Bagaimana jika orang yang kamu cintai meninggalkan dirimu untuk selamanya?
Lalu dicintai oleh seseorang yang juga mengharapkan dirinya selama bertahun-tahun.
Akhirnya dia bersedia dinikahi oleh pria bernama Fairuz yang dengan menemani dan menerima dirinya yang tak bisa melupakan almarhum suaminya.
Tapi, seseorang yang baru saja hadir dalam keluarga almarhum suaminya itu malah merusak segalanya.
Hanya karena Adrian begitu mirip dengan almarhum suaminya itu dia jadi bimbang.
Dan yang paling tak di duga, pria itu berusaha untuk membatalkan pernikahan Hana dengan segala macam cara.
"Maaf, pernikahan ini di batalkan saja."
Jangan lupa baca...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dayang Rindu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13
Setelah sibuk dengan pekerjaan masing-masing, Rosa dan Hana kini tidur menyandar sambil memainkan ponsel.
"Ros, bukankah dokter yang tadi adalah dokter yang hari itu?" tanya Hana, setelah menahan pertanyaannya sejak sore, lantaran Fairuz duduk sebentar mengobrol di rumahnya.
Ros berbalik menghadap Hana. "Iya." jawab Rosa.
Hana pun diam berpikir.
"Kak Hana ngerasa nggak sih, kalau dokter Adrian itu sebenarnya ingin mendekati kak Hana?"
Hana menoleh, sebenarnya iapun merasa pandangan Adrian kepadanya memiliki arti yang lain. Tapi tak ingin terlalu percaya diri untuk menduganya.
"Di klinik, dia itu tidak pernah tersenyum. Kaku, dan jutek. Eh, giliran tadi sore dia senyum-senyum itu, tebar pesona." Kata Rosa.
"Tapi die tak tengok akak." kata Hana.
"Tak tengok, tapi lirik-lirik, curi pandang curi perhatian!" kata Rosa.
"Tak yakin lah."
"Aduh Kak Hana... Masak_"
Baru saja keduanya akan mengobrol seru, suara musik dari rumah tetangga itu terdengar keras, belum lagi suara khas Titin yang seperti kaleng rombeng menyakitkan telinga, beruntung sejenak kemudian berhenti.
"Menurut Ros_"
Suara musik kembali menggema semakin kencang, suara gendang pun seolah menggetarkan hingga ke kamar mereka.
"Ini tetangga emang gak punya akhlak!" Rosa beranjak dari ranjang miliknya, lalu keluar dengan wajah yang sudah sangat marah.
"Ros!" Hana memanggilnya, kemudian ia pun ikut beranjak mengikuti sang adik berjalan ke rumah Mak Romlah.
"Bisa nggak itu suara speakernya di kecilin!" Teriak Rosa tepat di ambang pintu rumah Mak Romlah, ia menatap tajam setiap orang yang ada di dalamnya.
"Kok kamu marah-marah begitu?" seorang teman Titin yang menyahut. Sedangkan tuan rumah hanya diam dengan tatapan kesal.
"Bagaimana aku tidak marah? Suara musik kalian itu mengganggu! Memekakkan telingaku, telinga semua orang yang tinggal di sekitar rumahmu!" marah Rosa.
"Jangan begitu lah Ros, kami sedang latihan karena mendapatkan job besok lusa." jawab Titin dengan nada pelan, tapi wajahnya cemberut kesal.
"Tapi nggak segitu kencengnya juga lho, Titin Supriatiiinnn!" Kesal Rosa dengan gigi gemeratak.
"Ya habisnya gimana Ros? Kamu sih enak bisa kerja di tempat yang bagus karena pendidikan mu juga bagus. Sedangkan aku?" Titin berkata dengan raut wajah semakin menyebalkan.
"Bukan begitu juga konsepnya Tiiiin! Kamu bisa latihan dengan speaker standar kan? Gak harus sekencang itu! Bikin rumah orang bergetar kaya gempa 6,7. Ngerti nggak sih?" Rosa semakin geram, hingga kedua tangannya semakin erat mengepal.
"Iya, iyaaa!" Sahut Titin, membuang muka, sekalinya melirik Rosa dengan tatapan kesal. Tangan janda muda itu pula meraih tombol volume dan memutarnya sedikit. "Udah Ros! Sana pulang!" usirnya.
Tak menunggu jawaban sang adik, Hana pun segera menggeret adiknya pulang.
"Nggak anaknya, emaknya, semuanya nyebelin!" gerutu Rosa sambil berjalan menuju teras rumahnya Deng terpaksa. Namun langkahnya terhenti ketika tak sengaja melihat ke arah kanan rumahnya.
"Lho, itu rumah kosong kok tiba-tiba lampunya nyala?" Rosa melongok menajamkan penglihatannya.
"Mungkin tuannya dah balik." sahut Hana, ia pun ikut melirik rumah tersebut.
"Nggak mungkin, tadi sore aja masih tutupan. Masih kosong tak berpenghuni." kata Rosa, ia pun maju selangkah untuk memperjelas penglihatannya. "Apa jangan-jangan Hantu?" ucapnya pula, lalu menoleh Hana.
