Jeniffer seorang gadis cantik yang berprofesi sebagai perawat di sebuah rumah sakit desa, harus menghadapi ujian yang cukup besar dalam hidupnya. Ayah nya memiliki hutang besar kepada seorang lintah darat bernama Baron, pada suatu ketika anak buah yang bernama Tomi mengunjungi rumah Demian (Ayah dari Jeniffer). mereka menagih hutang yang di pinjam oleh Demian, makian dan ancaman terus dilayangkan oleh pria berbadan tersebut. Hingga Demian berkata akan membayar hutang nya minggu depan, saat Tomi berniat untuk melecehkan dua anak gadisnya Jeniffer dan Jessica. Kemudian di siang hari nya ada dua mobil mewah yang terparkir di halaman rumah Jessica, yang tak lain adalah milik Glenn dan klien nya. Dan itulah awal dari pertemuan Jeniffer dengan Glenn, namun pertemuan itu terjadi karena perdebatan sang adik dengan John anak buah dari Glenn.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nouna Vianny, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rumah Pohon
Jeniffer diam tak bergeming mendadak bisu dengan pertanyaan yang di layangkan oleh Marvel. Di hujani dengan tatapan yang menyeramkan, akan membuat nyali siapa saja ciut. Apalagi yang di hadapkan nya ini bukan orang sembarangan, seberani apapun Jeniffer menghadapi nya, tetap saja ia hanya seorang wanita.
"Oh jadi kau lebih memilih bungkam, baiklah"
"Roni, kemarikan pistol ku!!"
"Apa yang akan kau lakukan?"
"Jika suara ku membuat mu tidak menjawab, mungkin suara dari tembakan ini bisa membuat mu bersuara".
Dor!
Suara tembakan menggelegar ke udara, Jeniffer mulai merasakan pusing pada kepala nya. Bulir-bulir keringat mulai bermunculan. "Tahan Jen, kau tidak boleh pingsan di saat seperti ini". guman nya dalam hati.
"Jawab pertanyaan ku, atau kau ku buat bisu selamanya". Kata Marvel denga. menempelkan moncong pistol itu pada pelipis Jeniffer.
Marvel mulai menekan pelatuk nya dan
Duar!!!!
"Serangan cepat berlindung". Teriak salah satu anak buah Marvel.
Jeniffer yang tengah memejamkan mata nya seketika melotot, segerombolan pria memakai baju pelindung datang dan menembaki para mereka yang berjaga di luar.
Marvel dengan cepat menarik lengan Jeniffer dan membawa nya untuk, masuk ke sebuah ruangan yang minim penerangan dan sempit. Karena ruangan tersebut sangat sempit mereka harus menyamping saat melewati nya, dan itu membuat ponsel serta bross Jeniffer ikut terjatuh di dalam nya.
"Ah sial!" Marvel mengumpat saat tangan nya terkena paku tajam yang menancap di tembok.
"Kau mau membawa ku kemana?" Nafas Jeniffer mulai terengah-engah.
"Diam kau perempuan sialan!! Turuti saja perintah ku". ucap Marvel sambil menahan rasa sakit pada lengan nya. Noda merah mulai menembus ke baju putih ya ia kenakan.
"Lebih baik berhenti dulu, aku capek! Lihat darah di tangan mu semakin banyak keluar, kau akan terkena infeksi nanti nya". Mengingat paku yang menancap tersebut sudah sangat berkarat.
Marvel pun menyetujui perkataan Jeniffer, ia menghentikan langkahnya dan berhenti tepat di sebuah pohon besar.
Pohon yang rindang akan dedaunan namun ada tangga yang menjulang untuk sampai ke sebuah rumah berbahan dasar kayu di atas nya. Marvel menekan tombol pada stop kontak yang di lapisi oleh kulit pohon tersebut, hingga kemudian muncul lah anak tangga yang terbuat dari kayu.
"Cepat naik, kalau kau berteriak kau akan ku tembak". Ancam Marvel.
Karena Jeniffer masih ingin tetap hidup ia pun menyetujui permintaan Pria itu. Ia segera menaiki anak tangga kayu tersebut, dengan Marvel yang menyusul di belakang nya. Sesampai nya di atas Marvel segera menekan tombol di dalam nya, agar tangga tersebut tidak bisa ditemukan.
