Niat hati, Quin ingin memberi kejutan di hari spesial Angga yang tak lain adalah tunangannya. Namun justru Quin lah yang mendapatkan kejutan bahkan sangat menyakitkan.
Pertemuannya dengan Damar seorang pria lumpuh membuatnya sedikit melupakan kesedihannya. Berawal dari pertemuan itu, Damar memberinya tawaran untuk menjadi partnernya selama 101 hari dan Quin pun menyetujuinya, tanpa mengetahui niat tersembunyi dari pria lumpuh itu.
"Ok ... jika hanya menjadi partnermu hanya 101 hari saja, bagiku tidak masalah. Tapi jangan salahkan aku jika kamu jatuh cinta padaku." Quin.
"Aku tidak yakin ... jika itu terjadi, maka kamu harus bertanggungjawab." Damar.
Apa sebenarnya niat tersembunyi Damar? Bagaimana kelanjutan hubungan Quin dan Angga? Jangan lupakan Kinara sang pelakor yang terus berusaha menjatuhkan Quin.
Akan berlabuh ke manakah cinta Quin? ☺️☺️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arrafa Aris, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3
Sesaat setelah ketiganya berada di dalam ballroom, mereka pun menghampiri Angga yang sedang mengobrol dengan temannya.
Pria itu tersenyum saat melihat Damar bersama Adrian juga Sofia semakin mendekatinya.
"Pak Damar, terima kasih sudah mau hadir," ucap Angga sekaligus mengulurkan tangan untuk berjabat tangan dengan Damar.
"Sama-sama, jangan formal begitu panggil Damar saja," sahut Damar.
Angga mengulas senyum sambil mengangguk. Ia mengarahkan pandangan ke tempat lain seolah mencari sosok Quin.
"Oh ya, aku tinggal sebentar ya," izin Angga.
Pria itu, sedikit menjauh dari keramaian lalu menghubungi Quin. Namun, perasaan kecewa seketika menyelimuti dirinya karena ponsel Quin tetap tak aktif.
"Quin!" Angga merasa sedikit kesal.
"Bro, ada apa? Kok wajahmu kusut begitu? Harusnya kamu bahagia, dong," tanya Dennis yang tiba-tiba muncul
"Bagaimana mau bahagia jika Quin nggak bisa hadir. Dia lagi di luar kota," jelas Angga dengan hela nafas kasar.
"What?!! Impossible. Tadi sore aku masih melihatnya berada di taman kota."
"Apa kamu yakin?"
"Hmm."
Angga terdiam dan tampak merenung. Sedetik kemudian ia melirik Dennis. Entah, ia harus percaya atau tidak. Apalagi Dennis sering menjahilinya.
"Ayolah Angga, kali ini aku nggak berbohong. Aku berani bersumpah," kata Dennis dengan raut wajah meyakinkan seraya membentuk V dua jarinya.
Tak lama berselang, Kinara menghampiri keduanya seraya menyapa.
"Dennis, Angga."
Angga terlihat cuek sedangkan Dennis menatap gadis itu dengan tatapan lapar.
"Oh ya, aku tinggal sebentar," pamit Angga kemudian meninggalkan keduanya begitu saja.
Sementara Damar dan Adrian sedang mengobrol santai bersama Sofia.
"Aku dengar-dengar, Angga akan menikah tahun ini. Kalau nggak salah tunangannya seorang desainer," celetuk Sofia tiba-tiba.
"Benarkah, kok aku baru tahu? Apa kamu mengenal tunangannya itu?" tanya Damar.
"Nggak terlalu sih, Kak. Setahuku orangnya baik, ramah dan berparas cantik tentunya. Kalau aku nggak salah, dia juga bekerjasama dengan beberapa perusahan yang bergerak di bidang fashion," jelas Sofia dengan semangat.
Damar hanya mencermati ucapan Sofia sambil mengelus brewoknya.
Tak lama berselang puncak acara pun di mulai. Mau tidak mau Angga merayakan pesta ulang tahunnya tanpa kehadiran Quin. Raut wajah kecewa jelas tampak pada pria berwajah oriental itu. Bahkan ia seolah tak bersemangat.
Belum lagi para kolega bisnisnya yang sejak tadi menanyakan keberadaan Quin.
Desas desus tentang isu hubungan keduanya yang mulai renggang seketika mengusiknya. Akibatnya, Angga merasa tak nyaman sekaligus merasa getir.
.
.
.
Jauh dari keramaian pesta, Quin malah asik menggambar ditemani dengan secangkir teh hangat.
