Setelah kehilangan kedua orang tuanya, Karina dipaksa menikah dengan pria bernama Victor Stuart. Anak dari sahabat kakeknya. Pria dingin yang selalu berusaha mengekangnya.
Selama pernikahan, Karina tidak pernah merasa jika Victor mencintainya. Pria itu seperti bersikap layaknya seseorang yang mendapat titipan agar selalu menjaganya, tanpa menyentuhnya. Karina merasa bosan, sehingga ia mengajukan perceraian secara berulang. Namun, Victor selalu menolak dengan tegas permintaannya.
"Sampai kapan pun, kita tidak akan bercerai, Karina. Hak untuk bercerai ada di tanganku, dan aku tidak akan pernah menjatuhkannya."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lilylovesss, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Teman Lama
****
"Kau bisa menungguku di sini? Ada beberapa hal yang ingin aku bicarakan dengan dokter di dalam," ucap Victor pada Karina yang baru saja duduk di kursi tunggu, di hadapan sebuah ruangan.
Perempuan itu mengangguk, kemudian tidak lama Victor kembali masuk ke dalam ruangan tempat di mana tangan Karina diobati. Sekarang, Karina terduduk di sana seorang diri dengan pergelangan tangan yang memakai perban elastis.
Karina tidak masalah sama sekali Victor meminta izin kepadanya untuk berbicara dengan dokter yang menanganinya barusan, karena saat perempuan itu masuk, sepertinya Victor mengenal dekat dokter tersebut.
"Padahal tanganku tidak patah, hanya sedikit sakit saja, perkara Edward," ujar Karina sembari menatap pergelangan tangannya.
Setelah meninggalkan restoran, Victor terlihat begitu terburu-buru. Bahkan pria itu melajukan mobilnya dengan setengah kesadaran, hampir menabrak sebuah pembatas jalan perkara tangan Karina terluka.
"Aku harap, kau tidak pernah datang lagi dalam hidupku, Edward. Aku benar-benar ingin mengakhiri semuanya."
****
"Jadi, benar jika perempuan yang kau bawa padaku adalah istrimu? Kau serius?" tanya seorang pria berperawakan tinggi yang sama tingginya dengan Victor.
Dalam hitungan detik, Victor menganggukkan kepalanya dengan tubuh yang bersandar pada ujung meja beserta bibir yang terulas. Sementara pria yang bergelar dokter ortopedi itu masih menampakkan raut wajah bingungnya.
"Aku memang sudah menikah, meskipun tidak sempat memberitahumu."
"Lalu, apakah ini artinya kau akan menyerah dengan perempuan yang kau tunggu kepulangannya?"
Dalam hitungan detik senyum Victor memudar. Ingatannya kembali pada sosok perempuan yang selama ini sudah meninggalkannya cukup lama. Hidup di luar negeri seolah telah melupakan dirinya begitu saja.
"Bukankah kau sangat mencintainya?"
Pertanyaan yang sangat sulit Victor terima. Karena jelas perasaannya memang sudah terbagi sejak awal ia mengenal Karina di acara penghormatan terakhir kedua orang tuanya.
"Aku sudah melupakan Katarina."
"Oh, benarkah? Aku pikir kau tidak akan melupakan seseorang yang menjadi teman pertamamu dalam bercinta. Bukankah kau sempat mengatakan padaku jika kau pernah tidur bersamanya? Satu-satunya alasan kau sulit melupakannya."
Raut wajah Victor berubah menjadi datar hanya dalam hitungan detik. Selama ini, ia sudah berusaha dengan keras melupakan sosok tersebut, tetapi pria yang berada di hadapannya dengan begitu lancar mengungkit masalalunya yang sedikit menyedihkan.
"Aku sudah benar-benar melupakannya, Chris."
"Jika memang begitu, aku bersyukur sangat besar. Aku membahas ini karena aku memiliki sebuah ketakutan. Takut jika kau memanfaatkan gadis kecil untuk melupakan Katarina."