Lampu dalam rumah pohon tersebut di nyalakan, keduanya bisa dengan jelas melihat isi ruangan tersebut. Waw! Sungguh menakjubkan sebuah ruangan yang begitu keren, terdapat satu ranjang besar sofa serta toilet di dalam nya.
Marvel menyeringai mendekati Jeniffer hingga wanita itu bersandar ke dinding, lalu ia raih dagu lancip itu. "Sekarang kita hanya berdua disini, kau tidak bisa kemana-mana".
Sementara di gudang kosong Glenn dan para anak buahnya mencari-cari keberadaan Jeniffer, setelah berhasil melepaskan Demian yang tengah dalam kondisi terikat. Dan pria paruh baya itu pun segera di larikan ke rumah sakit.
"Titiknya masih disini Tuan". Ujar Daniel yang memperlihatkan tablet nya.
"Aku yakin Jeniffer sedang dibawa sembunyi oleh si berengsek Marvel! Ayo segera kita cari".
Daniel mengiyakan, sesaat kemudian mata nya tak sengaja tertuju pada sebuah pintu yang menyerupai dinding, ia dorong pintu tersebut hingga bergerak.
"Tuan seperti nya mereka lari kesini"
"Kalau begitu ayo kita masuk"
Glenn Daniel dan Jhon masuk ke ruang sempit tersebut, sama seperti hal nya Jeniffer dan Marvel mereka pun harus berjalan menyamping agar bisa menelusuri jalan tersebut.
"Sial! jalan nya sempit sekali". Umpat Jhon.
Krek!
Jhon menghentikan langkah nya ketika kaki nya, tak sengaja menginjak suatu benda keras.
"Hei, Jhon apa yang kau injak" tanya Daniel
"Jangan-jangan peledak"
"Bodoh! Jika tidak itu peledak tubuh mu sudah menjadi potongan puzzle".
"Aku tidak tahu, abaikan saja".
Sesampainya di sebuah pintu Glenn Daniel dan Jhon dapat bernapas lega.
"Ruangan ini sungguh membuat ku pengap"
"Apa ini? Hutan?"
"Iya ini seperti hutan buatan" sahut Daniel.
"Ayo kita cari"
"Hati-hati Tuan, jangan sampai kita salah menginjak sesuatu bisa saja dia telah menyimpan ranjau pada semak-semak tersebut".
Glenn, Daniel dan Jhon masuk ke sebuah kawasan yang bisa disebut sebagai hutan, namun buatan. Mereka juga menembaki ke sembarang arah namun tetap dengan memperhatikan keadaan sekitar.
"Harusnya kita bawa basoka saja dan hancurkan tempat ini" celetuk Jhon.
"Mana sempat, memang kita tahu jika akan ada kejadian seperti ini" timpal Glenn.
"Jhon lemparkan peledak nya".
"Baik Tuan".
Jhon mengambil peledak yang ada di dalam saku baju nya, berukuran seperti kelereng namun jika di lemparkan akan membuat letusan yang dahsyat
Marvel yang mendengar bunyi tembakan serta ledakan tersebut, segera membekap mulut Jeniffer agar ia tidak bersuara.
"Awas saja kalau kau sampai berani kau berani melakukan hal nekat".
Jeniffer hanya bisa mengangguk dengan kedua mata yang mulai mengeluarkan cairan bening.
Sungguh cerdas Marvel membuat rumah pohon tersebut menjadi tidak terlihat. Ia sengaja membuat bagian luar nya nampak seperti pohon aslinya.
"Sialan!" Glenn mengumpat kesal. Ia mengacak-acak rambutnya sendiri merasa menyesal telah membiarkan Jeniffer pergi sendirian, meski ia telah meminta anak buah nya untuk mengikuti tetap saja kecolongan. Namun ketiga nya masih penasaran karena titik pada pelacak bross dan ponsel Jeniffer masih berada disini.
"Aku yakin sekali mereka masih berada disini" Batin serta insting kuat Glenn terus mengatakan itu.
Hari pun semakin gelap dan penerangan di gudang tersebut semakin tidak terlihat saja. Terpaksa ketiga inti klan The wolves tersebut menunda pencarian nya.
"Lebih baik kita tunda saja tunda dulu, kita lanjutkan esok hari" ucap Glenn.
"Baik Tuan". Jhon dan Daniel menjawab dengan kompak.
