Narendra sang pengusaha sukses terjebak dalam situasi yang mengharuskan dirinya untuk bertanggung jawab untuk menikahi Arania, putri dari korban yang ia tabrak hingga akhirnya meninggal. Karena rasa bersalahnya kepada Ayah Arania akhirnya Rendra bersedia menikahinya sesuai wasiat Ayah Arania sebelum meninggal. Akan tetapi kini dilema membayangi hidupnya karena sebenarnya statusnya telah menikah dengan Gladis. Maka dari itu Rendra menikahi Arania secara siri.
Akankah kehidupan pernikahan mereka akan bahagia? Mari kita ikuti ceritanya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rose Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sikap Manis Rendra
"Astaga neng Ara... Ternyata neng ada di sini!" Pekik bik Erna saat melihat Arania yang sedang mengepel di bagian bawah sofa hingga gagang pel tersebut terbentur pinggiran sofa yang menimbulkan bunyi 'duk..duk..' yang terdengar tadi.
Arania yang sedang mengepel hanya cengar-cengir melihat bik Erna yang terlihat terkejut dan khawatir.
"Bibi cari-cari neng Ara dari tadi, takutnya Neng kesasar di tempat ini. Eh.. nggak taunya ada di sini." Ujar bik Erna penuh kelegaan.
Arania membalas dengan cengiran lagi. "Anu bik, tadi pagi saat aku pergi ke dapur tiba-tiba saja tuan Rendra datang dan memerintah aku untuk membersihkan area lantai 3. Akhirnya aku langsung naik ke sini tanpa memberi tahu bibi terlebih dulu." Ucap Arania nyengir kikuk ke arah bik Erna.
"Neng-neng buat jantung bibik mau copot aja kena serangan jantung tadi karena neng tiba-tiba menghilang gak tau kemana."
"Maafkan Ara ya bik. Sudah bikin bibi khawatir." ucap Arania dengan wajah menyesal.
"Ya sudah kalau begitu lanjutkan saja kerjaan mu. Kerja yang rajin, takut tuan Rendra marah. Kalau sudah selesai turunlah untuk sarapan. Bibi sudah masak nasi goreng spesial untuk kita sarapan."
"Baik bi." Arania kembali melanjutkan pekerjaannya.
Bik Erna dengan geleng-geleng kepala karena tingkah polah gadis ini akhirnya meninggalkan kamar itu.
Saat pintu telah tertutup Arania mengusap-usap dadanya karena merasa lega tidak kepergok bik Erna. "Selamat selamat. Untung saja." Ujarnya seraya mengatur nafasnya yang terengah.
Greepp...
Sebuah tangan besar yang tak asing tiba-tiba mendekap pinggang Arania dari belakang. Rendra mengendus aroma tubuh istri mungilnya yang sedikit berkeringat. Rendra yang sedari tadi bersembunyi di kamar mandi baru saja keluar dari persembunyiannya kala mendengar pintu di tutup serta tak terdengar lagi suara bik Erna di ruangan itu. Untung saja tadi Rendra sempat mengecek cctv di layar ponselnya untuk memantau keadaan sekitar. Karena muka sekarang mereka harus waspada dengan situasi dan keadaan agar hubungan mereka tetap aman.
"Mas..."
"Apa kamu lega, sayang." Ujar Rendra dengan berbisik.
"Humm.." gumam Arania.
"Ini baru permulaan, sayang. Kita akan selalu mengalami hal ini setiap waktu saat kita akan bersama. Apalagi nanti, saat Gladys sedang berada di rumah." Jelas Rendra yang di didengarkan oleh Arania dengan seksama.
"Tapi saat Gladys sedang berada di rumah, kamu boleh tidak ke kamar ini. Tapi jangan khawatir Gladys akan sering menghabiskan waktunya di tempat syuting atau diluaran daripada di rumah. Tapi jika kamu tetap ingin tidur di kamar ini juga boleh-boleh saja. Bebas, walaupun sedang ada Gladys. Kamu juga memegang kunci kamar ini. Tapi kamu harus tetap berhati-hati."
Arania menganggukkan kepalanya yang kini sedang mengenakan hijab kembali.
"Mas?"
"Apalagi sayang."