"Percaya hantu pun?" gumam Hana, lalu meninggalkan adiknya yang masih saja penasaran.
Namun beberapa detik kemudian Rosa tak juga beralih dari posisinya, setengah membungkuk melihat rumah tetangga yang kosong itu. Lalu tampaklah sekelebat bayangan yang kemudian menempelkan wajahnya di jendela kaca, membuat Ros sangat terkejut.
"Ros, masuk cepat! Nanti ada hantu!" teriak Hana.
Brakk!
Rosa mengunci pintu terburu-buru, lalu masuk kedalam kamarnya tanpa berkata-kata.
"Aneh sangat." gumam Hana, kemudian ia terkekeh menertawai adiknya. "Takut hantu ke?"
Keesokan harinya.
"Ayolah Kak, kita pergi bareng." ajak Rosa, ia sedang merapikan rambutnya yang tergerai hitam lebat. Sedangkan Hana sedang memakai kerudung instan yang simpel, lalu meluruskan pet diatas keningnya.
"Ayok lah." jawab Hana, dia pun keluar dari rumah itu.
"Ibu dah berangkat ya Kak?" tanya Rosa, sejak pagi tak melihat sang ibu.
"Tadi ibu pegi nak ambik tomat dan cabai. Sekejap lagi balik dah." jawab Hana, ia mengeluarkan kunci mobilnya kali ini.
"Kak Hana mau pergi kemana? Kok bawa mobil?" tanya Rosa.
"Tak nak pegi kemane-mane. Kasihan je tengok mobil seorang diri. Jalan kampung pun tak kenal."
Seketika Rosa menepuk jidatnya sendiri. "Dah lah. Kelamaan manasin mesinnya." ucap Rosa. Ia pun menggandeng Hana berangkat bersama. Namun langkah keduanya terhenti saat ada yang memanggil dirinya.
"Rosa."
Rosa pun menoleh bersama dengan Hana. Seketika keduanya pun terkejut melihat dokter Adrian ada di samping rumahnya.
"Lho!" kaget Rosa.
"Kenapa?" tanya Adrian memindai dirinya sendiri, pakaian dan semuanya tanpa terkecuali.
"Kok Dokter bisa ada di sini?" tanya Rosa, sementara Hana hanya diam terperangah.
"Oh. Kemarin aku menyuruh asisten ku untuk membeli rumah di sini. Aku tidak tahu jika akan bertetanggaan dengan mu." ucapnya, kemudian tersenyum tipis ke arah Hana.
Hana langsung salah tingkah, mengalihkan pandangannya kearah sembarangan, mencari objek untuk menghilangkan rasa serba salahnya.
"Kemarin?" tanya Rosa.
"Ya" Adrian mengangguk.
"Berarti yang semalam itu bukan hantu?" gumamnya. Ia pun menoleh Hana yang yang tampak mengulum senyum.
"Apa aku terlihat seperti hantu?" tanya Adrian sedikit kesal.
"Maaf Dok." Rosa menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Tapi sejenak kemudian ia tampak berpikir. Membuat semua orang menatapnya dengan heran.
"Dok, Rosa mau ngasih tahu sesuatu yang penting." kata Rosa kemudian, ia menggeret tangan Adrian menjauh dari Hana.
Pria itu tampak semakin bingung dibuat oleh Rosa, dia menilik wajah gadis yang merupakan pegawainya itu, ternyata dia sangat berani kepadanya.
"Maaf." Rosa menyadari kelancangannya. Namun kemudian ia berkata dengan serius sambil mengeluarkan sesuatu dari tasnya.
"Apa ini?" tanya Adrian, ia meraih kertas tersebut, lalu melihatnya. Pria itulah tampak tercengang, lalu melihat Rosa.
"Itu kakak ku." jawab Rosa. Membuat Adrian semakin bungkam, kembali menilik wajah di dalam foto tersebut.
"Rosa takut, nanti kalau ibu dan bapak bertemu dengan Dokter. Pastilah mereka akan sangat terkejut. Rosa kasih tahu agar dokter juga nggak terlalu terkejut dan panik nantinya." jelas Rosa.
Adrian semakin tak bisa berkata-kata, ia menilik wajah dalam foto tersebut berkali-kali, bergantian dengan wajah Rosa, lalu Hana.
Ia bahkan tidak sadar kalau Rosa dan Hana sudah berangkat lebih dulu, sedangkan ia masih terpaku.
Sadar kemudian Hana dan Rosa sudah jauh di depan sana. Ia pun memandangi kedua perempuan muda itu dengan perasaan yang sulit.
Sejenak kemudian, ia mengingat sesuatu dan mengeluarkan dari dompetnya. Sebuah foto yang memperlihatkan seorang perempuan dan laki-laki dengan layar biru. Dua foto menjadi satu seperti yang tercetak dalam buku nikah.
"Kalau pria ini kakaknya Rosa, berarti Hana adalah istrinya." Adrian bergumam sambil terus memandangi Rosa dan Hana dari kejauhan. Kemudian memandangi rumah di sampingnya. Tiba-tiba dia sangat penasaran.
💞💞💞💞
#quoteoftheday..