aku tidak tahu apakah pernikahanku akan berjalan sempurna atau tidak...
aku juga tidak tahu apakah aku mampu melewati pernikahan ini hingga akhir atau tidak...
hanya Tuhanlah yang tahu akhir kisah cinta pernikahanku ini...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reny Rizky Aryati, SE., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menyesal
Sulaiman termenung sendirian di dalam ruangan lain.
Terlihat dia masih memikirkan kata-kata Alishba yang baru saja di ucapkan oleh istrinya kepada tamu undangan di acara pesta tadi.
"Suamiku memberiku hatinya serta hidupnya untukku, itu adalah hadiah paling terindah yang sangat aku inginkan di hari pernikahan kami, tanpa ragu kepadaku, sudah membuatku bahagia jika disisinya..."
Ucapan Alishba terngiang-ngiang ditelinga Sulaiman sehingga dirinya gagal fokus.
Sulaiman menyisir rambutnya ke belakang sembari menunduk.
"Tapi kenapa ayah berkata bahwa pernikahan kami hanyalah aliansi pernikahan ???" ucap Sulaiman.
Sulaiman semakin menundukkan pandangannya, tetap menyisir rambutnya ke belakang, frustasi.
"Apakah aku yang salah dengar atau akulah yang salah bersikap selama ini ???" tanya Sulaiman bingung.
Sulaiman menggeleng pelan sembari menengadahkan pandangannya.
"Suamiku memberiku hatinya serta hidupnya untukku, itu adalah hadiah paling terindah yang sangat aku inginkan di hari pernikahan kami, tanpa ragu kepadaku, sudah membuatku bahagia jika disisinya..."
Kata-kata Alishba terus terngiang-ngiang di telinga Sulaiman, semakin menyiksa hatinya karena rasa bersalah yang berkecamuk dalam hatinya.
Sulaiman yang kalut tak sengaja melemparkan bantal di dekatnya ke arah lantai.
"Cukup sudah ! Semua telah berakhir sekarang ! Bukan salahku jika aliansi pernikahan ini harus terjadi !" kata Sulaiman.
Sulaiman beranjak berdiri dari tepi ranjang lalu berjalan cepat ke arah pintu kamarnya, sembari meraih jaket kulit warna hitam kesukaannya.
Tergesa-gesa Sulaiman berjalan keluar dari kamarnya.
Pesta sore untuk menyambut tamu dari luar negeri baru usai sejam yang lalu.
Semua tamu telah pulang ke hotel dimana mereka menginap selama datang ke kota ini.
Sulaiman tidak memperdulikan sekelilingnya dan berjalan cepat keluar rumahnya, seorang penjaga keamanan menyambutnya ramah ketika dia menuju mobil.
"Hati-hati dijalan, tuan !" sapa petugas itu ramah.
"Ya...", sahut Sulaiman seraya masuk ke dalam mobilnya.
Mobil lalu bergerak pelan kemudian merambat cepat ke arah luar halaman rumahnya yang luas.
Brrrm... ! Brrrm... ! Brrrm... !
Mobil melaju kencang saat melewati pagar rumah yang tinggi setelah jalan luas di depan.
Jalan menuju kota sangat sepi, maklum hari telah menjelang larut malam saat Sulaiman meninggalkan rumahnya.
Mobil yang dinaiki oleh Sulaiman perlahan-lahan bergerak ke arah sebuah restoran yang masih buka meski hari telah larut malam.
Sulaiman tidak berpikir lama lalu memarkirkan mobilnya di area tempat parkiran yang tersedia di area restoran.
Mobil berhenti, namun, Sulaiman tidak kunjung keluar dari mobilnya, masih duduk termenung di dalam mobilnya.
Sulaiman tahu hari telah menjelang larut malam, meski restoran itu termasuk di area privasi bagi kalangan terbatas, tetap agak riskan dan penuh bahaya untuk Sulaiman jika sendirian disana.
"Aku sebaiknya menelpon Malik", ucapnya seraya meraih iPhone miliknya dari saku pakaiannya.
Kring... ! Kring... ! Kring... !
Telepon dari iPhone keluaran terbaru berdering pelan.
Sulaiman masih menunggu panggilan suaranya diangkat oleh Malik.
Klek !
"Ya, hallo ?" sapa suara dari seberang ketika panggilan telepon diangkat
"Apa kau bisa datang kemari ?" tanya Sulaiman.
"Kau dimana ?" sahut Malik balik bertanya.
"Di salah satu restoran dekat toko buku, aku sendirian sekarang dan kurasa aku butuh seorang teman", kata Sulaiman.
"Pulanglah, bodoh ! Bukankah kau sudah beristri sekarang ! Untuk apa kau keluyuran diluar malam-malam begini ?" sahut Malik.
"Ayolah, aku sangat butuh bantuanmu, setidaknya temani aku minum agar kepalaku ringan, sobat", ucap Sulaiman.
"Apa kau sakit kepala ?" tanya Malik dari arah telepon.
"Tidak, aku baik-baik saja, kepalaku tidak sakit tapi aku butuh pertolonganmu sekarang, Malik", sahut Sulaiman.
"Apa kau dalam keadaan bahaya sekarang ? Atau ada preman yang merampokmu ?" tanya Malik.
"Tidak...", sahut Sulaiman.
"Pulanglah ! Jika kau tidak ingin istrimu meninggalkanmu, pulanglah dan kemudikan mobilmu kembali pulang !" kata Malik.