"Apakah Nyonya Gladys juga pernah berada di kamar ini?" Rendra menyunggingkan senyumnya mendengar perkataan istri sirinya
"Pernah, sekali atau atau dua kali saat dia ingin menemui mas, tapi kami tidak pernah tidur bersama di kamar ini. Kamar ini serta seluruh area lantai 3 adalah privasi mas. Mas sudah pernah bilang pada Gladys mengenai hal ini dan dia tidak pernah mempermasalahkannya."
"Apa Nyonya tidak pernah berenang?" Tanya Arania.
"Dia tidak suka berenang dan juga tidak bisa berenang sepertimu."
"Jadi.. jika beliau akan berolahraga bagaimana?"
"Ada area khusus untuk nya di lantai 2. Dia hanya menggunakan ruangan-ruangan yang ada di lantai 2 untuk keperluannya." Terang Rendra.
Tanpa Arania sadari sang suami telah memberikan hak istimewa kepadanya karena bisa menguasai area lantai 3 yang tidak sembarang orang bisa leluasa untuk berada di sana.
**
Rendra yang telah siap akan pergi ke perusahaan saat ini terlihat gagah saat tubuhnya mengenakan pakaian formal lengkap dengan sepatu kulit yang mengkilap. Rambutnya tertata rapih dan klimis. Wangi parfum yang manly dan segar menyebar ke seluruh ruangan. Pria itu berjalan menuju ke meja makan untuk sarapan.
"Bik.. buatkan saya orange jus!" Pekik Rendra yang telah duduk menghadap hidangan di depanya.
"Baik tuan."
Terdengar suara sahutan dari arah dapur, tapi Rendra mengerutkan dahinya merasa suara sahutan itu bukanlah suara bik Erna melainkan suara sang istri sirinya. Rendra memutuskan untuk mengintip ke arah dapur. Dan benar saja terlihat istri mungilnya itulah yang berada di tempat itu sekarang sedang menyiapkan pesanan Rendra dengan cekatan. Wajahnya terlihat semakin cantik saat wanita muda itu sedang bekerja dengan serius.
"Ekhemm..." Rendra yang tiba-tiba berada di dekat Arania sedikit mengejutkan wanita muda itu.
"Eh tuan, eh Mas?!" Ujarnya sedikit terjingkat.
"Kenapa kamu yang mengerjakan tugas ini? Bukannya aku menyuruh bibi untuk membuatkan jus ini?"
"Itu Mas, bik Erna sedang pergi ke pasar bersama pak Udin, tadi." Ujar Arania sedikit salting karena Rendra hari ini terlihat sangat tampan di matanya.
"Jadi.. tinggal kita berdua di rumah ini?"
"Iya mas."
'Bagus' ujar hati Rendra.
Rendra kemudian memepet tubuh mungil Arania. Sontak Arania menarik perhatian nya dari pekerjaanan yang sedang dilakukannya dan mendongakkan wajahnya dengan mulut yang sedikit terbuka ke arah Rendra, namun tiba-tiba...
Cup!
Sebuah kecupan dan lumatan dari bibir Rendra mendarat pada bibir tipis Arania. Arania membelalakkan matanya karena ketidaksiapannya. Rendra terus memperdalam penjelajahannya ke dalam mulut Arania. Gadis itu tidak bisa berbuat apa-apa selain menerima setiap permainan Rendra yang lebih berpengalaman.
"Kamu benar-benar menjadi canduku, sayang. Mas tidak bisa mengendalikan diri saat berada bersama mu." Ujar Rendra saat tautan bibir mereka sudah terlepas dan saat ini kedua kening mereka tengah menempel.
Rendra melepaskan kening mereka kemudian menarik tangan Arania menuju ke meja makan.
"Mas itu jus jeruknya?" Ujar Arania saat tangannya di tarik Rendra untuk berjalan.
"Lupakan, sekarang temani aku sarapan." Ujar Rendra yang terus menarik tangan mungil Arania.
Saat sampai di depan meja makan tiba-tiba Rendra yang sudah duduk menarik lagi lengan Arania, sontak saja tubuh mungil gadis itu jatuh ke atas pangkuan Rendra.
"Mas?" Ucap Arania terkejut.
"Ayo kita sarapan!"
"Tapi mas?"
"Cepat suapi suamimu!" Titah Rendra lembut.
