Elora percaya bahwa cinta adalah segalanya, dan ia telah memberikan hatinya sepenuhnya kepada Nolan, pria penuh pesona yang telah memenangkan hatinya dengan kehangatan dan perhatian. Hidup mereka terasa sempurna, hingga suatu hari, Nolan memperkenalkan seorang teman lamanya, kepada Elora. Dari pertemuan itu, segalanya mulai berubah.
Ada sesuatu yang berbeda dalam cara mereka bersikap. Perhatian yang terlalu berlebihan, dan senyuman yang terasa ganjil. Perlahan, Elora mulai mempertanyakan kebenaran hubungan mereka.
Apakah cinta Nolan kepadanya tulus, atau ada rahasia yang ia sembunyikan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rose Skyler, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10. Lembur
Elora kini tengah berada di ruangan Alden. Dia duduk bersandar di atas sofa, masih menunggu bos nya yang masuk ke sebuah ruangan lain yang dia belum tahu ruangan apa itu.
Saat kembali, Alden langsung berjongkok di depan Elora. Kemudian dia menyemprotkan obat pereda nyeri.
"Kenapa anda bisa menyimpan benda seperti ini di kantor?"
"Untuk seseorang yang suka olahraga, ini wajar,"
"Pantes aja, postur tubuhnya bagus," batin El
"Coba berdiri, masih sakit tidak?" titah Al, saat selesai menyemprotkan obatnya
El menurut, dia langsung berdiri, dan mencoba berjalan. "Sudah lebih baik, nggak sesakit tadi pak,"
Al ikut duduk di sebelahnya, "kenapa kamu berlari sampai seperti itu tadi?"
"Itu karena saya ketakutan, tiba-tiba rasanya merinding. Seperti ada sesuatu yang mengawasi."
"CCTV maksudmu," ujar Al tersenyum miring
"Ck, saya serius Pak Alden.. Lagi pula anda kemana saja, lama sekali perginya. Emang dipikir nggak takut apa malem-malem di kantor sendirian," gerutunya
Alden lantas menunjukkan beberapa bungkus makanan di atas meja. "Aku mengambilnya di bawah,"
"Banyak sekali, anda pasti tidak akan bisa menghabiskannya kan, bagaimana kalau saya bantu?"
"Bilang saja mau,"
El langsung terkekeh, "ya kan emang udah waktunya makan malem, perutku udah bunyi terus dari tadi,"
Tanpa ragu El langsung mengeluarkan bungkusan makanan satu persatu. Bahkan ada dessert juga, cake coklat.
"Pak Al suka cake coklat juga?" Tanya El dengan polosnya
"Nggak, tadi nggak sengaja ke pencet,"
"Pftt.. memang bisa nggak sengaja seperti itu,?"
"Ya sudah buang saja,"
"Eh, jangan.. biar saya yang menampungnya," El langsung mengambilnya, dan menyisihkan
Alden makan dengan tenang, namun berbanding terbalik dengan sekretarisnya. Sembari makan dia masih terus mengoceh, dan terkadang Al cukup menanggapinya dengan mengangguk.
"Masih berapa banyak berkasnya?" Tanya Al setelah selesai makan
"Tinggal seperempat lagi pak,"
"Mengerjakan seperti itu saja, kenapa lama sekali?" ujar Al sembari menggeleng tidak percaya
"Seperti itu saja? Saya harus memeriksanya satu persatu berkas sebanyak itu pak," El langsung protes tidak terima
"Baiklah, ini sudah jam 9, butuh berapa lama lagi?"
"Mungkin sejam lagi," jawab El dengan asal
Alden menatap sekretarisnya dengan tidak percaya, seolah berkata "masih selama itu". Dan dibalas anggukan olehnya
"Bawa kemari semua berkasnya," perintah Al, dengan sigap El bergegas keluar mengambil semua berkas dan langsung kembali.
Al terkejut saat melihat Elora bertelanjang kaki. "Kau tidak memakai sepatu?"
"Capek pak pake higheels terus, lagi pula kaki saya kan habis terkilir,"
"Kamu nggak bawa sandal atau flat shoes?"
El menggeleng, "kenapa Pak Al nggak bilang kalau boleh pake flat shoes, saya pikir sekretaris itu wajib pake higheels,"
"Salah sendiri nggak nanya," lalu Al masuk lagi ke ruangan yang tadi. Tidak lama dia keluar membawa sepasang sandal dan memberikannya pada El
"Sendalnya ke gedean pak," protesnya
"Jangan cerewet, cepat lanjutkan pekerjaan," ujar Al sambil membawa berkas-berkas itu ke mejanya. Lalu El juga mengikutinya dengan duduk di depannya.
El sudah tidak kuat lagi, matanya terasa sangat berat, sedari tadi dia terus menguap. El lantas merebahkan kepalanya di atas meja, hingga membuat matanya perlahan-lahan tertutup.
Al hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan sekretarisnya. "Udah di bantu, malah tidur,"
Dengan terpaksa Al mengerjakan sisanya sendiri. Ternyata memang cukup lama memeriksa semua berkas itu. Dia melirik jam yang sudah menunjukkan pukul 10 malam.
Dia mengambil sebotol air dingin dari kulkas, lalu menempelkannya di pipi El. Seketika itu juga, dia langsung bangkit karena terkejut.
