Pembaca baru, mending langsung baca bab 2 ya. Walaupun ini buku kedua, saya mencoba membuat tidak membingungkan para pembaca baru. thanks.
Prolog...
Malam itu, tanpa aku sadari, ada seseorang yang mengikuti ku dari belakang.
Lalu, di suatu jalan yang gelap, dan tersembunyi dari hiruk-pikuk keramaian kota. Orang yang mengikuti ku tiba-tiba saja menghujamkan pisau tepat di kepalaku.
Dan, matilah aku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ady Irawan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2. Eksplorasi Ke Kali Legend
Di sekolah, Udin bergerilya menceritakan kisah kuntilanak yang ada di belakang rumahnya. Kelas pun menjadi heboh di karenakan nya.
"Sudah lah, jangan cerita yang aneh-aneh deh." kataku sambil membersihkan bangku sekolah ku yang berantakan.
"Elu kalo ga percaya dengan cerita gue. Mending lu diem aja deh, Yon." sahut Udin dengan nada ketus.
"Kuntilanak itu di belakang rumahmu kan? Bisa-bisa nanti malam elu di samperin lho, gara-gara elu ngegosip in dia." sahutku sambil mengeluarkan beberapa buku catatan dan buku LKS. "Heeh!! Siapa yang ambil penghapus Gua?"
"Maaf, tadi aku pinjam sebentar. Aku mengambilnya ketika kamu ke kamar mandi." kata Levi sambil menyerahkan penghapus pensil ku.
"Oh, aahh.. Ya, ga papa kok. Tak kira di maling."
"Maaf, aku maling nya." kata Levi dengan nada datar.
"Bukan begitu, aku kira.... Paling tidak, ketika melihat aku, kamu langsung bilang kalau kamu meminjam penghapus ku. Yaah, supaya aku tidak berpikiran buruk."
Levi tidak menjawab perkataan ku, dia langsung duduk di bangkunya yang kebetulan dia memilih di sampingku.
Ah, benar gaes, ini hari pertama masuk sekolah setelah kenaikan kelas. Sekarang aku sudah kelas tiga SMP. Dan kejadian Bab terakhir buku pertama itu sekitar kelas lima SD. Jadi, Levi sudah hilang ingatan sekitar lima tahun.
Di kelas enam sampai kelas dua SMP, dia selalu menjaga jarak denganku. Tapi, entah kenapa sekarang dia memilih duduk satu meja denganku.
"Namaku Levi Lazuardi." kata Levi pada akhirnya.
"Ya?" Aku sedikit terkejut dengan kata-kata nya barusan.
"Jadi, siapa namamu?" Kata Levi sambil menatap wajahku. "Aah, dulu, waktu masih kecil kamu sering main kerumahku ya? Kamu berkata kalau kita adalah teman sedari kecil. Maaf, tapi aku tidak ingat. Namamu juga sepertinya aku juga melupakannya."
"Riyono Harianto. Itu namaku. Salam kenal." saat memperkenalkan diri barusan, ada rasa sakit di dalam hatiku. Seperti di iris pisau ini jantung hatiku. Bukan teman sedari kecil kok Vi. Tapi, aku mengenalmu hanya beberapa bulan saja, sebelum akhirnya kamu hilang ingatan.
"Ya. Salam kenal." dia tersenyum sedikit ketika mengucapkan salam perkenalan tadi. Sial, hampir terjun bebas ini air mata. Sudah lama sekali aku tidak melihatnya tersenyum seperti itu. Yah, walaupun tadi hanya senyum tipis. Tapi, sudah sangat lebih dari cukup untuk mengobati rasa rindu ini.
Aku berpaling ke arah depan. Dan aku melihat Angga, Udin dan Dika tersenyum menjengkelkan ke arahku. Cok, mereka memperhatikan aku dari tadi!!! Begitu mereka sadar aku melihat ke arah mereka, mereka langsung tertawa cekikikan.
Nex
"Jadi, gimana gimana? Kita sidak ke Kali Gimun?" tanya Udin ketika jam istirahat pertama.
"Ngapain kesana tong?" tanya ku.
"Kuntilanak Yoon.. Kuntilanak!!!"
"Astaga, hari gini masih percaya takhayul? Cape deh." kata Dika.
"Ayolah, kita kesana bukan mencari keberadaan dia. Tapi cuma membuktikan kalau rumor kuntilanak yang muncul di belakang rumahku itu cuma gosip aja." Udin masih bersikeras.
"Alah, pasti elu takut kan? Karena kuntilanak nya itu muncul di belakang rumahmu." sahut Dika.
"Elu tadi cuma ngomong takayuki, eh takayul. Sekarang kok omonganmu beda sih?" protes Udin.
"Tapi, sepertinya seru juga." kata Angga yang sedari tadi cuma mendengarkan obrolan kami. "Aku ada handycam baru. Sekalian kita rekam kondisi pekarangan belakang rumahnya Udin."
"Nah, setelah itu di upload ke internet, siapa tahu kita bisa menjadi terkenal!!" seru Udin penuh semangat. Dia menatap kami secara bergantian. Angga yang sepemikiran dengan Udin, senyam senyum saja. Sedangkan aku dan Dika masih agak sedikit keberatan. "Come on, gaes. we prove the truth!"
"Taik, ngomong apaan lu?" aku mencemooh kata-kata Udin yang sok bule itu.
"Nggaa. Nanti, pokoknya kita kumpul di depan rumahku ya! Jangan lupa bawa handycam mu. Dika, elu bawa senter. Elu Yon. Kalo Elu ga keluar rumah, tak dobrak rumahmu."