Arania menyendok nasi goreng seafood yang berada di piring, kemudian membawanya ke mulut suaminya. Rendrapun menerima suapan itu dan memakannya dengan lahap. Namun saat Rendra sedang mengunyah makanan, Rendra juga menyuapi Arania agar ikut makan bersamanya.
Sepasang suami istri itu akhirnya makan bersama dengan cara suap-suapan hingga makanan yang berada di piring habis.
"Nikmat kan, jika makan seperti ini?" Ujar Rendra seraya mengelap bibir Arania yang kotor dengan tissue. Arania tersenyum malu atas perlakuan manis sang suami kepadanya.
"Kamu mau titip apa? Biar nanti mas belikan saat mas pulang?" Tanya Rendra seraya merangkul pundak Arania serta membawanya berjalan menuju halaman. Mereka terlihat seperti keluarga yang harmonis saat ini.
"Tidak usah, mas. Aku tidak perlu apa-apa." Ujar Arania malu-malu.
"Hemm.. baiklah, jika nanti kamu perlu apa-apa bisa pergunakan ponsel mu untuk menelpon atau mengirimkan mas pesan." Ujar Rendra mengingatkan ponsel yang diberikannya tadi malam pada istri kecilnya itu.
"Baiklah mas."
"Sudah ya, mas berangkat dulu. Hati-hati di rumah. Jangan terlalu capek bekerja. Kamu ingatkan kamu juga nyonya rumah di sini? Jadi kamu hanya perlu berpura-pura bekerja di depan Gladys, bik Erna dan pak Udin saja. Setelah tidak ada mereka kamu bisa santai dan nikmati waktumu di rumah ini agar kamu kerasan tinggal bersama mas."
"Ya mas. Aku akan mengingat semua kata-kata mas."
Cup!
Rendra mencium kening Arania dengan penuh perasaan, "Mas menyayangi mu, Arania." Ucap Rendra dengan ketulusan.
Seketika dada Arania kembali dag-dig-dug mendengar perkataan suaminya.
"Jadilah istri yang baik dan berbakti untuk mas, sayang."
Arania menganggukkan kepalanya. "Insyaallah, mas."
Rendrapun akhirnya pergi meninggalkan Arania sendiri di rumah besar itu.
"Arania..." Gumam Rendra seraya senyum-senyum sendiri saat mobil mulai melaju.
***
"Kopi?" Ujar Arga yang baru saja duduk di sebelah Gladys yang tengah duduk sendiri seraya memainkan ponselnya. Arga meletakkan dua cangkir kopi di meja dan menawarkan satu untuk Gladys.
"Ah, terimakasih pak Arga. Padahal tidak perlu repot-repot loh membawakan kopi untuk saya. Karena saya juga akan memanggil pelayan." Ujar Gladys lembut.
Kemudian wajahnya kembali murung setelah jemarinya bermain di ponselnya kembali. Hal itu di tangkap oleh pandangan Arga.
"Ada masalah? Kenapa wajahmu tiba-tiba cemberut?" Tanya Arga.
"Oh ini bukan apa-apa, pak. Hanya sedang berkirim pesan dengan suamiku."
"Kalau begitu mungkin saya mengganggu, baiklah saya akan per_"
"Ah, tidak perlu pergi pak, bapak bisa tetap berada di sini. Saya tak terganggu samasekali." Cegah Gladys saat Arga hendak berdiri dan akan meninggalkan tempat duduknya.
"Ah benarkah. Baiklah saya akan tetap di sini untuk menemanimu." Ujar Arga kembali duduk di kursinya.
"Pak Arga?" Panggil Gladys
"Boleh saya bertanya hal yang pribadi?" Tanya wanita cantik itu.
Arga mengerutkan dahinya, "Silahkan tanya saja. Jika mungkin saya akan menjawabnya." Ujar duda tampan beranak satu itu.
"Apakah saat pak Arga masih memiliki seorang istri, bapak sering merasakan kejenuhan dalam rumah tangga?" Tanya Gladys.
Arga menarik sebelah alisnya ke atas. Pria dewasa itu menangkap suatu hal dari pertanyaan dari wanita cantik di hadapannya . "Jadi... Kau saat ini tengah merasa jenuh dengan pernikahanmu?"
,,,