****
"Sudah selesai?" tanya Karina sembari beranjak dari posisinya saat Victor ke luar dari dalam ruangan tersebut.
Victor mengangguk, kemudian tak lama Karina berjalan ke arah pria tersebut dengan senyum lebarnya. Melihat hal itu, perasaan Victor mendadak sedih. Mengingat apa yang sebenarnya ia sembunyikan dari istrinya tersebut selama ini. Meskipun saat ini perasaan Victor memang lebih berpihak pada Karina, bukan Katarina lagi.
Namun, entah apa yang akan terjadi jika perempuan itu kembali. Apalagi saat mengetahui soal Karina—perempuan yang memiliki nama hampir sama dengannya. Kemungkinan besar Katarina akan menganggap Victor memang kesulitan melupakan dirinya sampai saat ini.
"Kenapa mendadak melamun? Ada sesuatu yang tidak beres saat kau di dalam?"
Victor menggeleng. "Tidak. Aku melamun karena wajahmu terlalu cantik."
Sontak Karina merotasikan kedua bola matanya. Melihat hal tersebut, Victor kembali tersenyum. Kemudian ia meraih salah satu lengan Karina dan mereka mulai berjalan melewati lorong rumah sakit.
"Seharusnya aku menghajar Edward di restoran tadi. Berani sekali dia menyakiti tangan istriku."
"Kau marah karena Edward menyakitiku, atau kau cemburu karena Edward berani menyentuh tanganku?"
"Keduanya. Aku sama-sama keberatan."
Karina tergelak. Tidak pernah ia bayangkan jika Victor adalah orang yang seseru itu. Ketika awal-awal menikah, sikapnya tak jauh berbeda seperti seorang kakak laki-laki yang bersikap posesif pada adik perempuannya.
Tidak banyak bicara, tetapi sekali bicara selalu berhasil membuat perasaan Karina terkekang. Ada banyak aturan dan ada banyak hal yang harus Karina hindari, meskipun ia sangat menyukainya.
"Sebelum pulang, kau ingin pergi jalan-jalan terlebih dahulu, atau tetap pulang."
"Aku lelah, jadi sepertinya kita pulang saja."
"Baiklah."
****
Saat mereka sudah sampai di rumah, Karina mendadak mengajak Victor untuk menonton sebuah film romantis. Victor yang sangat jarang menonton film romantis, mau tidak mau mengiyakan permintaan Karina.
Sebelum menonton, Victor memutuskan untuk menyiapkan beberapa cemilan dan juga minuman yang akan ia bawa ke atas meja ruang keluarga, agat Karina tidak kehausan atau kelaparan saat menonton yang membuat perempuan itu harus bolak-balik ke dapur.
Setelah semuanya siap, Victor duduk di sofa dengan Karina yang juga terduduk di sampingnya. Siap untuk menonton film yang sebentar lagi akan dimulai.
Dalam hitungan detik, film pun sudah dimulai. Ruangan gelap yang hanya diterangi oleh cahaya dari televisi, membuat suasana semakin terasa romantis. Untuk kali pertamanya dalam hidup, Victor menyukai moment menonton film bersama.
"Kau tidak pegal?" tanya Victor saat melihat Karina hanya menyandarkan tubuhnya di kursi.
"Mm, sepertinya tidak."
"Berbaring di sini." Perintah Victor sembari menepuk pahanya.
"Apa?"
"Berbaring di pahaku. Kau pasti sangat pegal jika harus menonton film sambil menyenderkan tubuh."
"Ta-tapi."
"Berbaringlah, aku siap menahan pegal untukmu, Karina."
****
tapi Karina bukan sbg wanita pertama baginya 😌😌😌
Oh iya mampir yuk dikarya baruku judulnya ISTRI PENGGANTI TUAN ARSEN😁🙏.
💗