Aku sangka setelah kepulanganku dari tugas mengajar di Turki yang hampir 3 tahun lamanya akan berbuah manis, berhayal mendapat sambutan dari putraku yang kini sudah berusia 5 tahun. Namanya, Narendra Khalid Basalamah.
Namun apa yang terjadi, suamiku dengan teganya menciptakan surga kedua untuk wanita lain. Ya, Bagas Pangarep Basalamah orangnya. Dia pria yang sudah menikahiku 8 tahun lalu, mengucapkan janji sakral dihadapan ayahku, dan juga para saksi.
Masih seperti mimpi, yang kurasakan saat ini. Orang-orang disekitarku begitu tega menutupi semuanya dariku, disaat aku dengan bodohnya masih menganggap hubunganku baik-baik saja.
Bahkan, aku selalu meluangkan waktu sesibuk mungkin untuk bercengkrama dengan putraku. Aku tidak pernah melupakan tanggung jawabku sebagai sosok ibu ataupun istri untuk mereka. Namun yang kudapat hanyalah penghianatan.
Entah kuat atau tidak jika satu atap terbagi dua surga.
Perkenalkan namaku Aisyah Kartika, dan inilah kisahku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septi.sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 10
"Bunda...Narendra ingin bobog sama ayah juga bunda!" pinta Narendra saat menoleh dengan tatapan memohon, "Kemalin malam ayah sudah ngga pulang. Bunda mau kan bobog sama Lendla? Plisstt bunda..! Teman-teman aku disekolah seling belcerita, kalau setiap malam ditemani bobog sama ayah dan bundanya. Nalendla ingin sekali bobog ditemani olang tua yang lengkap!" lanjut bocah kecil itu.
Kening Aisyah mengernyit. Dia menoleh sekilas sembari membelai pipi sang putra.
"Narendra nggak usah khawatir lagi ya sayang. Mulai malam ini, bunda yang akan menemani kamu bobog. Bunda akan selalu ada buat Rendra. Bunda kan membuatkan kamu susu sebelum tidur, membacakan Narendra kisah-kisah dongeng. Pokoknya bunda akan melakukan hal yang Narendra suka," kata Aisyah tersenyum hangat.
"Tapi..bunda mau kan kalau bobonya juga sama ayah?" balas Rendra kembaki, mencoba meyakinkan apa yang menjadi pertanyaanya semula.
Aisyah menoleh sekilas kembali. Dari kedua sorot matanya terpancar keraguan yang begitu dalam. Untuk saat ini bukan hal yang pantas untuk sebuah kata penolakan. Dia baru berhasil mengambil hati putranya itu, tidak mungkin langsung membuatnya kecewa.
"Horeee...makasih bunda!!" girang Narendra saat mendapat anggukan dari bundanya.
Mata Aisyah membola saat sang putra mencium pipinya untuk yang pertama kalinya, setelah kepulangannya waktu lalu.
"Terimakasih bunda!" kata Rendra setelah berhasil mencium bundanya.
Mata Aisyah berkaca, seketika pandanganya berembun. Tanganya sebelah terulur untuk merengkuh pundak Narendra.
"Bunda yang seharusnya berterimakasih kepadamu sayang. Bunda bangga sekali mempunyai putra yang begitu bijaksana sepertimu. Makasih sayang!" air matanya benar-benar tumpah seketika. Dadanya bergemuruh hebat saking merasa bahagianya.
"Sudah...kata miss Anisa, kita harus menyayangi orang tua kita. Narendra juga menyayangi mamah Melati juga!" jawab Rendra penuh keyakinan.
Aisyah mengangguk disertai isakan kecil dari mulutnya, "Benar sayang. Mamah Melati juga mamah Narendra. Dia yang juga merawat Narendra disaat bunda jauh dari kamu sayang. Maafkan bunda ya sayang, jika belum bisa menjadi bunda yang sempurna buat Narendra!"
Narendra menggelengkan kepala dengan cepat, "Bunda lebih dari segalanya. Mbok Yem selalu belkata pada Nalendra, agal selalu sayang sama bunda. Bunda adalah wanita yang paling sempulna didunia. Kalau Lendla besal nanti, Lendra juga ingin seperti bunda dan juga miss Anisa. Lendla mau jadi lektor yang besal, he..he..he!" seru Narendra menatap Aisyah penuh harap.
"Amiin sayang...semoga Allah mengabulkan doamu!" jawab Aisyah mengamini keinginan putranya, "Oh ya sayang, apa mamah Melati tidak pernah menemani Narendra bobog?"
Narendra menunduk sembari menggelengkan kepala lemah, "Tidak pelnah bunda. Mamah hanya membacakan dongen saja. Setelah Lendla bobog mamah pergi dari kamar Lendla."
"Kalau ayah sayang?" jawaban dari sang putra semakin membuat Aisyah ingin tahu lebih dalam, atas apa yang Melati berikan pada putranya itu.
"Ayah juga pelnah bunda, tapi jalang banget. Ayah hanya pulang sebentar-sebentar saja kelumah. Lendra sering terbangun sendiri saat malam bunda. Lendra ketakutan sendiri. Nalendla lebih sering bermain dengan mbak Niloh kalau mamah sama ayah pelgi," terang Narendra.
