NovelToon NovelToon
Filsafat Vs Sains

Filsafat Vs Sains

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Cinta Murni / Romansa
Popularitas:757
Nilai: 5
Nama Author: Arifu

Joko, seorang mahasiswa Filsafat, Vina adalah Mahasiswa Fisika yang lincah dan juga cerdas, tak sengaja menabrak Joko. Insiden kecil itu malah membuka jalan bagi mereka untuk terlibat dalam perdebatan sengit—Filsafat vs Sains—yang tak pernah berhenti. Vina menganggap pemikiran Joko terlalu abstrak, sementara Joko merasa fisika terlalu sederhana untuk dipahami. Meski selalu bertikai, kedekatan mereka perlahan tumbuh, dan konflik intelektual itu pun berujung pada pertanyaan yang lebih pribadi: Bisakah mereka jatuh cinta, meski dunia mereka sangat berbeda?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arifu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tak terucap tapi terasa

Hari-hari setelah pertemuan itu terasa sedikit berbeda. Joko dan Vina mulai lebih sering menghabiskan waktu bersama, baik di luar kampus maupun di perpustakaan. Mereka tidak lagi sibuk dengan perdebatan tentang filsafat dan fisika, meski keduanya tetap saling bercanda dengan cara-cara mereka yang khas. Ada semacam kenyamanan yang perlahan terbentuk, meski Joko merasa dia masih belum sepenuhnya mengerti apa yang sebenarnya dia rasakan.

Di suatu sore yang cerah, Joko dan Vina duduk di bangku taman kampus. Vina sedang membaca buku fisika, sementara Joko sibuk menulis catatan tentang teori-teori filsafat yang dia pelajari untuk ujian nanti. Terkadang, mereka berdua saling melirik, berbicara tanpa suara, hanya dengan tatapan mata yang terkadang tak sengaja bertemu.

Joko meletakkan pulpen di meja, menarik napas panjang. "Vin, lo ngerasa nggak sih kalau hubungan kita makin aneh?"

Vina menatapnya sambil mengernyitkan dahi. "Aneh gimana, Jok?"

"Ya, kita jadi sering bareng, terus banyak hal yang nggak terucapkan tapi... ada aja yang terasa," jawab Joko, ragu-ragu. "Kayak, gue nggak tahu, perasaan ini… gue bingung, sih."

Vina menutup buku fisikanya dan memandang Joko dengan serius. "Jadi, lo mikir ini aneh karena kita nggak ngomongin langsung, ya? Lo takut kalau ini cuma perasaan lo doang?"

Joko mengangguk pelan. "Gue nggak tahu, Vin. Kadang gue ngerasa kita bisa aja cuma temen biasa, tapi ada sesuatu yang lebih di antara kita. Gue nggak ngerti apa itu."

Vina tersenyum kecil, seolah tahu persis apa yang Joko rasakan. "Jok, kadang hal-hal yang nggak terucapkan itu justru lebih nyata. Cinta itu bukan cuma tentang ngomongin perasaan, tapi tentang gimana kita berdua saling memahami, tanpa kata-kata."

Joko terdiam, mencerna kalimat Vina. Terkadang, dia merasa bahwa apa yang dikatakan Vina adalah kebenaran yang sulit dia terima, tapi juga terasa benar. Mungkin selama ini dia terlalu banyak berpikir dan mencoba menilai segalanya dari logika, padahal perasaan justru lebih sederhana dari itu.

"Lo... lo nggak takut kalo ini cuma perasaan sementara?" tanya Joko, masih sedikit ragu.

Vina memandang Joko dengan tatapan lembut. "Gue nggak takut, Jok. Gue lebih takut kalau kita nggak mencoba untuk tahu. Kita nggak perlu tahu jawabannya sekarang. Yang penting, kita coba jalanin aja. Kalau nanti emang nggak cocok, ya udah. Setidaknya kita tahu apa yang kita rasain."

Joko merasa ada kehangatan dalam kata-kata Vina. Ada ketenangan yang membuatnya merasa lebih yakin, meskipun masih ada keraguan yang mengganjal. Tapi dia mulai merasakan bahwa mungkin, perasaan itu memang bukan untuk dijelaskan, melainkan untuk dirasakan.

"Tapi kalau nanti gue nyesel, gimana, Vin?" tanya Joko, sedikit khawatir.

Vina tertawa pelan. "Kita nggak akan tahu kalau kita nggak coba, kan? Coba aja dulu, Jok. Kalau nanti emang nggak bisa jalan, kita masih bisa tetap temenan, kok."

Joko menghela napas dan tersenyum kecil. "Lo emang berani banget, Vin."

Vina memeluk lututnya, menatap matahari yang mulai tenggelam. "Kadang, kita perlu keberanian untuk hal-hal yang nggak pasti. Gue nggak tahu apa yang bakal terjadi, tapi gue siap jalanin ini."

Mereka terdiam, menikmati saat itu. Meski tak ada kata-kata yang lebih banyak, keduanya tahu bahwa ada suatu pemahaman yang terbangun antara mereka. Tidak perlu banyak bicara untuk tahu apa yang ada dalam hati masing-masing.

