Di dunia di mana kekuatan adalah segalanya, Liu Han hanyalah remaja 14 tahun yang dianggap aib keluarganya. Terlahir dengan bakat yang biasa-biasa saja, dia hidup dalam bayang-bayang kesuksesan para sepupunya di kediaman megah keluarga Liu. Tanpa ayah yang telah terbunuh dan ibu yang terbaring koma, Liu Han harus bertahan dari cacian dan hinaan setiap hari.
Namun takdir berkata lain ketika dia terjebak di dalam gua misterius. Di sana, sebuah buku emas kuno menjanjikan kekuatan yang bahkan melampaui para immortal—peninggalan dari kultivator legendaris yang telah menghilang ratusan ribu tahun lalu. Buku yang sama juga menyimpan rahasia tentang dunia yang jauh lebih luas dan berbahaya dari yang pernah dia bayangkan.
Terusir dari kediamannya sendiri, Liu Han memulai petualangannya. Di tengah perjalanannya menguasai seni bela diri dan kultivasi, dia akan bertemu dengan sahabat yang setia dan musuh yang kejam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YanYan., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rahasia yang Disembunyikan
Udara di dalam gua terasa lebih tenang setelah kepergian Mo Zu, meskipun bekas pertarungan masih terlihat jelas. Retakan besar di dinding gua, lantai yang penuh puing, dan aroma darah bercampur dengan aura spiritual yang menyisakan tekanan samar.
Setelah beberapa waktu, Ling Yan perlahan membuka matanya. Rasa sakit menyelimuti seluruh tubuhnya, tetapi dia masih bisa bergerak. Di sampingnya, Liu Han masih terbaring, napasnya pelan dan stabil. Ling Yan mencoba bangkit, meskipun tubuhnya terasa berat.
“Xiao Han…” panggilnya lemah.
Liu Han juga mulai bergerak, matanya terbuka perlahan. Pandangannya kabur beberapa saat sebelum akhirnya fokus. Dia menoleh ke arah Ling Yan, yang menatapnya dengan ekspresi penuh kekhawatiran.
“Kak Ling, kau sadar,” katanya pelan, mencoba bangkit meskipun tubuhnya terasa lemah.
Ling Yan mengangguk. “Begitu juga kau. Syukurlah…” Dia berhenti sejenak, mengatur napasnya. “Tapi… apa yang sebenarnya terjadi? Kau—dan makhluk itu…”
Liu Han menghindari tatapan Ling Yan, merasa enggan untuk langsung menjawab pertanyaan itu. Sebaliknya, dia membuka cincin penyimpanannya dan mengeluarkan dua pil penyembuh tingkat tiga. Pil-pil itu memancarkan aroma herbal yang kuat, memberikan rasa nyaman bahkan sebelum dikonsumsi.
“Kak Ling, minumlah ini,” katanya sambil menyodorkan salah satu pil. “Ini akan membantumu pulih.”
Ling Yan mengambil pil itu tanpa bertanya, meskipun matanya tetap tertuju pada Liu Han, penuh dengan rasa penasaran. Keduanya menelan pil itu, merasakan energi penyembuhan perlahan menyebar ke seluruh tubuh mereka. Luka-luka di tubuh mereka mulai sembuh, dan rasa lelah yang menekan tubuh mereka berkurang sedikit demi sedikit.
Setelah beberapa saat, Ling Yan kembali bersuara, suaranya lembut tetapi tegas. “Xiao Han, aku tidak bisa mengabaikan apa yang kulihat tadi.”
Liu Han menoleh ke arahnya, tetapi tetap diam.
“Kekuatan yang kau tunjukkan…” Ling Yan melanjutkan, menatap Liu Han dengan serius. “Itu bukan kekuatan biasa, bahkan untuk kultivator di ranah tinggi. Siapa sebenarnya kau, Xiao Han? Dan dari mana asal kekuatan itu?”
Liu Han merasa dadanya menegang. Dia tahu Ling Yan tidak akan berhenti bertanya, tetapi dia juga tidak bisa mengungkapkan kebenaran tentang buku emas yang menyatu dengan tubuhnya. Setelah beberapa saat berpikir, dia menarik napas dalam-dalam dan memutuskan untuk memberi jawaban yang separuh benar.
“Mungkin… itu berasal dari garis keturunanku,” katanya pelan.
Ling Yan mengerutkan kening. “Garis keturunanmu?”
Liu Han mengangguk, mencoba terlihat tenang. “Aku sendiri tidak tahu pasti, Kak Ling. Keluargaku, keluarga Liu, pernah bercerita tentang leluhur kami yang memiliki kekuatan istimewa. Tapi aku tidak pernah menganggapnya serius karena aku selalu dianggap tidak berbakat.”
Dia menundukkan kepalanya, berpura-pura terlihat bingung. “Tapi tadi, saat aku melihatmu terluka dan iblis itu hampir membunuh kita… sesuatu di dalam diriku bangkit. Aku tidak tahu bagaimana menjelaskannya.”
Ling Yan memperhatikan Liu Han dengan tatapan penuh perhatian. Meskipun dia masih merasa ada sesuatu yang disembunyikan, dia juga melihat kejujuran dalam ekspresi Liu Han.
“Garis keturunan…” gumam Ling Yan pelan. “Jika itu benar, maka kau jauh lebih istimewa daripada yang kau kira, Xiao Han.”
Liu Han hanya tersenyum tipis, meskipun dalam hatinya dia merasa bersalah karena tidak menceritakan seluruh kebenaran. “Aku hanya beruntung, Kak Ling. Jika bukan karena kekuatan itu, kita mungkin sudah mati sekarang.”