Mereka kembali memasuki ruangan yang sempit, gelap dan membuat nafas pengap itu. Karena semakin gelap ketiga nya menyalakan senter pada ponsel masing-masing.
jika tadi Jhon yang tidak sengaja menginjak sesuatu, kini giliran Glenn.
"Sial! Benda apa sih ini". Glenn mengarahkan lampu senter nya kebawah. Terlihat sebuah ponsel berwarna ponsel dan juga bross yang ia kenali. tanpa ragu ia segera meraih benda tersebut.
"Apa yang kau ambil Tuan?" tanya Jhon.
"Ini ponsel serta bross pelacak milik kita".
Daniel dan Jhon sama-sama terkejut mendengar benda yang di temukan oleh Glenn. "Tuan, ayo cepat jalan kita bisa kehabisan napas jika terus berada disini".
Glenn pun segera melanjutkan langkahnya hingga mereka berhasil keluar dari jalan sempit itu. Bau amis darah langsung menguar saat pintu tersebut terbuka. Ini semua di sebabkan dari para anak buah Marvel yang mati tertembak. Kecuali Roni dia berhasil menyelamatkan diri, dengan masuk ke dalam sumur. Dirasa sudah aman Roni pun keluar dengan menaiki anak tangga. Nafas nya terengah-engah saat sudah sampai di atas.
"Sial! Aku jadi basah kuyup " umpat nya kesal dengan suara yang menggigil kedinginan, masih beruntung hanya kedinginan tidak langsung mati.
Bila Roni sedang kedinginan karena persembunyian nya dengan berendam di dalam sumur. lain hal nya dengan Jeniffer ia merasa panas berada di dalam rumah pohon tersebut.
"Kau buka saja jendela nya , ku rasa mereka sudah pergi".
Jeniffer pun menuruti apa yang Marvel katakan, ia buka jendela terus dan udara segera pun masuk. Jeniffer menghela nafas panjang merasa nyaman dengan kesejukan yang diterima.
"Awww!" Marvel kembali meringis kesakitan. Luka lengan atas nya semakin parah terlihat bengkak dan juga bernanah.
"Astaga! Luka mu semakin parah".
Marvel hanya diam saat Jeniffer bicara ia menahan tangan yang sakit itu dengan tangan satu nya lagi.
"Sebaiknya, kau buka baju mu, aku akan mengobati nya". Marvel hanya diam dan menuruti perkataan Jenifer. Perlahan ia buka baju putih yang dikenakannya itu, dengan dibantu oleh Jeniffer.
Untung nya rumah pohon tersebut menyimpan obat-obatan dan segala jenis perlengkapan medis. Ini memang digunakan untuk Marvel sembunyi jika dalam pengejaran musuh, Rumah pohon tersebut juga sering dibersihkan oleh anak buahnya, dan tersimpan beberapa buah baju milik Marvel. Jen segera mengambil kotak yang tersimpan di atas meja kecil, dan lekas membersihkan luka pada lengan Marvel.
"Terbuat dari apa hati wanita ini, padahal sudah jelas-jelas sekarang ini dia dalam bahaya, tapi dia tetap saja peduli". Gumam Marvel dalam hati.
Jeniffer mengeluarkan peralatan tersebut dari dalam kotak berbentuk koper. Tidak hanya tersedia obat minum dan plester luka namun juga suntikan yang masih steril, lengkap dengan cairan antibiotik dalam botol kaca
"Aku akan menyuntik mu"
"Hei, jangan gegabah memang nya kau bisa"
"Tentu saja, aku ini kan perawat" kata Jeniffer yang sedikit menyombongkan dirinya.
Marvel terdiam ia menahan senyuman yang ingin muncul di wajah nya. Selesai menyuntik Marvel dengan cairan antibiotik, Jeniffer membalut luka tersebut dengan perban yang telah di balur obat merah.
"Apakah ada air minum disini?"
"Ada itu di lemari".
Jeniffer lekas berdiri dan membuka lemari yang menempel pada dinding, ia ambil botol air mineral dan juga roti.
"Apa roti ini masih layak makan?"
"Kau kan bisa baca tanggal kedaluwarsa nya" ketus Marvel. Ia masih mempertahankan sifat kejam nya, berusaha untuk tidak luluh karena bisa jadi ini adalah sebuah tipuan. Karena wanita itu adalah mahluk yang paling pandai dalam ber muslihat, maka dari itu Marvel harus tetap waspada.
