Mendapatkan ancaman tentang aib keluarga yang akan terkuak membuat Leon terpaksa menerima untuk menikah dengan Moira. Gadis bisu yang selama ini selalu disembunyikan oleh keluarga besarnya.
Menurut Leon alasannya menikahi Moira karna sangat mudah untuk ia kendalikan. Tanpa tahu sebenarnya karena sering bersama membuat Leon sedikit tertarik dengan Moira.
Lalu, bagaimana dengan kelanjutan kisah mereka? Apakah Moira yang bisu bisa memenangkan hati Leon?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Haasaanaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 14
Selama Moira menjelaskan tentang kemampuannya selama itulah pandangan mata Theo terus tertuju pada gadis cantik itu. Tangan Moira terus bergerak mengatakan apa yang ia maksud, sangat mahir dan sangat pas dengan ala yang Theo butuhkan.
"Aku suka dengan kejujuranmu, mulai hari ini kau bisa bekerja. Nanti akan ada Nia yang mengantarkan dirimu menuju ruangan para penyiar berita." Ucap Theo disertai senyuman ramahnya.
Moira tersenyum manis sembari mengangguk mengerti. "Terimakasih sudah memberi kesempatan padaku.." Sampai Moira menunduk hormat, ia merasa sangat bahagia didunia ini ada yang lapang dada menerima semua kekurangannya.
"Semua orang bagiku memilih kesempatan, Moira. Kau adalah satu-satunya orang itu, kita akan bekerja sama dengan baik." Balas Theo, ia mengajak tangan Moira itu saling berjabat tangan. Theo seolah senang melihat wajah cantik Moira yang terus tersenyum, sangat menghangatkan hatinya.
"Maaf sebelumnya, apa kau sudah menikah?" Theo bertanya karena tidak mau nantinya salah sikap dengan wanita yang bersuami.
Sebelum menjawab pertanyaan Theo Moira tentunya memikirkan jawaban yang paling tepat. Ia tidak mungkin membohongi Theo jika belum menikah, karna juga cincin pernikahan ini selalu ada di tangannya.
"Aku sudah menikah, hanya saja pernikahanku dan suami tidak dilandaskan atas cinta. Melainkan atas keindahan orang tua saja, jadi tidak terlalu menghalangi aku dalam bekerja."
Ada rasa sedikit kecewa dihati Theo mendapati fakta jika Moira sudah menikah. Padahal baru saja mau mendekati tapi sudah terpental dengan fakta besar. Theo mencoba menganggukkan kepala seolah mengerti dengan maksud penjelasan Moira tadi.
"Suatu saat jika suamimu sudah bosan, lalu kalian berpisah... aku sangat siap menggantikan posisi dia." Kata Theo sangat serius, tapi malah Moira tertawa kecil mendengarnya.
Tok.. Tok..
Pintu terbuka separuh, seorang wanita cantik masuk. Ia sangat mempesona dimata Moira, berpenampilan anggun dan mempesona. Mungkinkah manusia sempurna ini yang akan bekerja sama dengannya didalam menyiarkan berita nanti. Moira menjadi tidak percaya diri, mengingat penampilannya sangat biasa.
"Moira, kau bisa bekerja sekarang. Tolong hapalkan teks berita yang akan aku baca nanti... karna aku sangat tidak suka ada kesalahan dalam bekerja." Ucap Nia, ia menatap sinis Moira yang sepertinya sangat dekat dengan Theo.
Moira bangkit dari duduknya, ia pamit kepada Theo lalu pergi menuju ruangan tempatnya ia bekerja. Selama kepergiannya mata Theo terus tertuju pada Moira sampai tersenyum manis.
"Kau suka dengan wanita bisu?" Tanya Nia secara langsung, ia melempar Theo dengan cemilan yang kebetulan ada dimeja.
"Tidak sopan!" Theo mengabaikan pertanyaan Nia dengan fokus pada surat lamaran pekerjaan wanita cantik itu. "Pergilah, bantu Moira untuk hari ini. Pasti banyak yang belum dia mengerti," Perintah Theo, ia sudah tidak suka sebenarnya terus berdekatan dengan Nia yang selalu arogan.
