9
Pernikahan adalah cita-cita semua orang, termasuk Dokter Zonya. Namun apakah pernikahan masih akan menjadi cita-cita saat pernikahan itu sendiri terjadi karena sebuah permintaan. Ya, Dokter Zonya terpaksa menikah dengan laki-laki yang merupakan mantan Kakak Iparnya atas permintaan keluarganya, hanya agar keponakannya tidak kekurangan kasih sayang seorang Ibu. Alasan lain keluarganya memintanya untuk menggantikan posisi sang Kakak adalah karena tidak ingin cucu mereka diasuh oleh orang asing, selain keluarga.
Lalu bagaimana kehidupan Dokter Zonya selanjutnya. Ia yang sebelumnya belum pernah menikah dan memiliki anak, justru dituntut untuk mengurus seorang bayi yang merupakan keponakannya sendiri. Akankah Dokter Zonya sanggup mengasuh keponakannya tersebut dan hidup bersama mantan Kakak Iparnya yang kini malah berganti status menjadi suaminya? Ikuti kisahnya
Ig : Ratu_Jagad_02
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ratu jagad 02, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9
Zonya mengambil alih Naina dari gendongan Mbok Ijah dan langsung membawanya menuju salah satu ruangan. Ia lalu meminta Dokter Stephani untuk datang dan memeriksa keadaan Naina
"Dokter Zonya?"
"Nai demam lagi Dok, tolong periksa keadaannya" pinta Zonya
Dokter Stephani langsung mengarahkan Naina untuk dibaringkan di brankar yang ada di sana. Namun begitu punggung bayi itu menempel pada brankar, bayi itu langsung menangis kencang. Membuat Zonya kembali membawanya kedalam pelukan
"Sayang... Tidak Nak, tenang ya, oke. Cup... Cup..."
Zonya menimang Naina, hingga tangis bayi itu perlahan mulai mereda. Hingga akhirnya, Dokter Stephani terpaksa melakukan pemeriksaan pada Naina, dengan Naina yang berada dalam gendongan Zonya
"Bagaimana Dok?" tanya Zonya
"Saya rasa, saya benar-benar harus serius menangani kasus Naina, Dok"
"Maksud Dokter?"
"Saya menemukan kelainan pada tubuh Naina. Tapi saya membutuhkan waktu untuk membuktikan kecurigaan saya, maka dari itu saya meminta izin pada Dokter untuk melakukan tes urine pada Naina untuk untuk mengetahui lebih lanjut"
"Lalu apa kecurigaan Dokter tentang penyakit Naina?" tanya Zonya dengan jantung yang sudah berdebar tak karuan
"Maaf Dok, saya tidak berani mengatakan apa-apa. Tapi saya akan melakukan yang terbaik untuk menangani Naina. Kita berdo'a saja semoga Naina tidak mengalami sakit serius apapun"
Melihat ketakutan di mata Dokter Stephani, membuat Zonya juga ikut merasa berdebar. Entah mengapa ia seakan bisa memprediksi kemungkinan penyakit yang dialami oleh Naina. Mengingat penyakit yang sebelumnya dialami oleh Nasila, Ibu Naina.
"Berapa lama hasil pemeriksaannya keluar Dokter Stephani?" tanya Zonya
"24 jam yang akan datang hasilnya pasti sudah kita dapatkan Dok. Kalau begitu, saya izin untuk pergi, permisi"
"Silahkan Dok"
Zonya kembali menatap Naina yang berada dalam gendongannya. Seketika air matanya menumpuk dipelupuk mata saat melihat Naina yang menatapnya dengan mata bulatnya. Ia lantas mencium bayi itu dan meminta Mbok Ijah untuk menggendong Naina. Begitu Naina berpindah kedalam gendongan Mbok Ijah, Zonya langsung permisi keluar. Namun naru saja ia menutup pintu ruangan Naina, ia melihat punggung Dokter Stephani yang mulai menghilang bersama seorang laki-laki yang sepertinya ia kenali
"Mas Sean?"
Zonya yang memang awalnya ingin menemui Dokter Stephani untuk bertanya lebih lanjut mengenai Naina. Akhirnya memilih mengikuti langkah Dokter Stephani secara diam-diam. Sekaligus, ia juga ingin memastikan bahwa laki-laki yang bersama Dokter Stephani adalah Sean, suaminya
"Jadi Dok, apa yang terjadi pada Naina?" suara percakapan mulai terdengar di telinga Zonya
"Maaf Tuan, ini hanya dugaan saya saja. Tapi menurut apa yang saya curigai, saat ini putri Tuan mengalami penyakit gagal ginjal"
"Apa?"
"Ini masih dugaan saya Tuan. Saya akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut pada Naina, dan saya akan segera mengabari Tuan dan Dokter Zonya setelah hasilnya keluar"
Zonya yang mendengar ucapan Dokter Stephani tentang dugaan penyakit Naina, hanya mempu membekap mulutnya dengan hati yang bergemuruh hebat. Bagaimana ini bisa terjadi. Setahu Zonya, penyakit gagal ginjal bukanlah penyakit turunan, lalu kenapa penyakit ini justru di turunkan Kak Nasila pada Naina?