"Kau makan dulu roti itu setelah 30 menit, sekarang lebih baik kau berbaring aku akan mengompres mu". Titah Jeniffer yang bicara dengan mulut penuh makanan.
"Hei, kau tidak izin dulu untuk memakan roti itu"
Jeniffer hanya bisa nyengir. "Maaf aku lapar".
Marvel menghela nafas panjang lalu merebahkan diri nya di atas tempat tidur. Tak lama kemudian Jeniffer kembali dengan membawa mangkuk yang berisi air, dan juga handuk kecil.
"Setelah ku pikir-pikir rumah pohon mu ini seperi hotel, ada tempat tidur kamar mandi juga peralatan yang lengkap".
"Aku menjadikan ini sebagai rumah kedua ku, juga untuk berlindung dari kejaran para musuh. Karena belum ada dari mereka yang mengetahui keberadaan rumah ini. Oh iya aku hampir saja lupa kalau kau berani memberitahu rumah pohon ini kepada orang lain, maka kau akan ku habisi. Awww!!" Marvel kembali meringis ketika sedang berkicau.
"Kau ini berisik sekali, memang nya siapa yang aka memberitahu tentang rumah pohon mu ini".
Sahut Jeniffer sambil memeras handuk dan menyeka tubuh kekar Marvel. Seketika ia salah fokus saat melihat tatto pada dada bidang Marvel, tertuliskan nama Pria itu di sana.
"Marvel?"
"Kenapa?"
"Iya itu nama ku".
"Aku juga mempunyai gambar seni yang menuliskan nama ku". Ucap Jeniffer sambil membuka sedikit pakaian nya lalu memperlihatkan nya pada Marvel. Pria itu menelan saliva nya saat melihat area dada yang begitu mulus. Begitu seksi tanpa cacat sedikitpun
"Jeniffer"
"Iya itu nama ku".
Selesai menyeka tubuh Marvel, Jeniffer bangun dari tempat tidur namun saat hendak akan melangkah, Marvel meraih pergelangan lengan Jeniffer dan memegang nya dengan kuat.
"Ingat! Jangan kau fikir aku akan luluh dengan sikap mu seperti ini, jangan harap!" cecar Marvel sambil meraih pergelangan tangan Jeniffer lalu memegang nya dengan erat. Karena kesal Jeniffer menepuk bagian yang sakit.
"Aww! Sakit berengsek! Kau membuat rasanya sakit nya bertambah".
"Kau fikir lengan ku ini tidak sakit hah? kau menekan nya dengan kuat, lihat kau sudah membuat nya memar" . Omel Jeniffer sambil memperlihatkan kedua tangan nya yang memar.
Marvel terdiam ada rasa kasihan saat ia melihat memar itu pada tangan Jeniffer. Dan ia baru menyadari nya sekarang.
"Sebaiknya kau tidur, aku ingin membersihkan diri dulu". Ucap Jeniffer yang hendak akan bangun dari tempat tidur, namun di tahan oleh Marvel.
"Awas saja kalau mencoba lari dari ku"
"Lepaskan tangan ku atau ku pukul lagi luka mu itu". Bentak Jeniffer sambil mengangkat tangan nya, yang hendak akan memukul luka tersebut
Marvel menurunkan lengan Jen. Seperti yang dikatakan wanita itu jika ia ingin membersihkan diri. Ia pun mengambil handuk yang tersimpan di lemari, lalu melucuti semua baju nya lalu mengguyur nya dengan air dingin.
Sementara Jessica yang berada aman di dalam rumahnya, tampak gelisah ia sesekali mengintip ke arah luar untuk menanti Ayah dan kakak nya.
"Kenapa Ayah dan kakak belum juga pulang" gumam Jessica sambil menggigiti kukunya. Ia meraih ponsel nya di atas meja, mencoba untuk menghubungi Jeniffer namun tidak tersambung. tentu ini semakin membuat Jessica cemas.
Jantung Jessica berdegup kencang saat mendengar suara pintu di ketuk, ia mencoba untuk mengintip dari sebuah layar. Mata nya melotot saat melihat seorang Pria berdiri dengan membalik ke belakang.
"Astaga, siapa pria itu? Apa dia orang jahat?"
Namun ketika orang tersebut berbalik dan mengetuk pintu, Jessica mengerutkan kening, rasa takutnya seketika hilang. "Jhon?". Segera ia membuka pintu tersebut.