"Pak Al apa-apaan sih, ngagetin orang aja," ucap nya kesal, sambil mengusap pipinya
"Sudah sadar? Lupa ini dimana?"
El langsung merasa malu, "Ck, gue kan masih dikantor, mana tadi masih belum kelar lagi," batinnya. Dia pun mencari berkas yang tadi didepannya, namun tidak ada
"Cari apa?"
"Berkas yang tadi di sini, dimana pak?" Tanyanya kebingungan
"Sudah selesai, ayo pulang," tutur Al, lalu beranjak pergi
El bergegas memungut barang-barangnya dan mengikuti bosnya. Dia terus menempel pada Al, karena tidak mau sampai ketinggalan.
"Pulang sendiri atau.."
"Bareng pak Al aja," katanya sambil tersenyum, ia bahkan tidak membiarkan Alden menyelesaikan perkataannya.
Begitu sampai di parkiran, dia teringat mobil yang dia naiki sekarang, pernah dia tabrak beberapa waktu lalu.
"Oh ya pak, jadi habis berapa biaya perbaikan waktu itu?" Tanyanya sekedar basa-basi
"Mau ganti?" Dengan cepat, El langsung menggeleng sambil tersenyum
"Pak, apa anda tahu dimana kak Nolan sekarang?" Tanya El tanpa mengalihkan pandangannya dari ponselnya
"Jepang,"
"Wah, kalian memang sangat dekat ya, bahkan hal ini pun anda tahu. Apa dia selalu menceritakan semuanya pada Pak Al?"
Alden langsung menggeleng, "Kenapa kau tidak ikut ke jepang?"
"Dia kan sedang liburan bersama keluarganya, nggak mungkin saya ikut,"
"Dia tidak mengajakmu?" El tidak menjawab, dia hanya diam sambil melihat keluar jendela.
Selama hampir setahun pacaran, El memang belum pernah sekalipun bertemu dengan anggota keluarga kekasihnya itu. Karena Nolan, tidak pernah mengajaknya untuk menemui orang tua, atau pun adik-adiknya. Dia hanya sekedar tahu dari cerita kekasihnya itu.
Terkadang dia berpikir, apakah Nolan tidak ingin serius dengan dirinya. Atau tidak sungguh-sungguh mencintainya? Padahal selama ini El begitu mencintainya, dan sudah memperkenalkannya pada keluarga, dan semua sahabatnya.
"Rumahmu sebelah mana?" Tanya Al, namun tidak ada jawaban dari orang di sebelahnya. Al melirik sekilas, "malah ngelamun," lalu dia menjentikkan jarinya di depan wajah El. Yang seketika membuatnya tersadar.
"Kenapa Pak?"
"Rumahmu sebelah mana?"
"Oh, itu lurus aja lalu belok kanan, rumah nomor 25,"
Sesuai arahan, Al mengantarnya hingga berhenti di depan pintu gerbang rumah nomor 25.
"Makasih Pak udah ngasih tumpangan. Oh ya, pulangnya jangan ngebut-ngebut!" Pungkasnya lalu bergegas keluar dari mobil
***
Hari sabtu, El tengah mondar-mandir di depan rumahnya sambil sesekali melihat layar ponselnya.
"Kemana aja sih mereka, kan udah gue bilang pagi-pagi kesini nya, molor banget sih," gerutunya
"Van, lo mau ke mana,?" Tanya El pada adiknya yang sudah berpakaian rapi, dan membawa helm
"Ck, kakak mau tau aja urusan anak muda,"
"Cih, gue juga masih muda. Lo nggak boleh pergi hari ini. Bantuin gue packing!" Ucapnya sembari menahan tangan sang adik
"Apa an sih kak, kan ada bi mimi sama pak maman tuh, minta bantuan aja sama mereka."
"Kerjaan mereka tuh banyak, lo aja,"
"Nggak! Gue udah janjian sama temen-temen kak.." mereka masih terus ribut hingga terdengar sampai ke dalam rumah.
Mama pun keluar untuk melihatnya, "kalian berdua ini kenapa lagi, udah gede masih aja ribut," keluhnya
"Ini nih ma, kak El nggak bolehin aku pergi,"
"Aku cuma minta dia bantuin packing ma, lagian dia kan bisa pergi besok aja,"
"Memangnya kamu harus pindahan besok El, diundur dulu aja pindahnya," ujar mama
"Tuh kan, dengerin mama. Aku pergi dulu ma!" Seru Evan sambil berlari dan pergi
"Mama kok malah belain Evan," gerutunya
"Mama bukan bela dia. Mama cuma nggak pengen kamu keluar dari rumah. Kalau kamu ngerasa capek, mama akan cari sopir buat anter jemput kamu, gimana?"
"Mama kan udah setuju kemaren, aku boleh tinggal di apartemen sendiri. Lagi pula kan udah aku bayar sewanya ma."
"Mama terpaksa ngijinin. Sebenarnya mama nggak tega biarin kamu tinggal sendiri, mama khawatir El.."
"Tenang aja ma, komplek apartemennya aman kok. Lagi pula, tiap akhir pekan aku juga pasti pulang, ya ma.." bujuknya dengan tatapan memohon. Dan lagi-lagi, mama nya dengan terpaksa tetap menuruti kemauannya.
*
*