Istri yang dimanfaatkan olehnya telah tiada, meninggal dalam pelukannya. Wanita berwajah rusak yang tidak pernah lelah menunggunya.
"Bangun Foline..." gumamnya, tidak pernah mengijinkan pemakaman sang istri. Memeluk jenazah yang berada dalam peti mati dalam kamarnya.
Pemuda keji, yang menampik rasa kasih dari istrinya. Menghancurkan keluarganya, hanya demi ambisinya untuk memiliki segalanya.
"Sayang...jika aku dapat mengulangi waktu, aku tidak akan membiarkanmu menangis, tidak akan membiarkan jarimu tergores..." gumamnya hendak mengakhiri hidupnya. Kala bahkan tidak ada lagi rasa kasih dari keluarganya.
*
Namun, ada yang aneh. Otto Celdric tidak meninggal. Matanya terbuka mengamati ruangan, dirinya kembali ke masa 12 tahun lalu.
Mencari keberadaan istrinya, melindungi keluarganya, itulah yang akan dilakukan psikopat itu kali ini.
Menginjak tubuh orang-orang yang akan menghancurkan keluarganya.
"Kalian tidak ingin bermain lagi denganku?"
"Aaggh!"
"Adios!"
Dor!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KOHAPU, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Teman Kedua
Ferta Enric, itulah nama dari ayah Otto Celdric. Sebelum waktu terulang, Eric memilih tidak mengadu sama sekali pada ayahnya. Menyimpan segalanya seorang diri. Tidak ingin ayahnya yang terlalu baik berakhir dilukai oleh Miller. Kekayaan? Eric hanya mengetahui ayah dan ibunya hidup sederhana, tapi dapat dibilang berkecukupan.
Profesi Ferta Enric adalah dokter yang memiliki salah satu rumah sakit terkenal. Profesi lainnya hanya bergerak di bidang investasi. Dapat dikatakan dirinya hanya melihat kulit luar ayahnya saja.
Tapi.
Siapa sangka, ayahnya bahkan dapat menginjak Miller dengan mudah.
"Siapa kamu?" Tanya Miller ingin memastikan identitas orang yang tengah bicara dengannya melalui sambungan telepon.
"Aku hanya orang yang kebetulan memiliki banyak uang. Dengan uang orang bersedia mati bukan? Termasuk penembak jitu yang akan selalu mengintaimu." Sebuah ancaman tidak main-main. Memang ada banyak penembak jitu yang membidik ke arahnya. Bersembunyi di atas tebing dan balik pepohonan.
"Br*ngsek!" Teriak Miller.
"Sebagai orang tua yang baik. Aku menegaskan satu hal padamu. Ingin membuat ini menjadi pertarungan orang dewasa. Atau tetap menutup telinga dan matamu, jadikan ini hanya sebagai perkelahian anak-anak. Karena aku memiliki kesabaran yang begitu tipis..." Hanya beberapa kalimat. Bersamaan dengan itu beberapa bintik merah terlihat di tubuhnya dan para anak buahnya.
Pertanda penembak jitu tengah siaga, menunggu jawaban Miller.
"Siapa sebenarnya ayahmu?" Tanya Miller uang masih terduduk di atas salju. Sedangkan Eric mengarahkan senjata api pada tempurung kepalanya.
"Entahlah..." Eric tersenyum, memang tidak mengetahui dengan benar bagaimana karakter asli ayahnya.
"I...ini perkelahian anak-anak, orang dewasa tidak akan terlibat." Miller menelan ludahnya, berucap pada seseorang di seberang sana.
"Bagus, karena jika kamu terlibat dengan perkelahian anak kita. Maka aku juga akan terlibat." Sebuah ancaman yang nyata dari makhluk yang tidak diketahui olehnya.
Bersamaan dengan itu, titik-titik merah dari laser pertanda tubuhnya tengah dibidik penembak jitu, menghilang.
"Eric! Minta maaf pada paman Miller. Katakan jika kamu tidak akan berbuat melewati batas." Tegas sang ayah dari seberang sana.
Eric sedikit menunduk."Maaf, paman Miller. Aku hanya bermain-main dengan Alex. Mulai sekarang aku tidak akan berbuat melewati batas. Kecuali jika Alex melanggar batas lagi, mungkin aku akan berbuat sedikit lebih nakal lagi."
"Kamu!" Teriak Miller.
"Ini hanya permainan anak-anak. Orang dewasa tidak akan terlibat bukan? Berikan fasilitas pada putramu untuk bermain dengan putraku. Aku juga akan memberikan fasilitas yang cukup untuk putraku bermain dengan putramu." Kalimat dari seseorang yang masih terhubung dengan panggilan. Bagaikan mengatakan biar kedua putra mereka yang menyelesaikan tanpa melibatkan orang tua.
Mengepalkan tangannya, Alex akan dapat membalas pemuda ini. Putranya akan dapat membalas dendam, setidaknya itulah keyakinannya.
"Kamu akan menyesalinya." Sebuah ancaman dari Miller.
Eric tersenyum, menurunkan senjata apinya dari tempurung kepala pria di hadapannya. Membiarkan Miller dan anak buahnya melarikan diri.
"Sungguh ayah yang bodoh..." Gumam Eric masih tersenyum. Mengingat sebelum waktu terulang, hanya demi kekuasaan Alex membunuh Miller, ayah yang begitu memanjakannya.
"Ayah." Sapa Eric kembali bicara pada seseorang di seberang sana, sembari kembali memasuki mobil.