Setelah selesai menggambar, ia pun menghampiri kolam renan. Ia duduk di salah satu kursi santai, sembari memandangi langit yang bertabur bintang.
"Mama, seandainya mama masih ada, ingin rasanya ku menangis dalam pelukanmu," ucap Quin dengan lirih disertai air mata yang ikut menetes.
Dalam keheningan malam, benaknya dipenuhi dengan berbagai pertanyaan.
"Apa selama ini Angga dan Kinara diam-diam menjalin hubungan di belakangku? Ya Tuhan, jika itu benar mereka tega banget."
"Quin, lupakan, ngapain kamu harus berlarut-larut memikirkan orang yang sudah mengkhianatimu," ucapnya pada dirinya sendiri.
.
.
.
Malam semakin larut, pesta meriah itu, seolah tak ada artinya bagi Angga tanpa kehadiran Quin. Ia merasa tetap ada yang kurang.
"Angga, sejak tadi aku nggak melihat Quin?" tanya Kinara sembari menyeringai.
Angga mundur beberapa langkah kemudian berkata, "Bisa nggak sih, kamu menjaga jarak. Memangnya kenapa jika Quin nggak terlihat? Dia ada urusan mendadak di luar kota!"
Kinara malah tersenyum puas. "Bagus dong, jadi kita bisa menghabiskan malam ini berdua saja di apartement," bisik Kinara dengan nada sensual.
Angga tersenyum sinis. "Sepertinya di sini bukan aku yang maniak tapi dirimu," sindir Angga.
"Tapi, kamu sangat menikmati permainan panasku bukan?" Kinara balik menyindirnya. "Pasti Quin nggak pernah melakukan hal yang sering kita lakukan berdua."
"Karena Quin wanita yang sangat menjaga kehormatannya. Dia nggak seperti dirimu yang rela menyerahkan diri pada pria lain hanya untuk memuaskan hasrat sesaat," sahut Angga dengan seringai mengejek.
Ucapan menohok Angga seketika membuat Kinara geram. Rahangnya mengetat lalu mengepalkan kedua tangan.
Kedekatan keduanya justru memancing spekulasi jika hubungan Angga dan Quin memang sedang bermasalah.
"Sofia, apa itu wanita yang akan dinikahi oleh Angga?" tanya Damar.
"Bukan, Kak. Itu Kinara seorang model sekaligus temannya Angga," jelas Sofia. "Aku juga heran sejak tadi tunangannya nggak kelihatan."
"Kepo banget sih, kamu," sahut Adrian.
"Emang kenapa? Sewot!" kesal Sofia lalu menjulurkan lidah.
Damar tersenyum sembari geleng-geleng kepala melihat adik dan asistennya itu berdebat.
"Adrian, Sofia, sebaiknya kita pulang. Yuk, kita pamit dulu sama Angga," cetus Damar
Ke-tiganya pun menghampiri Angga juga Kinara yang masih mengobrol.
"Angga, terima kasih atas undangannya. Semoga kedepannya kita bisa menjalin kerjasama," kata Damar.
"Sama-sama, Damar. Satu kehormatan bagiku bisa menjalin kerjasama denganmu nanti," balas Angga.
Damar mengangguk pelan. Setelah itu, ia, Adrian juga Sofia meninggalkan ballroom hotel.
Kinara memandangi Damar yang kini sudah menjauh. Heran sekaligus bertanya-tanya, siapa sebenarnya pria berkursi roda itu?
"Angga, siapa dia? Sepertinya dia bukan orang sembarangan," tanya Kinara penasaran.
"Dia anaknya pak Alatas. Damar Khalid Alatas. CEO Alatas Grup. Kamu pasti tahu Alatas Corp dan Alatas Grup."
"What?! Bukankah dia CEO yang mengalami kecelakaan di arena balap saat melakoni balapan mobil kala itu?"
"Ya."
Kinara seakan tak percaya. Pria tampan yang dulunya dikenal dengan sejuta pesona serta digilai banyak wanita juga gemar hura-hura itu, kini tampak jauh berbeda, bahkan nyaris tak dikenali.
"Kenapa dia baru muncul sekarang?"
"Dia menjalani perawatan medis di luar negeri," jelas Angga.
Sejenak Kinara terdiam. Ingatannya kembali berputar beberapa tahun yang lalu. Masih jelas terekam di memorinya waktu itu, ketika ia berada di satu bar yang sama dengan Damar.
"Kinara, sebaiknya kamu pulang. Ini sudah larut. Nanti orang tuamu khawatir," saran Angga lalu meninggalkan gadis itu begitu saja.
...----------------...