Joko memandang Vina, merasa ada ketenangan yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Mungkin memang benar apa yang Vina katakan—perasaan itu tidak selalu perlu dijelaskan, yang penting adalah bagaimana perasaan itu terasa, dan bagaimana mereka bisa bersama menjalani hari-hari dengan segala kelebihannya dan kekurangannya.

"Lo tahu, Vin," kata Joko akhirnya, "Mungkin lo bener. Gue mulai merasa kalau ini bukan cuma soal logika atau teori. Ini soal kita, yang mulai ngerti satu sama lain."

Vina tersenyum, tatapan matanya penuh makna. "Iya, Jok. Ini soal kita, yang akhirnya nggak perlu pakai rumus atau teori untuk ngerasain perasaan ini."

Hari-hari berlalu dengan cepat, dan perasaan antara Joko dan Vina semakin tumbuh meskipun mereka belum mengungkapkan secara langsung apa yang mereka rasakan. Mereka mulai merasakan kedekatan yang semakin dalam, bukan hanya sebagai teman yang sering berbicara, tapi lebih dari itu. Namun, Joko merasa ada satu hal yang masih mengganjal di pikirannya: ketidakpastian.

Pada suatu sore, setelah kelas filsafat berakhir, Joko dan Vina berjalan bersama menuju kafe kampus. Mereka sudah terbiasa melakukan ini, duduk bersama sambil mengobrol ringan tentang berbagai hal, baik yang serius maupun yang lucu. Namun, kali ini, Joko merasa ada sesuatu yang berbeda, seperti ada pertanyaan yang ingin dia lontarkan tapi terhalang oleh kebingungannya sendiri.

Vina yang merasa ada perubahan dalam sikap Joko, menoleh dan bertanya, "Lo lagi mikirin apa, Jok? Kok kayaknya lebih serius aja."

Joko menatap Vina, ragu untuk mengungkapkan apa yang ada di pikirannya. "Gue cuma... mikirin tentang kita, Vin. Tentang hubungan ini."

Vina berhenti berjalan, menatap Joko dengan pandangan penuh perhatian. "Kenapa? Lo ngerasa nggak nyaman?"

Joko menggelengkan kepala, meskipun ada keraguan di dalam dirinya. "Nggak, gue cuma... gue bingung, Vin. Kadang gue mikir, apa hubungan kita ini bener-bener... hubungan yang bisa bertahan, atau cuma sementara aja? Gue takut salah ambil langkah."

Vina terdiam beberapa saat, mencoba mencerna kata-kata Joko. "Jadi, lo takut kalau nanti lo nyesel?" tanya Vina dengan suara lembut.

Joko mengangguk pelan. "Iya. Gue nggak mau cuma jadi bagian dari sesuatu yang bakal nyakitin, atau cuma buat main-main aja."

Vina tersenyum dengan tatapan yang penuh pengertian. "Jok, nggak ada yang pasti dalam hidup ini. Kita nggak akan tahu apa yang bakal terjadi kalau kita terus-terusan mikirin ketidakpastian itu. Yang penting, kita berani jalanin ini dengan hati yang jujur."

Joko menunduk, merasa sedikit cemas. "Tapi, gue nggak mau ngecewain lo, Vin. Gue nggak yakin kalau gue bisa jadi yang lo harapin."

Vina mendekatkan dirinya sedikit, menatap Joko dengan mata yang penuh kehangatan. "Gue nggak butuh lo jadi orang yang sempurna, Jok. Gue cuma butuh lo jadi diri lo sendiri. Kalau kita berdua bisa saling mengerti dan menerima, itu lebih dari cukup."

Joko terdiam sejenak, mencoba mencerna kata-kata Vina. Perasaan nyaman itu mulai menggantikan keraguannya. Mungkin selama ini dia terlalu takut akan ketidakpastian, padahal hidup memang tak pernah ada jaminannya. Yang dia butuhkan adalah keberanian untuk mengambil langkah pertama.

"Jadi... lo beneran nggak takut, Vin?" tanya Joko dengan suara pelan, seolah mencari konfirmasi.

Vina tersenyum dengan penuh keyakinan. "Kenapa harus takut, Jok? Kita kan jalan bareng. Nggak perlu tahu jawabannya sekarang. Yang penting kita coba, dan nikmati setiap momennya."

Joko menghela napas lega. "Oke, Vin. Gue janji, gue bakal coba."

Mereka melanjutkan langkah mereka menuju kafe kampus

Hari itu, Joko menyadari bahwa ketidakpastian bukanlah musuh yang harus ditakuti. Sebaliknya, itu adalah bagian dari perjalanan yang harus dijalani dengan hati yang terbuka. Dan bersama Vina, dia merasa siap untuk menghadapi apa pun yang datang, meskipun tanpa tahu pasti ke mana arah perasaan itu akan membawa mereka.

1
Arifu
Filsafat vs Sains.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!