"Malik ! Aku tidak sedang bergurau sekarang !" ucap Sulaiman.
"Hai, kawan ! Aku ini lajang sedangkan kau berstatus suami orang, mana mungkin aku mengganggu acara malam pengantinmu, bagaimana pendapat orang lain tentangku nanti !?" sahut Malik.
"Maksudmu ?" tanya Sulaiman.
''Maksudku pulanglah sekarang kembali ke pangkuan istrimu !" sahut Malik.
"Ayolah, Malik ! Ini tidak seperti yang kau pikirkan, dan aku benar-benar membutuhkan bantuanmu malam ini !" kata Sulaiman.
"Bantuan apa yang kau butuhkan dari lajang sepertiku ini ???" sahut Malik.
"Aku ini sahabatmu atau bukan ?" kata Sulaiman.
"Sudahlah, aku mengantuk, dan aku ingin tidur sekarang !" sahut Malik.
"Malik !" panggil Sulaiman.
"Apa !? Aku ngantuk berat, Sulaiman...", ucap suara Malik dari arah telepon.
Tut... ! Tut... ! Tut... !
Panggilan telepon terputus, Malik mengakhiri panggilan telepon dari Sulaiman.
Sulaiman termenung diam didalam mobil.
Giliran kata-kata Malik, sahabatnya yang terngiang-ngiang di telinganya sekarang ini.
"Sial ! Dasar Malik !" maki Sulaiman kesal.
Sulaiman membuka pintu mobilnya lalu menghempaskannya keras dan berjalan menuju restoran yang ada di depannya.
Langkah kaki Sulaiman melangkah panjang ketika dia pergi ke arah restoran.
"Selamat malam, tuan !" sapa seorang pelayan restoran saat membukakan pintu untuk Sulaiman.
Sulaiman mengangguk pelan seraya menjawab sapaan ramah dari pelayan restoran.
"Selamat malam...", sahutnya.
Pelayan restoran lalu mengantarkan Sulaiman untuk duduk di salah satu meja restoran yang tersedia disana, mempersilahkan pada Sulaiman untuk duduk.
"Silahkan duduk, tuan ! Mau pesan apa ?" ucapnya sembari menyerahkan daftar menu makanan kepada Sulaiman.
"Aku ingin minum yang bisa meredakan pening di kepalaku", sahut Sulaiman.
"Berakohol atau tidak, tapi kami sarankan lebih baik meminum minuman hangat sewaktu malam seperti ini sedangkan minuman berakohol kurang baik saat anda menyetir mobil sendirian", kata pelayan itu ramah.
"Terserah saja, mana yang terbaik saja", sahut Sulaiman.
"Baiklah, saya akan kembali dalam waktu beberapa menit lagi ke meja anda dengan membawa pesanan minuman untuk anda, tuan", ucap pelayan restoran.
"Ya, terimakasih", sahut Sulaiman sembari mengangguk kembali.
Tinggal Sulaiman sendirian di meja makan.
Suasana restoran sangat sepi dan sunyi, hampir tidak ada tamu pelanggan yang datang berkunjung ke restoran ini, mungkin karena hari telah larut malam maka jarang ada pelanggan yang datang kesini.
Sulaiman menyandarkan punggungnya pada bahu sofa seraya menatap tajam ke arah depan.
Pikirannya yang sempat teralihkan dari Alishba kini kembali hadir dan teringat lagi.
Sulaiman menghela nafas panjang, mencoba untuk tenang.
Namun pikirannya terus terfokus pada Alishba bahkan kata-kata istrinya itu masih terus terngiang-ngiang di kepalanya.
"Suamiku memberiku hatinya serta hidupnya untukku, itu adalah hadiah paling terindah yang sangat aku inginkan di hari pernikahan kami, tanpa ragu kepadaku, sudah membuatku bahagia jika disisinya..."
"Kenapa ucapan Alishba masih saja teringat-ingat dikepalaku ?" ucapnya.
Sulaiman mengalihkan perhatiannya pada ruangan restoran yang luas.
"Apakah aku telah menghakimi Alishba begitu beratnya, tanpa dasar bukti yang kuat, dan hanya mendengarkan kata-kata ayah saja, yang menyebutkan bahwa pernikahan kami sekedar aliansi pernikahan belaka ???" ucapnya bingung.
Sulaiman tampak gelisah tanpa tahu jawaban yang benar dari semua perkiraannya.
"Jika aku bertanya akan kebenaran pernikahan ini maka tentu saja, ayah akan segera menyembunyikan semua kebenaran dari pernikahan aku dan Alishba tanpa berkata yang sebenarnya", kata Sulaiman.
Sulaiman duduk sembari memangku kedua tangannya ke atas meja makan dan mulai memikirkan pembicaraan ayahnya dengan sepupunya di salah satu ruangan yang ada di dalam rumah.
"Seandainya ucapan Alishba benar bahwa aliansi pernikahan dalam pernikahan kami tidak ada, maka aku harus menebus kesalahanku ini dengan harga yang sangat mahal kepada Alishba", ucap Sulaiman.
Tampak Sulaiman duduk termenung sendirian di salah satu meja makan yang tersedia di sebuah restoran privasi, serta menatap sendu meja di depannya, menandakan bahwa dirinya sangat memikirkan nasib pernikahannya dengan Alishba yang terpuruk menyedihkan ini.
serem amat nikah kayak gini, thor !
aliansi pernikahan, gak ada tulus-tulusnya, gak ada cinta juga klo nikah seperti iniiii...