Sakit rasanya ketika aku menyadari bahwa aku hanyalah pelarianmu. Cinta, perhatian, kasih sayang yang aku beri setulus mungkin ternyata tak ada artinya bagimu. Kucoba tetap bertahan mengingat perlakuan baikmu selama ini. Tapi untuk apa semua itu jika tak ada cinta untukku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zheya87, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 10
Sudah sebulan aku tinggal di rumah mertuaku, hanya sesekali di akhir pekan aku dan Roy menyempatkan diri berkunjung ke rumah ibu dan ayah.
Sikap Roy perlu diacungi jempol mengingat hubungannya dengan keluargaku sangat baik. Roy bahkan menawarkan bantuan pendidikan untuk kedua adikku. Awalnya ayah dan ibu menolak, sehingga Roy memaksa dengan cara memberi pinjaman kepada ibu modal usaha untuk membuka warung.
Dengan cara begini ayah dan ibu setuju menerima bantuan dari Roy, dan mereka berjanji akan membayar uang pinjaman itu secara mencicil setiap bulannya.
Aku merasa sangat beruntung menjadi istri Roy selain dia menyayangiku juga keluargaku, Roy juga memperlakukan aku dengan sangat baik. Meski dia bukan type suami yang romantis tapi setidaknya dia bukan pria dingin dan kasar yang gampang marah.
Bahkan kegiatan panas kami hampir setiap malam secara rutin, Roy bahkan hampir tidak pernah melewatkan katanya itu adalah kebutuhan.
Hari ini aku sedang mempersiapkan segala keperluan untuk wisuda dua hari lagi. Alhamdulillah akhirnya aku bisa menyandang gelar Sarjana yang selama ini aku impikan. Berkat kerja keras dan usahaku, aku bisa sampai dititik ini.
Kebetulan Roy tidak bisa ikut hadir jadi hanya ibu ayah juga mama yang akan mendampingiku saat wisuda nanti, tiba-tiba aku merasa perutku seperti tidak enak dan merasa mual. Aku berlari ke kamar mandi, kumuntahkan semua isi perutku.
Kepalaku sangat pening, masih terasa mual tapi tak ada lagi yang keluar dari mulutku. Kubasuh wajahku untuk membersihkan sisa-sisa muntah dari mulutku.
Aku beranjak dari kamar mandi, hari sudah menjelang sore sebentar lagi suamiku pulang kantor. Aku turun ke bawah menuju ruang depan, biasanya aku akan menunggu kepulangan Roy di sini. Hingga menjelang magrib Roy belum juga pulang, aku mencoba menghubunginya namun telponnya tidak aktif.
" Dara, suamimu belum pulang nak? Tumben jam segini belum balik " tanya mama yang tiba-tiba sudah berada di belakangku.
" eh mama, iya mah ini aku telpon nomornya gak aktif. Mungkin masih ada pekerjaan ma. Aku ke atas dulu ya ma, sebentar lagi magrib." jawabku
"iya, kamu tunggu suamimu di kamar aja" jawab mama.
Akupun naik ke atas dan besiap-siap sholat magrib di kamar.
Hingga tengah malam, Roy tak juga pulang. Aku semakin khawatir. Sudah kuhubungi berulang kali meski nomornya sudah aktif tapi tak diangkat. Chat pun tak dibalas. Roy tak pernah bersikap begini terhadapaku selama sebulan ini pernikahan kami. Apapun yang dikerjakannya atau hanya sekedar nongkrong bareng temannya Roy selalu mengabariku sehingga tidak membuatku khawatir seperti malam ini.
Mama sudah masuk kamar sejak jam 9 tadi setelah kami makan malam berdua, mungkin dia sudah tertidur. Sengaja tak kuberi tahu soal Roy, aku tak ingin mama khawatir. Aku katakan bahwa keterlambatan Roy malam ini ada pekerjaan yang yang tidak bisa ditunda.
Aku menunggu Roy di kamar sambil berbaring main Hp mencoba menyibukkan diri dengan membuka sosial media.
Entah sampe jam berapa aku terjaga menunggu Roy hingga tanpa sadar aku terlelap. Aku terbangun ketika pukul dua dini hari saat telpon berdering. Tampak nama Roy memanggil di layar HPku.
" halo, kamu dimana Roy? " aku langsung mencecar Roy dengan pertanyaan.
" Dara, maaf ya aku ga ngabarin kamu. Aku belum bisa pulang malam ini, aku sekarang sedang menemani temanku sakit di Rumah Sakit. Tak ada yang menjaganya." jawab Roy.
" kamu lanjut tidur lagi ya. Bye" lanjutnya lalu langsung memutuskan sambungan telponnya tanpa memberi kesempatan padaku untuk bertanya.
Aku menatap Hpku , sebenarnya akupun merasa agak meriang badanku sedikit demam mualku pun masih ada. Hanya saja tidak separah tadi sore.
Kembali kupeluk bantal dan tarik selimut, aku melanjutkan tidur. Sudah lega sekarang, setidaknya aku sudah tau Roy baik-baik saja.
Aku tertidur hingga matahari terang, melewatkan waktu subuh. Mataku terasa sangat berat, badanku lemas. Kupaksakan membuka mata terlihat Roy sudah selesai mandi. Sepertinya dia tiba disaat aku masih tertidur.
Akupun bangun menuju kamar mandi sekedar buang air kecil dan membasuh wajahku. Aku merasa sangat lemas, Roy menyusulku ke kamar mandi membawakan aku handuk.
" ini handuknya Dar, kamu selalu kebiasaan lupa bawa handuk"
" eh iya, tapi aku ga mandi Roy aku ga enak badan. Aku lanjut tidur ya, sepertinya kemarin aku masuk angin " jawabku
Roy meraba dahiku dengan punggung tangannya
" Dara kamu demam, badanmu hangat ini " ucap Roy sambil menggandeng tanganku menuju ranjang. Kembali aku berbaring dan menutup mata aku merasa sangat pusing. Perutku kembali mual.
"Aku ga apa-apa hanya masuk angin dan sepertinya asam lambungku kambuh , maaf aku ga bisa menyiapkan pakaianmu dan menemanimu sarapan" jawabku
" ga apa-apa aku tinggal ya, kamu sedang sakit nanti aku minta tolong bibi untuk mengantarkan sarapan dan obat untuk kamu, maaf ya aku buru-buru kamu ga apa-apa aku tinggal ya " pamit Roy sambil mengecup keningku.
" iya, hati-hati di jalan " jawabku masih menutup mata.
Aku kembali menutup mata, pikiranku menerawang. Ada apa dengan Roy dia seperti berubah, orang yang selama ini paling peduli kalo aku sakit.
Dulu ketika SMA, jika aku sakit maka dia akan merawatku dan menjagaku di ruang UKS meski hal itu sering membuat pacarnya cemburu Roy tetap memprioritaskan aku.
Hari ini aku seakan tertampar oleh kenyataan, ketika statusku naik dari seorang sahabat menjadi istri, Roy malah seolah cuek dengan keadaanku. Memang sih sakitku tak parah, hanya sedikit masuk angin. Dulu saja walau hanya sakit karena datang bulan Roy adalah orang yang paling panik dan mengabaikan kegiatannya kalo dengar aku sakit. Tapi hari ini aku merasa sangat berbeda. Atau ini hanyalah perasaanku saja? Ah aku sedikit sensi akhir-akhir ini.