Dijodohkan sejak bayi, Zean Andreatama terpaksa menjalani pernikahan bersama aktris seni peran yang kini masih di puncak karirnya, Nathalia Velova. Memiliki istri yang terlalu sibuk dengan dunianya, Zean lama-lama merasa jengah.
Hingga, semua berubah usai pertemuan Zean bersama sekretaris pribadinya di sebuah club malam yang kala itu terjebak keadaan, Ayyana Nasyila. Dia yang biasanya tidak suka ikut campur urusan orang lain, mendadak murka kala wanita itu hendak menjadi pelampiasan hasrat teman dekatnya
--------- ** ---------
"Gajimu kurang sampai harus jual diri?"
"Di luar jam kerja, Bapak tidak punya hak atas diri saya!!"
"Kalau begitu saya akan membuat kamu jadi hak saya seutuhnya."
-------
Plagiat dan pencotek jauh-jauh!! Ingat Azab, terutama konten penulis gamau mikir dan kreator YouTube yang gamodal (Maling naskah, dikasih suara lalu up seolah ini karyanya)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 05 - Menantu - Mertua
"Dia masak sebanyak ini sendiri?"
Zean menatap wanita cantik yang kini tengah mengambilkan nasi untuknya. Sarapan kata Syila, tapi ini sudah seperti makan malam besar-besaran. Sebenarnya Zean tidak terbiasa sarapan dengan makanan seberat ini, akan tetapi ini sudah hampir jam sepuluh, jadi sah-sah saja.
"Saya tidak tahu Bapak sukanya apa, jadi saya masak semua."
Mata Zean menangkap ketulusan Syila sebelum memberikan piring untuknya. Lagi dan lagi, Zean merasakan perhatian kecil yang sejak dahulu dia inginkan. Terbiasa dengan kehangatan keluarga Evan dan Khayla, pria itu akhirnya bisa merasakan hal manis di meja makan. Sementara dahulu, Zean hanya menjadi saksi tanpa pernah sekalipun merasakan ketulusan istri.
"Berhenti memanggilku Bapak di rumah, Syila ... aku tidak pernah menikah dengan ibumu."
Lihatlah jawabannya, sekalipun hatinya tengah dibuat terharu dengan perlakuan Syila tetap saja asal sebut. Tabiat yang menurun dari sang papa, sukar diubah sekalipun Zia kerap marah. Beruntung saja tabiat Mikhail yang suka main wanita itu Zean ambil juga, jika sampai begitu mungkin Zia akan ubanan sebelum waktunya.
"La-lalu panggil apa?" tanya Syila khawatir sekali Zean akan tidak nyaman, karena memang perkara panggilan saja Zean bisa marah sejadi-jadinya.
"Panggil nama ... atau senyamannya. Dan, mulai saat ini jangan terlalu formal padaku. Paham, 'kan?" Cara Syila bicara sedikit tidak nyaman bagi Zean, dia hanya ingin Syila merubahnya meski perlahan.
Zean mulai mencoba makanannya. Nasi panas dan ayam kecap pertama yang membuatnya terdiam sejenak selain masakan sang mama. Zean menatap Syila sekilas, wanita itu fokus sekali dengan makannya.
"Banyak juga bisanya, syukurlah jemari itu tidak cuma bisa mencakarku."
Melihat Zean yang menggeleng pelan seraya tersenyum tipis Syila bingung sendiri. Apa yang sebenarnya dia pikirkan, mengejek masakannya atau apa, pikir Syila.
Keduanya terlihat bak pasangan baik-baik saja. Meski belum ada pembicaraan yang menciptakan tawa di antara keduanya, akan tetapi saat ini dalam benak mereka ada secercah kebahagiaan yang tidak bisa mereka utarakan.
Selesai sarapan yang hampir mencakup makan siang itu, Zean benar-benar bersiap untuk pulang. Tidak hanya karena dia takut tikus di rumah ini, akan tetapi Zia yang mulai mencarinya karena ini adalah jadwal kepulangan Nathalia dari Hongkong dan wanita itu sudah menunggu di bandara.
Zean sangat malas untuk hal itu, padahal bisa saja dijemput oleh sopir mereka. Akan tetapi, demi menjaga nama baik kedua keluarga itu, Zean harus kembali berpura-pura walau sebenarnya dia teramat lelah.