"Berani melakukannya, tak culek matamu, Din." jawabku tegas.
Nex
Sorenya, ketika pulang sekolah. Seperti biasa, kami berjalan berempat sambil saling merangkul pundak. Bernyanyi nyanyi mirip orang gila, tertawa dan bersenda gurau ga karuan.
Dan ketika kami sampai di seberang Kali Gimun. -Kali Gimun memang berada di belakang rumahnya Udin, tapi di seberang selatannya ada sawah yang tidak terlalu besar, dan selatannya lagi ada jalan menuju sekolah kami. Sebenarnya di sana ada sebuah jembatan kecil sih, tapi, aku dan Udin memiliki jalan sedikit memutar untuk bisa berangkat bersama dengan Angga dan Dika.- Saat itulah pandangan kami tertuju ke arah kali Gimun itu.
Disana terlihat jelas ada sebuah rumah besar yang sudah beberapa tahun terakhir tidak ada yang menghuni nya. Di depan rumah tersebut ada sebuah pohon Nangka berukuran raksasa. Rumah itu di kelilingi oleh pohon salak yang berfungsi sebagai pagar pembatas.
"Lewat sana yuk?" Tanpa aku sadari, aku tertarik dengan cerita Udin sedunia tadi pagi. Mungkin, ini karena masa laluku di buku pertama, hampir setiap hari aku berurusan dengan yang namanya setan.
"Lho? Elu kesambet apaan Yon?" tanya Udin. "Elu tadi yang paling getol menolak."
"Hehee. Penasaran aja. Masa iya sih, hari gini masih ada yang namanya setan." jawabku jujur. Ayolah, setelah kejadian di bab terakhir buku pertama, aku sama sekali tidak pernah bertemu, maupun berurusan dengan setan jin dan sejenisnya. "Jadi gimana?"
"Ok," jawab Angga.
"Gas Ken!!" teriak Dika.
Dan kami berempat pun langsung berlari menyeberangi jalan untuk bisa menuju ke sawah. Kami berjalan susah payah di pematang sawah karena kami memakai sepatu, karena takut kotor, dan karena males mencucinya, mungkin itulah alasannya kami berjalan dengan tertatih di sana.
Setelah sukses dengan rintangan pertama, kami harus menyeberangi jembatan kecil penghubung jalan raya Mulyorejo dan dunia antah berantah.
Kali Gimun sudah berada tepat di depan kami. Di mana kisah ini bermula, dimana kisah horor di hidupku dimulai. Sudah beberapa tahun aku tidak lagi main kesini walaupun kali Gimun ini tak jauh berada dari rumahku. Tidak ada yang berubah, kecuali warna airnya. Dulu, airnya masih terbilang cukup bersih, tapi sekarang, airnya sudah benar-benar keruh berwarna kecoklatan, dan sesekali ada taik berwarna kuning keemasan mengambang di permukaannya. Bergerak dengan santai mengikuti arus kali Gimun yang cukup tenang.
Saat aku melihat ke arah barat, ada air terjun kecil di sana. Dan ketika aku melihat ke arah timur, ada sebongkah batu yang cukup besar. Di ujung selatan, ada kali Lanang yang melegenda itu.
Saat aku menghirup udara di sana. Entah kenapa perasaan rindu tiba-tiba menyeruak kembali di dalam diriku. "Aahh... Sudah lama tidak main kesini." tanpa sadar aku berkata demikian. Teman-teman menoleh ke arahku, dengan tatapan keheranan. Tapi mereka tidak berkomentar apa-apa.
Aku orang yang pertama kali menyebrangi jembatan Sidratul Muntaha itu. Ok aman, walaupun waktu aku menyeberangi nya jembatan itu berteriak-teriak kesakitan. Angga orang kedua, disusul oleh Dika. Dan Udin lah orang yang terakhir menyeberangi kali Gimun ini.
Tapi, dia tidak langsung menuju kami yang sudah berada di sisi lain kali Gimun. Udin malah berdiam diri di tengah-tengah jembatan itu sambil menatap ke arah rumah tua tersebut. Dia diam cukup lama, sehingga membuatku penasaran dengan apa yang dia lihat. Maka dari itu, aku ikut melihat ke arah yang dia lihat.
Dia melihat ke arah balkon lantai dua rumah tua tersebut. Salah satu dahan pohon Nangka ada yang menyeruak ke sana. Seolah dahan itu adalah tangan monster yang menangkap mangsanya. Dan rumah tua itulah mangsanya.
"Byur!!" suara benda terjatuh ke dalam air. Dan reflek aku menoleh ke arah tersebut.
Udin hilang dari atas jembatan, dia tidak berada di sini manapun kali Gimun ini. Dia....
"Wahahaha!!! Goblok!!! Ngapain lu Din?" Angga tertawa terbahak bahak ketika matanya tertuju ke arah Udin sedunia yang tercebur ke kali Gimun. Melihat itu, aku dan Dika ikutan tertawa.
"Brengsekk Lu semua!!! Bukannya nolongin Gue, malah ngakak. Anjing kalian!!!" Udin ngomel-ngomel sambil berusaha ke arah kami.
"Lagian, mana ada orang goblok berdiri di tengah-tengah jembatan reyot?" tanya ku.
"Ayok!! Kita segera pergi dari sini!!! Ga pake lama!!" Udin langsung berlari setengah dia berhasil melangkah ke tepi kali Gimun.
"Oii!! Ada apa Din?" teriakku sambil mengikuti Dia.
"Oii!! Tunggu!!" Dika dan Angga pun mengikuti kami.