Saya akan bekerja di sebuah lembaga rehabilitasi anak, nona. Saya mendapatkan tawaran bekerja di sana setelah lulus. Saya mendapat tawaran itu setelah magang yang saya lakukan di sana terakhir kali." Jawab Ellia sopan.
"Di mana itu?" Tanya Clara lagi.
"Itu ada di pusat kota nona."
"Kalau begitu, bukankah akan lama kalau harus melakukan perjalanan pulang pergi ke kediaman Adhitama nantinya?"
Ellia terdiam sesaat, ragu untuk menjawab. Namun, kalau ia tak menjawab itu juga akan dipandang kurang sopan.
"Kebetulan setelah saya lulus, paman sudah diusia yang semakin tua dan saatnya pensiun. Paman dan saya sudah merencanakan akan membeli rumah sederhana dan tinggal di sana bersama nona." Jawab Ellia sopan. Gavin yang mendengar itu, tiba-tiba merasa tak senang.
"Kenapa aku tak pernah mendengarkan rencana pensiun itu sama sekali?" Ucap Gavin tajam.
"Maafkan saya tuan. Rencananya paman akan memberitahu kepala pelayan akhir tahun ini. Lagipula, sudah banyak kandidat yang akan menggantikan tugas paman Yunus." Jawab Ellia setenang mungkin. Gavin haya diam tak merespon.
"Semoga kau sukses dengan rencanamu itu ya.." Ucap Clara seadanya.
"Terima kasih nona. Dan Ehm ... Tuan muda, nona bolehkah saya pamit undur diri? Saya ada janji dengan teman saya. Sebentar lagi ia akan sampai di depan." Tanya Ellia sopan.
"Ya tentu, pergilah." Jawab Clara yang tentu saja senang kalau Ellia pergi dari sana. Sedangkan Gavin masih diam membisu di tempatnya.
Tanpa, memperdulikan Gavin, Ellia segera mengemasi barang-barangnya dan bergegas pergi sebelum Gavin memberi perintah lain. Saat Ellia keluar dari cafe kebetulan Ares sudah datang. Ellia yang sebelumnya merasa tertekan berada di dekat Gavin dan Clara, kini ia bisa tersenyum dengan lebar lagi.
"Sepertinya itu kekasih Ellia. Dia terlihat begitu bahagia. Apa setelah lulus kuliah, ia akan berencana menikah dengan pria itu?" Kata Clara yang kebetulan melihat Ellia menghampiri Ares di depan.
Gavin juga mengikuti arah pandangan Clara. Benar saja, itu adalah pemuda yang sering kali ia lihat bersama Ellia. Dan mendengar kata 'kekasih Ellia' dari mulut Clara juga senyuman Ellia saat bersama pria itu, membuat Gavin menggertakkan giginya.
Dia tak suka dengan semua itu. Mulai dari saat Ellia memutuskan untuk keluar dari wilayahnya, sampai senyuman gadis itu saat bersama pria lain. Senyum yang tak pernah muncul diwajah Ellia saat bersama dengannya.
...
Saat di perjalanan pulang mengantar Ellia, tiba-tiba Ares memberhentikan laju sepeda motornya di sebuah mini market. Ellia yang kebingungan segera turun dari boncengan Ares.
"Tunggu di sini sebentar." Ucap Ares sebelum berlari masuk ke dalam mini market dan membeli sesuatu. Ellia terus menatapnya dengan bingung.
"Ini minumlah." Kata Ares sambil memberikan Ellia sekotak susu coklat. Ellia menatap Ares dengan bingung dan bertanya-tanya apa maksud Ares yang begitu tiba-tiba itu.
"Saat aku sampai di cafe tadi, sekilas aku melihat ekspresimu yang lesu dan terlihat tak senang. Aku rasa moodmu pasti buruk, entah karna hal apa. Yah, anggap saja susu coklat itu untuk mengembalikan moodmu." Ucap Ares menjelaskan dengan sedikit malu-malu. Ellia tersenyum mendengernya. Lalu, ia segera meminum susu yang diberikan oleh Ares.
"Makasih ya Res. Memang benar tadi suasana hatiku sedikit kurang baik. Aku baru saja terjebak diantara tuan muda dan calon tunangannya. Aku sangat merasa tertekan. Aura tuan muda sangat mengintimidasi. Aku tidak menyukainya. Terlebih, calon tunangannya itu. Walaupun, cantik tapi kata-katanya begitu buruk. Dia selalu mencari kesempatan untuk merendahkan orang lain dengan senyuman. Hahhhh.. Aku benar-benar tidak menyukai kedua orang itu." Gerutu Ellia dengan menggebu-gebu meluapkan perasaannya.
Ares dengan sabar mendengarkan semua keluhan itu. Memang benar, ia tadi sempat melihat ke arah jendela tempat Ellia duduk di cafe sebelumnya. Dan di sana ia tak sengaja beradu tatap dengan tuan muda. Dan ntah, kenapa Ares bisa merasakan kalau tuan muda itu sedang menatapnya tajam dan terlihat tak menyukainya. Ares juga sempat melihat kalau Gavin juga menatap Ellia dengan pandangan yang tak dapat Ares artikan.
"Hm, jadi begitu keadaannya ... Tapi, kalau sekarang bagaimana perasaanmu? Apakah sudah jauh lebih baik?" Tanya Ares perhatian. Ellia mengangguk dengan senyum cerah. Sudah terlihat jelas diwajahnya kalau ia sudah merasa lebih baik.
"Kamu merasa tak nyaman dan begitu tak menyukai tuan muda itu ... Ehm, aku jadi penasaran bagaimana perasaanmu saat bersamaku? Apa kamu merasa nyaman dan bahagia saat bersamaku El?" Tanya Ares tiba-tiba. Terlebih, saat ini Ares menatap langsung ke mata Ellia. Dan itu cukup membuat Ellia gugup.
"Tentu saja Res. Kenapa pakai bertanya sih?! Tentu saja saat bersamamu aku merasa nyaman dan bahagia." Jawab Ellia malu-malu sampai suaranya semakin mengecil di setiap katanya. Ares tersenyum mendengar jawaban itu.
Dan ntah kenapa, Ares mulai bertekad dalam hatinya untuk segera menyatakan perasaannya pada Ellia secepat mungkin. Ia takut, kalau ia terus menundanya. Ellia akan diambil oleh pria lain. Bahkan, sebenernya Ares tau sudah banyak pria yang menyukai Ellia karena paras cantiknya.
"Aku akan membuat pernyataan cinta yang sempurna untukmu El ... Tunggu aku ..." Tekad Ares dalam hati.
.
.
.
Bersambung ...