"Ayah tidak bisa terus menemanimu. Jadi katakan jika kamu ada masalah. Jangan pernah berbohong lagi pada ayah, mengerti?" Ucap Ferta Enric pada putranya.
"Baik ayah, lain kali aku akan lebih banyak lagi bermain dengan Alex." Eric tersenyum menyeringai, menginjak pedal gasnya.
"Katakan jika ada yang kamu perlukan..." Bagaikan bisikan iblis, kalimat dari ayahnya.
Benar-benar anak seekor predator. Bagaimana anak sebaik Eric mengalami pembullyan, pelecehan, hingga sifat dasar kebaikan yang diajarkan berubah. Karakter dasar sang ayah terlihat dalam dirinya kini."Baik ayah ..."
*
Suara tepukan tangan terdengar, bersamaan dengan itu, seorang pemuda tengah berkonsentrasi, memasukkan beberapa bahan. Mengecap sedikit rasa masakannya.
Memasukkan beberapa rempah, barulah mengaduknya perlahan. Bukankah memasak juga merupakan seni?
Kompetisi memasak yang diadakan beberapa restauran. Disiarkan secara live di TV.
"Sudah!? Biar aku saja!" Ucap seorang pria paruh baya mengambil alih wajan, memberikan oil, mengaduknya dengan cepat, hingga apinya naik. Membuat atraksi yang membuat semua orang kagum. Menaburkan garam dan lada di bagian akhir.
Sedangkan Ace yang sebelumnya membuat masakan tersebut mengangkat salah satu alisnya."Kita sedang memasak, dasar sial!" batinnya, menatap ke arah sang chef yang lagi-lagi menarik perhatian.
Kembali konsentrasi memasak menu lain. Matanya menelisik, mengamati peserta kompetisi lainnya. Mereka memang datang bergrup, setiap restauran mengirim tiga orang peserta. Terdiri dari satu chef dan dua koki.
Berbagai hidangan mewah tercipta.
Sedangkan Ace sendiri, lebih peka terhadap rasa. Gerakan memang lambat, mengingat dirinya hanya koki yang baru lulus dari sekolah tata boga. Namun, ada yang namanya bakat alami, indra perasanya begitu peka.
Dapat mengetahui dengan mudah bahan apa saja yang kurang. Dan membayangkan rasa apa yang akan tercipta.
Hingga garnis perlahan diletakkan. Tiga jenis makanan disajikan masing-masing tim.
Diego, itulah nama sang chef, sedangkan nama koki senior yang menemaninya Gota. Dua orang yang bergerak cepat mendapatkan pujian. Sedangkan Ace, hanya pemuda yang selalu mendapatkan cibiran sebagai beban dalam kompetisi ini.
Padahal kunci mereka hingga sampai ke babak final adalah indra perasa Ace yang sensitif.
Sajian dari Diamond restauran dicicipi juri. Penilaian yang pasti, mencatat jumlah poin.
Dilanjutkan dengan Alfa restauran, sama seperti sebelumnya. Para juri terlihat begitu kagum.
Hingga makanan dari restauran terkahir. Wallet restauran, Ace menelan ludahnya. Dirinya lah yang merancang resep ketiga masakan.
Namun, salah satu juri terdiam sejenak. Ada citarasa aneh dari steak, tidak menggunakan saus biasa.
"Kenapa menggunakan apel?" Tanyanya merasakan rasa aneh.
Diego sedikit melirik ke arah Ace, benar-benar sial bocah ini. Merusak resep yang sudah ada.
"Maaf! Ini kesalahan koki yang saya bawa." Ucap Diego tertunduk, mengepalkan tangannya.
"Aku menggunakan apel untuk merubah tekstur bumbu. Tidak menggunakan apel yang terlalu manis, tapi sedikit rasa asam lebih baik. Digunakan dengan beberapa rempah-rempah khusus dengan komposisi tertentu. Tekstur apel akan menjadi bahan saus yang baik." Penjelasan singkat darinya.
Sang juri hanya tersenyum dan mencatat. Sebuah makanan yang begitu unik. Bahkan untuk dessert, bisa dikatakan sang juri yang begitu tajam mengetahui. Ace adalah kunci kemenangan timnya.
Tapi bagi para penonton, dan beberapa juri lain. Ace hanya orang yang mengacaukan tim dari restauran Wallet.
"Diego semangat!" Penonton berteriak memberi dukungan pada sang Chef.
Sementara media sosial televisi swasta dibanjiri dengan hujatan yang ditujukan pada Ace.
'Mengapa Diego memilih nya masuk ke dalam tim.'
'Beban.'
'Tidak berpengalaman, gerakannya lambat. Sampah!'
'Aku jadi ingin keong sepertinya mati.' Emoji tertawa terlihat pada akhir komentar.
Dan benar saja, kala penjurian telah usai. Hasil diumumkan, pemenang kompetisi restauran terbaik adalah Wallet restauran.
Piala yang diangkat oleh Diego, ditemani Gota. Sedangkan Ace hanya bertepuk tangan bangga. Resep yang diciptakannya membawa restauran tempatnya bekerja ke peringkat pertama kompetisi.
Semuanya disiarkan secara live di stasiun televisi. Beberapa penonton yang memang berada di studio terlihat bersorak penuh semangat.
Termasuk seorang pemuda, memakai setelan pakaian bermotif Teddy bear. Tengah merekam menggunakan handycam kesayangannya."Teman keduaku! Bagaimana jika kita bermain masak-masakan?" gumamnya tersenyum, mata keji yang mengetahui masa depan.
Membiarkan Ace hancur setelah kompetisi ini. Agar dapat membawanya pulang sebagai... teman bermain?
😁😁😁😁😁