Sedangkan di dalam sana, Sean memejamkan matanya begitu mendengar pernyataan Dokter. Sedikit banyak, hati Sean juga ikut merasa takut saat mendengar penyakit itu. Karena bagaimana 'pun, itu adalah penyakit mematikan yang dulu pernah diderita oleh Nasila. Walaupun ia pernah mengatakan bahwa dirinya tidak mengharapkan kehadiran Naina di hidupnya. Namun mendengar penyakit berbahaya yang menggerogoti tubuh darah dagingnya, membuat Sean cukup merasa sedih
"Lakukan yang terbaik untuk Naina Dok. Saya percayakan dia pada anda" ucap Sean akhirnya
"Terima kasih atas kepercayaan anda Tuan. Saya akan melakukan semua sesuai kemampuan saya"
Sean mengangguk dan keluar dari ruangan Dokter Stephani. Ia berjalan dengan wajah gusar, menyusuri lorong demi lorong rumah sakit milik mertuanya. Baru saja ia akan berbelok untuk mengunjungi ruang perawatan Naina, ia dikejutkan dengan kehadiran Zonya yang menghadang langkahnya
"Ada apa kau susah-susah mengunjungi rumah sakit ini Mas. Apakah kau mengkhawatirkan putrimu? Ahh tidak, aku lupa bahwa kehadirannya sama sekali tidak kau harapkan. Jadi tidak mungkin kalau kau datang ke sini untuk mengetahui keadaannya" ucap Zonya
"Jangan mengajakku berdebat Zoe"
"Kenapa? Bukankah apa yang aku ucapkan ini benar. Kau sama sekali tidak mengharapkan kehadiran Naina. Jadi jangan pernah bersikap seakan-akan kau mengkhawatirkannya"
"Mulai sekarang aku akan mengkhawatirkan setiap apa saja yang terjadi pada Naina. Karena dia adalah putriku" ucap Sean tegas dan langsung pergi menuju ruang rawat Naina
"Laki-laki plin-plan" desis Zonya
Sean menatap pintu ruang rawat Naina sejenak. Setelah berusaha meyakinkan hati, akhirnya ia mulai memberanikan diri untuk membuka pintu tersebut. Mbok Ijah yang mendengar pintu terbuka, akhirnya membalik badannya, karena mengira bahwa Zonya 'lah yang datang. Namun seketika matanya membulat saat mendapati Sean yang berdiri diambang pintu, dengan Zonya yang berada di belakang tubuh laki-laki itu
"Tuan?"
"Bagaimana keadaan putriku, Mbok?"
Mbok Ijah menatap heran pada Tuannya saat mendengar Tuannya memanggil Naina dengan sebutan putriku. Karena seingatnya, Tuannya ini sangat tidak menyukai Naina. Bahkan tidak mengharapkan kehadiran Naina sama sekali
"Mbok?" tanya Sean lagi
"Demam Non Nai masih belum turun Tuan"
Sean melangkah mendekat dan melihat Naina yang masih berada dalam gendongan Mbok Ijah. Mata anak itu terpejam. Namun mulutnya terus menerus berkata-kata tidak jelas. Mungkin, ini juga efek dari demam tinggi yang ia alami. Secara perlahan, Sean kembali mengikis jarak diantara mereka. Ia tatap dalam-dalam wajah bayi itu, membuatnya benar-benar bisa melihat sosok Nasila di wajahnya
Tring... tring... tring...
Sean memutus tatapannya dari Naina dan memilih untuk mengangkat panggilan masuk terlebih dahulu "Halo..."
"Lima belas menit lagi, pesawat yang akan kita tumpangi akan lepas landas Tuan" ucap seorang laki-laki di seberang sana
"Batalkan penerbangan kita"
"Maksud Tuan?"
"Aku tidak akan berangkat karena putriku sakit" jawab Sean dan langsung saja memutus panggilan teleponnya
Untuk sesaat, Sean merasa bingung dengan dirinya sendiri. Tadi, saat mendengar Naina demam, hati Sean dilanda ketakutan besar yang anehnya tanpa Sean ketahui alasannya. Karena hal itulah, akhirnya Sean memutuskn untuk mengikuti mobil Zonya menuju rumah sakit. Karena hatinya seakan menuntunnya untuk melakukan itu. Sekarang, setelah melihat wajah pucat anaknya, ia tiba-tiba merasa enggan untuk berjauhan. Bahkan ia rela membatalkan rencana keberangkatannya secara tiba-tiba
"Aku mungkin akan pergi Mas, tapi aku harap kau tidak akan merasa kesepian. Karena Naina sangat mewarisi wajahku. Lihatlah, wajahnya sangat mirip denganku bukan?"
Sean tersadar dari ingatannya tentang Nasila. Ia mengusap wajahnya, dengan helaan napas kasar "Aku akan mencoba menerimanya Sila. Aku akan mencobanya" gumam Sean