(Tahap Revisi)
Hani tidak punya pilihan lain selain menerima tawaran pekerjaan dari sahabatnya, yakni menjadi pelayan di sebuah Villa mewah. Namun nasib naas malah menimpanya di villa mewah itu.
"Katakan, siapa yang sudah menghamilimu?" seorang wanita paruh baya langsung melabraknya.
"Laki-laki yang burungnya mati suri" Hani mengatakannya dengan judesnya di depan semua orang.
Yuk simak kisahnya hanya di cerita Dihamili Tuan Impoten!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alif Irma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34
Hani sangat bahagia bisa menikmati panorama indahnya pantai bahkan sampai berlarian kesana kemari persis anak kecil tanpa alas kaki. Hans sempat menegurnya tapi tidak dihiraukannya, karena Hani terus menyangkut pautkan kehamilannya sehingga Hans memilih menuruti segala keinginannya.
Tidak hanya itu, Hani benar-benar menikmati waktu berkencannya bersama sang suami. Dia mengajak Hans bermain pasir, bermain air, melihat senja dan berteriak dengan kerasnya mengeluarkan segala beban yang dipikulnya secara bersama-sama.
Hingga kencan mereka berakhir saat matahari turun ke peradabannya dan mereka memutuskan untuk pulang ke rumah tanpa ingin menginap di resort hotel yang sudah diresmikannya.
Hans melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju kediaman Hani, sedangkan Hani sendiri sudah tertidur pulas di samping kemudi.
Tak berselang lama kemudian, mobil yang ditumpanginya tiba di kediaman Hani. Hans memarkirkan mobilnya di teras rumah lalu bergegas turun dari mobil.
"Dia pasti kelelahan habis bersenang-senang di pantai" ucap Hans tersenyum tipis memandangi wajah Hani yang terlihat begitu damainya mengarungi alam mimpi.
Dengan hati-hati Hans mengangkat tubuh Hani lalu menggendongnya masuk ke dalam rumah. Hans segera membawa Hani ke kamar. Di luar dugaan tiba-tiba saja Hani terbangun saat Hans membaringkannya di atas tempat tidur.
"Kita sudah sampai?" tanya Hani sambil menguap di depan Hans.
"Ya, karena kamu hanya tertidur di mobil" jawab Hans sambil mengelus puncak kepala Hani, membuat Hani mengerucutkan bibirnya.
"Hans, terima kasih ya untuk hari ini. Kapan-kapan ajak aku jalan-jalan atau berkencan lagi" ucap Hani tersenyum manis.
"Ya sama-sama, lain kali aku akan mengajakmu berkencan. Tapi, sebelum itu aku ingin hadiah darimu " ucap Hans menyeringai sambil membelai lembut wajahnya.
"Hadiah? Oke. Terus hadiah seperti apa yang kamu inginkan?" tanya Hani menatap dalam manik mata Hans.
"Hadiah yang sangat berkesan untukku, misal sebuah ciuman atau....."
Cup
Hans melongo mendapatkan ciuman tiba-tiba di pipinya dari sang istri, dia tersenyum tipis lalu menunjuk kembali bibirnya.
"Tidak mau, aku sudah mencium pipi mu" tolak Hani sambil menggeleng pelan.
"Ya sudah, aku tidak mensahkan hadiah mu karena hanya cium di pipi" ucap Hans dengan ancamannya.
"Baiklah, kalau begitu pejamkan matamu" ucap Hani tersenyum tipis, diam-diam dia akan mengerjai Hans, membiarkan Hans terus menutup mata.
Namun sayangnya aksinya itu mampu ditebak oleh Hans yang profesional saat Hani turun dari tempat tidur dan mencoba kabur darinya.
Refleks tubuh Hani terjatuh di pangkuan Hans membuat Hani membulatkan kedua matanya dan tanpa aba-aba Hans langsung menarik tengkuknya dan mencium bibirnya dengan racusnya.
Hani tidak bisa menolak apalagi menghindar, dia hanya mampu membalas ciuman Hans dengan kaku dan sebisa mungkin berusaha mengimbangi ciuman Hans yang semakin menuntut.
Hans melepaskan ciumannya saat merasakan dadanya dipukul oleh Hani, dia yakin istrinya sudah kehabisan oksigen akan ciuman panasnya.
"Hadiah ku masih berlanjut diatas tempat tidur. Sebaiknya kamu mandi dulu sayang" ucap Hans tersenyum tipis sambil mengusap lembut bibir bawah Hani yang sudah bengkak dengan ibu jarinya. Hal itu karena ulahnya.
Sedangkan Hani hanya mampu mengontrol debaran jantungnya yang tak bisa dikondisikan dengan deru nafas ngos-ngosan ibarat habis melakukan lari jarak jauh.
"Eemmm...Hans" panggil Hani dengan tatapan sendunya. Bahkan kedua tangan Hani masih merangkul mesra lehernya, membuat Hans ingin langsung menerkam istrinya dan melakukan olahraga di atas tempat tidur.
"Bagaimana kalau kita mandi bersama. Bukannya kamu takut masuk kamar mandi" ucap Hans dengan idenya membuat Hani mengangguk cepat dengan raut wajah malu-malu. Hans langsung tergelak tawa melihat tingkah laku Hani, pasalnya dia sudah mampu membaca pikiran sang istri.