"Nanti malam mungkin aku tidak pulang."
Syila menoleh ke arah Zean yang kini fokus mengemudi. Wanita itu mengangguk pelan tanpa kata, siang ini hingga malam dia juga harus ke rumah sakit, jadi tidak mengapa Zean pulang ke rumahnya.
"Kamu di rumah sakit sampai besok?" tanya Zean kemudian, meski dia bertanya tanpa menatap ke arah Syila tetap saja dia mampu melihat ekspresi sang istri saat ini.
"Iya, pagi-pagi aku ke rumah ... jadi tetap bisa masuk kerja."
Begitulah rutinitas Syila, dia berusaha membagi waktu untuk menjaga sang ibu dan kerja setelahnya. Seberat itu usaha dia, dan satu minggu lalu Zean memotong gajinya karena telat.
Syila merremas jemarinya, tidak dia duga jika Zean justru mengantarnya lebih dulu ke rumah sakit sebelum pulang. Keadaan di sini mencekam, dia bingung dan merasa kaku sekali. Selalu merasa tidak pantas ada di samping Zean, dia hanya endapan pasir di dasar laut.
Tidak banyak Zean bicara, hanya seadanya hingga ketika Syila turun tanpa terduga pria itu ikut juga. Hendak bertanya, tapi khawatir Zean tersinggung dengan pertanyaannya.
Sebenarnya Zean tidak punya waktu banyak. Akan tetapi, meski sebentar dia sempatkan mendatangi mertuanya. Syila masih tak percaya dengan tindakan Zean, sementara Zulia jelas bahagia dengan kehadiran menantu tampannya.
"Bagaimana tidurnya semalam, Bu? Apa nyenyak?"
Manis sekali dia, Syila mencebik melihat interaksi Zean dan sang ibu. Pintar sekali dia bersandiwara, sepertinya bakat akting Zean sudah mengalir sejak menjadi suami seorang Nathalia Velova.
"Nyenyak sekali, haduh kenapa repot-repot ke sini ... harusnya kalian di rumah saja dulu."
Zulia berucap amat lembut pada Zean, harapannya di akhir kehidupan tampaknya sudah terwujud. Syila tidak akan sendiri, sekalipun dia benar-benar pergi maka tidak ada beban dalam benak Zulia.
"Harusnya, tapi anak ibu tidak betah di kamar terus."
Uhuk
Zean memang settan!! Syila tidak mengerti bagaimana sebenarnya pria ini. Ingin rasanya dia usir saat ini juga sebelum mengutarakan kalimat yang tidak-tidak pada ibunya.
"Bisa saja, sudah makan?"
"Sudah, tadi pagi Syila masak banyak sekali," jawab Zean menampilkan gigi rapihnya.
"Syukurlah, semoga suka sama masakan Syila ya, walau sebenarnya tidak terlalu pandai."
"Suka, semuanya saya suka ... masakannya, orangnya, sikapnya. Saya bersyukur punya istri seperti dia, terima kasih ibu sudah melahirkannya."
Ucapan Zean terdengar tulus, tapi entah kenapa hati Syila mendadak gundah. Dia benar-benar bingung, tapi sadar jika pria ini tampaknya pandai sekali bersandiwara, sebisa mungkin Syila tidak terbawa perasaan dengan ucapan manis Zean.
"Ya Tuhan, mimpi apa Ibu doa bertahun-tahun akhirnya dikabulkan. Syila memiliki suami sepertimu, jaga Syila baik-baik ya, Nak."
Berhenti Bu!! Jangan berharap banyak pada pria yang sudah beristri seperti Zean.
Syila membatin seraya menatap interaksi mereka, tidak pernah Zulia sebahagia ini sebelumnya. Meski Zean tidak asing bagi sebagian orang, tapi untuk Zulia yang tidak pernah tertarik dengan berita-berita semacam itu jelas saja tidak mengenal siapa pria gagah yang kini menjadi menantunya.
"Iya, akan saya jaga baik-baik."
"Tebalkan telingamu, Syila ... ayo sadar diri, dia suami orang."
.
.
.
- To Be Continue -