Dapat Aisyah rasa, ada luka yang tertutup rapat dalam diri putranya. Entah didikan apa yang Melati berikan pada putranya itu. Yang jelas, dibalik kasih dan cinta yang Melati berikan pada Narendra, itu semata-mata hanya menarik perhatian untuk Bagas mendekat kearahnya.
Dada Aisyah terasa perih bagai teriris pisau, mendengar ungkapan perasaan putranya barusan. Sesunyi itukah batin Narendra hingga bocah kecil itu memohon untuk selalu ditemani dalam tidurnya.
** **
1 jam kemudian.
Mobil bewarna hitam mewah sudah berhenti tepat didepan gerbang megah kediaman tuan Abdullah. Dengan segenap keberanian, Bagas melangkahkan kakinya untuk turun dan segera masuk kedalam.
Kebetulan gerbang tersebut masih terbuka, dan Bagas yakin penghuni rumah tersebut baru saja tiba, karena terdapat beberapa mobil yang masih terparkir sembarangan dihalaman rumah.
Bagas menarik nafas dalam untuk menetralkan perasaanya. Dia sudah pasrah jika mendapat perkataan kurang pantas nantinya dari keluarga sang istri, atas perlakuan bejad yang dia lakukan.
Tok..tok..
"Assalamualaikum...." seru Bagas sembari mengetuk pintu.
Sementara orang-orang yang berada didalam rumah sedang asik bercengkrama dengan kedua cucu kesayanganya.
Meisya yang baru saja selesai membuatkan susu untuk kedua bocah itu berjalan keluar, karena mendengar suara pintu terketuk dari luar.
"Siapa sayang?" tanya Mahardika yang baru saja keluar dari kamarnya.
"Biar aku saja mas, kamu berikan saja susu ini untuk Bima dan Rendra. Aisyah masih diatas membersihkan diri," jawab Meisya seraya meletakan kedua gelas susu diatas meja.
Mahardika mengangguk patuh, dan membiarkan istrinya berjalan kedepan.
"Iya walaikumsall..lam....." suara Meisya tercekat setelah dia berhasil membuka pintu depan.
Dia terkejut mendapati iparnya sudah berdiri didepan pintu dengan tersenyum hangat sedikit menunduk segan.
"Bagas..." lirihnya.
"Mbak Meisya...boleh saya masuk?" pintanya dengan segan.
Meisya tersadar, "Oh iya, silahkan masuk. Biar mbak panggilkan bunda dan Abah. Kamu duduk dulu!!" suruhnya.
Bagas mengikuti langkah Meisya kedalam, lalu berhasil duduk diruang tamu depan sembari menunggu kedatangan sang mertua, serta anak dan juga istrinya.
Ruangan yang terasa dingin itu seketika membuat nyali Bagas menciut. Kedua tanganya saling bertaut karena merasakan kegugupan yang jarang sekali dia rasa. Keringat dingin mulai keluar diujung pelipisnya dengan jantung yang berdegup dua kali lebih cepat.
"Siapa sayang?" tanya Mahardika saat menyadari sang istri sudah kembali keruang tengah.
Mahardika bangkit dari duduknya dan segera menghampiri Meisya, karena dapat dia lihat jika istrinya itu tengah khawatir.
"Ada apa nak?" tegur tuan Abdullah yang baru saja tiba diruang tengah, setelah kedua cucunya meminta ke kamar mandi untuk buang air kecil.
"Abah, diluar ada Bagas! Dia ingin bertemu dengan abah dan bunda. Sepertinya ada sesuatu yang ingin dia katakan," kata Meisya dengan sorot mata khawatir, jika memicu kemarahan oleh sang mertua dan juga suaminya.
Aisyah yang baru saja menapaki anak tangga untuk turun, sontak menghentikan langkahnya sejenak. Dia dapat mendengar ucapan sang kakak ipar, bahwa suaminya sudah ada dibawah.
'Mas Bagas kerumah? Apa dia akan meminta Narendra untuk pulang? Atau...'
Lamunannya tersadar, saat sang ibu berhasil memanggilnya untuk segera turun.
"Sayang, ayo kesini turun nak!" seru bu Sinta seraya mendongak, saat menyadari sang putri sudah akan turun.
"Ah iya..!" balas Asiyah dengan tersenyum.
"Ayo Ara kita keluar bersama! Suamimu ada didepan," pintu sang ayah seraya berjalan terlebih dahulu kedepan.
Aisyah menatap kedua kakak serta iparnya dengan raut wajah yang terlihat bingung, seakan berkata 'Apa yang harus aku lakukan?'
Mahardika hanya mengusap jilbab sang adik, begitu juga Meisya mengusap lengan dengan begitu lembut bermaksud memberi semangat untuknya.
"Ayo sayang kita kedepan. Ayah ada didepan!"
Narendra mendongak lalu bangkit dari duduknya, dan segera mengikuti langkah sang bunda, saat Aisyah berhasil menarik tanganya.