Merekapun mandi bersama dalam kamar mandi yang sempit namun tetap membuat Hani dan Hans bersemangat dan begitu kompak saling menyabuni.
Walaupun sejujurnya mereka masih canggung dan wajar masih malu-malu berduaan di dalam kamar mandi dengan tubuh polos. Namun Hani dan Hans semaksimal mungkin berusaha menyesuaikan diri dengan keadaan dan tetap santai mandi bersama. Apalagi hubungan mereka sebagai sepasang suami istri semakin hari semakin membaik.
Tidak hanya itu, Hans lagi-lagi memanfaatkan keadaan, tangannya begitu nakal memegang dan meremas dada Hani dengan aktifnya bahkan sampai membuat Hani mendesah berkali-kali di dalam kamar mandi karena ulahnya.
Tak ingin kehilangan momen istimewanya, Hans segera menyudahi ritual mandinya bersama sang istri. Dia lekas memakai handuk yang hanya dililitkan di pinggangnya lalu beralih memakaikan handuk di tubuh sang istri. Kemudian Hans menggendong Hani keluar dari kamar mandi.
Hans sudah tidak tahan lagi, burungnya sudah menegang dibawah sana dan ingin segera dihangatkan di sarangnya.
"Sayang, aku ingin sekarang" bisik Hans di telinga Hani saat menurunkannya di atas tempat tidur.
"Ya sudah, lakukan sekarang" ucap Hani dengan gugupnya, raut wajahnya tampak merona dan masih malu-malu jika urusan yang satu itu. Entah mengapa perasaan bencinya terhadap Hans perlahan mulai mereda dalam hatinya, dia juga merasa heran dengan dirinya sendiri, bahkan tidak bisa menolak lagi jika Hans sudah meminta haknya.
Tanpa basa-basi Hans langsung melancarkan aksinya, menindih tubuh Hani dan memulai pergulatan panas mereka. Burungnya begitu brutalnya memasuki sarang Hani dan mengobrak-abrik nya sampai puas. Berkali-kali Hans mendapatkan pelepasan dan semakin candu menyentuh tubuh istrinya.
Sampai-sampai Hani dan Hans tidak mendengar seseorang sedang mengetuk pintu rumahnya berulang kali karena keasikan berolahraga malam. Bahkan beberapa tetangga mulai berdatangan dan ikut membantu tamu yang datang berkunjung itu untuk memanggil sang tuan rumah di dalam sana.
"Hans, cepat selesaikan. Aku mendengar suara keributan di luar" ucap Hani dengan peluh keringat di keningnya, begitu halnya dengan Hans.
"Oke, sayang" bisik Hans di telinga Hani dan semakin mempercepat permainannya hingga pergulatan panas mereka berakhir.
Hans mencium kening Hani dengan penuh kasih sayang, sedangkan Hani hanya mengelus dada bidangnya dan memintanya untuk segera melihat situasi di luar.
"Sayang, aku keluar dulu. Jangan coba-coba keluar jika kamu belum berpakaian" ucap Hans mengingatkannya. Pasalnya istrinya begitu teledor dan selalu lupa pakai dalaman, khususnya CD.
"Iya, aku mau istirahat dulu. Pinggangku sakit, kakiku juga masih pegal-pegal. Pokoknya kamu harus tanggung jawab" ucap Hani sambil menarik selimut untuk menutupi tubuh polosnya.
"Iya, aku akan tanggung jawab. Ya sudah beristirahatlah sayang. Setelah ini, aku akan memijat mu" ucap Hans sambil mengelus lembut rambut Hani, membuat Hani tersenyum mendengar ucapannya.
"Hans, kamu belum pakai baju" tegur Hani saat melihat Hans hanya bertelanjang dada.
"Ooghh aku hampir lupa" ucap Hans cengengesan lalu segera mengambil asal pakaiannya di kursi dan memakainya cepat.
Bapak-bapak yang melakukan pos kamling mulai berkerumun di depan rumah Hani. Mereka heran saja sedari tadi mengetuk pintu rumah, namun tak ada sahutan dari dalam rumah. Sementara mobil sang pemilik rumah jelas-jelas terparkir di teras rumah.
Hans membuka pintu rumah dan terkejut melihat banyaknya orang berkerumun di teras rumah.
"Ada apa ini?" tanya Hans dengan gagahnya. Sampai-sampai ibu-ibu kepo yang turut meramaikan langsung terpesona melihatnya.
"Mas Hans, baju dan celananya terbalik" tegur salah satu ibu-ibu yang begitu jelih nya melihat penampilan Hans.
Hans langsung melihat penampilannya sendiri dan benar saja yang dikatakan ibu berdaster merah itu. Dia hanya mampu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, namun pandangannya tertuju pada seseorang yang sangat dikenalinya.
"Mama!. Sedang apa mama disini?" tanya Hans melihat seseorang membelakanginya, namun tetap mengenalinya.
"Yaaa..mama datang untuk berkunjung" ucap orang itu sambil berbalik badan menghadap kearahnya, membuat Hans menghembuskan nafasnya dengan kasar.
Bersambung.....