"Selamat Malam Nona" Jhon mencoba untuk bersikap baik, padahal dirinya masih kesal dengan Jessica, karena kejadian tempo hari.
"Mau apa kau kemari?"
"Begini kah cara mu memperlakukan tamu?"
Jessica terdiam, ia merasa tertegun dengan ucapan Jhon. "Maaf, aku terbawa emosi, karena masih kesal dengan mu. Ada apa kau datang kemari?"
Tanpa disuruh Jhon langsung masuk dan duduk di sofa. "Kau ini, main nyelonong saja".
"Kaki ku ini bisa pegal jika berdiri terlalu lama". Ucap Jhon dengan santai nya lalu merebahkan kepala nya pada bahu sofa, dengan kedua tangan nya di belakang.
"Ada hal apa yang ingin kau sampaikan".
Jhon menegakkan posisi duduknya, ia menghela napas panjang. Tatapan nya sangat serius dan itu membuat Jessica semakin tidak sabar, mendengar apa yang ingin pria itu sampaikan.
"Ayah mu sekarang sedang berada di rumah sakit". Jeniffer menutup mulutnya tubuhnya seketika lemas.
"Bagaimana bisa, apa yang terjadi pada Ayah, kenapa kau tidak mengatakan nya dari tadi" kata Jessica dengan nada yang sedikit tinggi. Ia juga memukuli Jhon dengan bantal sofa.
"Hei kau ini apa-apaan, tenang lah sedikit".
Jhon meraih bantal tersebut lalu melempar nya ke sembarang arah.
"Bagaimana aku bisa tenang, Ayah ku sedang dirumah sakit. Dan aku tidak tahu bagaimana keadaannya saat ini" Jessica terisak ia tutup wajahnya dengan kedua tangan.
"Ayah mu baik-baik saja, Dokter menangani nya dengan baik. Namun yang jadi permasalahan sekarang adalah satu"
Kepala Jessica mendongak lalu menatap Jhon dengan lekat "Apa? Cepat katakan?"
"Kami belum berhasil menemukan kakak mu".
Tubuh Jessica seketika lemas saat Jhon menyampaikan informasi mengenai Jeniffer.
"Hei, hei kau kenapa?" Jhon segera bangkit dan menahan Jessica yang seperti nya akan pingsan. Ia segera menduduki wanita itu di sofa.
"Bagaimana keadaan kakak ku, kemana dia?"
"Aku yakin dia masih berada di sekitar sana, besok pagi kami akan melanjutkan pencariannya kau tenang saja"
"Bagaimana aku bisa tenang sedangkan kakak ku sedang dalam bahaya" Jessica kembali terisak. Air mata jatuh membasahi pipi mulusnya. Jhon memberikan beberapa helai tisu dan memberikan nya pada Jessica.
"Sebaiknya, kau ganti baju dan bawa perlengkapan Ayah mu karena Dokter mengatakan jika Ayah mu perlu perawatan intensif selama beberapa hari".
Jessica mengangguk lalu bangun dan mengemasi baju Ayah nya untuk ganti nanti.
Sementara di rumah pohon Jeniffer yang sudah selesai mandi langsung mengeringkan tubuhnya. Ia juga membuat susu hangat untuk menenangkan pikiran nya. Ternyata Marvel benar menjadikan rumah pohon ini sebagai rumah keduanya, terbukti nya dengan lengkap nya segala macam kebutuhan.
Jeniffer merapatkan kedua kaki nya, dengan kedua tangan menegang lutut nya. Sambil menikmati segelas susu hangat, Jen menikmati indah nya malam itu. Bintang-bintang yang bertaburan serta cahaya rembulan yang mengarah pada rumah pohon. Sungguh luar biasa lukisan sang pencipta ini dunia ini. Siapa pun tidak akan bisa menyaingi nya.
Sesaat Jeniffer menoleh ke arah Pria yang tengah tertidur pulas di atas tempat tidur. Ia melihat jika pistol yang digunakan nya hampir terjatuh ke bawah. Dengan segera ia bangun dan meraih benda berbahaya itu.
Jeritan sang Ayah seketika terngiang di telinga nya, wajah Jen berubah seperti orang yang tengah marah. Ia berfikir untuk menembak Marvel yang sedang tidur. "Lebih baik kau mati, berengsek!!"