Dengan kedua kaki dihentakan Nia berlalu pergi, menyebalkan sekali batinnya Theo yang malah menyuruhnya harus membantu Moira. Padahal banyak tadi kandidat yang datang bisa bicara tapi sangat mahir berbahasa isyarat. Tapi, Theo tetap bersikukuh ingin Moira yang menduduki pekerjaan ini.
"Apa yang telah diberikan sibisu itu pada Theo, sampai baru satu hari saja sudah mendapatkan perhatian khusus." Nia kesal sekali, ia melihat Moira yang tengah berlatih dimeja kerjanya. "Aku sudah lima tahun bekerja disisi Theo, tidak kunjung mendapatkan perhatian pria itu." Nia menjadi benci dengan Moira yang telah merebut segala perhatian Theo sekarang.
Sementara Moira terus bersemangat berlatih, ia menonton video berita yang bisa membuat bahasa isyaratnya tidak kaku nanti. Moira harus merasa harus memberikan yang terbaik kepada Theo. Mengingat pria itu telah memberikan kepercayaan besar padanya, jangan sampai Moira mengecewakan itu saja.
"Nih.." Tiba-tiba saja Nia memberikan berbagai file latihan yang akan dipakai Moira untuk berlatih. "Putar semua video ini untuk berlatih, aku tidak mau kau salah-salah nanti!" Perintahnya.
Moira melihat kearah Nia yang terus menatapnya penuh permusuhan. "langsung sebanyak ini?" Tanya Moira, karna sepertinya Theo tadi mengatakan jika hanya satu file saja yang perlu ia pakai untuk berlatih.
"Iya! Kau kira kerja ini bisa santai-santai gitu, nggak! Kau harus berlatih sampai semua file ini habis, lalu tunjukan padaku." Nia berlalu pergi begitu saja meninggalkan Moira yang masih curiga dengan semua ini.
Pandangan mata Moira menuju file video yang sangat banyak, meskipun ia masih kuliah tapi Moira tidak sebodoh itu.
"Apa dia mau membodohi aku?" Moira menghela napas panjang saja, ternyata teman satu kerjanya malah memiliki sifat seburuk itu dihari pertama bekerja. "Tidak apa, Moi. Anggap saja sebagai latihanmu, agar semakin mahir."
Menghidupkan kembali video yang tertunda lalu mulai berlatih, tidak bosan-bosan Moira terus berlatih sampai ia lancar mengenai pergerakan bibir Nia. Tanpa diketahui oleh Moira, jika Theo terus memperhatikan dirinya dari kejauhan. Sifat gigit yang dimiliki Moira itulah yang membuat Theo semakin kagum, tidak pernah menyerah sedikitpun.
~
Waktu berlalu begitu cepat, sampai Moira sadar jika sudah jam 19:00 malam. Ia melihat Nia yang sudah membereskan barang-barangnya, sepertinya wanita itu juga pulang. Moira juga melakukan hal yang sama, ia memasukkan segala benda-benda penting menuju tas.
"Jangan sampai Leon pulang lebih dahulu, aku tidak mau diomeli lagi.."
Moira sedikit terburu-buru sampai tidak fokus dengan sekitarnya. Setelah selesai ia langsung berlari menuju keluar ruangan, tangannya sibuk memesan ojek online untuk mengantarkan dirinya pulang menuju kediaman.
"Sama aku aja, Moi.." Suara itu mengejutkan Moira, ternyata Theo yang berada di parkiran mobil. "Ayo, agar aku tahu alamatmu nanti.." Theo sedikit memaksa.
Tapi, mana mungkin Moira bisa diantar pulang oleh pria itu. Bagaimana kalau Leon sudah pulang lebih dahulu, apa pria itu akan marah?
"Ada Nia juga, jadi kita tidak berdua. Suamimu juga tidak akan marah nanti," Jelas Theo, ia tahu kegundahan hati Moira.
Moira juga merasa sudah tidak sempat menunggu ojek online lagi, ia pun mau untuk pulang bersama dengan Theo.
"Maaf merepotkan.." Ucap Moira dengan tangan-tanganya seperti biasa. Ia bersyukur masih memiliki teman baik seperti Theo, setidaknya disela orang yang jahat masih ada teman baik membuat semua perjalanan ini tidak terlalu berat bagi Moira.