Ling Yan mengangguk, lalu memandang ke arah altar yang hancur. “Tapi bagaimana dengan makhluk itu? Mo Zu, dia menyebut dirinya sebagai salah satu dari sembilan pilar Dewa Iblis… Jika dia benar-benar sekuat itu, aku takut apa yang terjadi tadi hanya awal dari sesuatu yang jauh lebih besar.”
“Ya,” jawab Liu Han pelan, menatap ke arah yang sama. “Dia terluka, tapi dia pasti akan kembali.”
Keduanya terdiam sejenak, merenungi apa yang baru saja mereka hadapi. Ling Yan akhirnya memecah keheningan dengan sebuah senyuman kecil.
“Xiao Han,” katanya, “apa pun yang terjadi, aku berutang nyawa padamu. Aku tidak tahu apakah aku bisa membalasnya, tapi kau harus tahu bahwa aku benar-benar menghargaimu.”
Liu Han tersenyum, kali ini dengan ketulusan. “Kak Ling, kau sudah membantuku banyak sekali. Aku hanya melakukan apa yang seharusnya kulakukan.”
Ling Yan tertawa kecil. “Kau terlalu rendah hati untuk seseorang yang baru saja mengalahkan Jenderal Iblis.”
Mereka tertawa ringan, meskipun hati mereka masih dipenuhi kecemasan. Setelah beberapa saat, Ling Yan bangkit perlahan, diikuti oleh Liu Han.
“Untuk sekarang, kita harus keluar dari sini,” kata Ling Yan. “Dan kita harus melaporkan ini ke Sekte Pedang Langit. Mereka perlu tahu bahwa Mo Zu telah bangkit.”
Liu Han mengangguk, lalu membantu Ling Yan berdiri sepenuhnya. Meskipun tubuh mereka masih belum pulih sepenuhnya, mereka mulai berjalan keluar dari gua, meninggalkan tempat itu dengan perasaan campur aduk.
Mereka tahu perjalanan mereka belum selesai, dan apa yang mereka hadapi hanyalah awal dari sesuatu yang jauh lebih besar dan lebih berbahaya.
...****************...
Setelah berjam-jam berjalan melalui jalan berbatu dan hutan yang lebat, Ling Yan dan Liu Han akhirnya keluar dari Pegunungan Huosu. Cahaya matahari senja menyambut mereka, memberikan sedikit kehangatan setelah perjalanan panjang yang penuh bahaya. Meski tubuh mereka sudah lebih baik berkat pil penyembuh, rasa lelah tetap menyelimuti.
“Kota terdekat ada di lembah sana,” kata Ling Yan, menunjuk ke arah perbukitan di depan mereka. Di kejauhan, mereka bisa melihat asap tipis dari cerobong-cerobong rumah, tanda kehidupan yang jauh lebih damai daripada suasana tegang di pegunungan.
Liu Han mengangguk. “Kita perlu istirahat, Kak Ling. Kau belum sepenuhnya pulih.”
Ling Yan tersenyum kecil, meskipun wajahnya masih pucat. “Kau juga, Xiao Han. Jangan terlalu memikirkan aku. Setelah semua ini, kita berdua pantas mendapatkan tempat tidur yang layak.”
Mereka melanjutkan perjalanan dengan langkah lebih ringan, mengetahui bahwa tempat perlindungan sudah tidak jauh lagi. Jalan menuju kota itu dihiasi ladang hijau dan beberapa pohon besar yang memberikan bayangan dari cahaya matahari. Meski tidak ada bahaya yang terlihat, Ling Yan tetap waspada, matanya sesekali melirik sekeliling.
“Kak Ling, apa menurutmu Mo Zu akan kembali dalam waktu dekat?” tanya Liu Han tiba-tiba, memecah keheningan.
Ling Yan terdiam sejenak sebelum menjawab. “Aku tidak tahu. Tapi aku yakin dia butuh waktu untuk memulihkan kekuatannya. Luka yang kau berikan padanya cukup parah, Xiao Han.”
Liu Han menundukkan kepala, ingatan pertarungan itu masih membekas di pikirannya. Dia tidak tahu bagaimana kekuatan misterius itu muncul, dan meskipun itu menyelamatkan mereka, dia merasa ada sesuatu yang menakutkan di baliknya.
“Kita harus bersiap jika dia kembali,” lanjut Ling Yan. “Dan itu berarti melibatkan sekteku. Mo Zu bukan ancaman yang bisa diabaikan.”
Liu Han hanya mengangguk, meskipun dia tahu perjalanannya mungkin tidak akan sederhana setelah ini.
Saat matahari hampir terbenam, mereka tiba di gerbang kota kecil yang dikenal sebagai Lembah Jing. Kota itu dikelilingi pagar kayu sederhana, dengan penjaga di pintu masuk yang tampak ramah namun tetap waspada.
“Selamat datang di Lembah Jing,” kata salah satu penjaga, seorang pria paruh baya dengan senyum ramah. “Kalian tampak lelah. Apa kalian datang dari Pegunungan Huosu?”
Ling Yan mengangguk singkat. “Benar. Kami hanya butuh tempat untuk beristirahat.”
Penjaga itu mengangguk penuh pengertian, lalu menunjuk ke arah jalan utama kota. “Penginapan terbaik ada di tengah kota, dekat pasar. Namanya Penginapan Angin Jing. Pemiliknya ramah, dan masakannya terkenal enak.”
“Terima kasih,” jawab Ling Yan, lalu melangkah masuk bersama Liu Han.
Kota Lembah Jing tampak hidup meskipun ukurannya kecil. Penduduknya sibuk dengan kegiatan sehari-hari, dan aroma makanan dari kedai-kedai pinggir jalan memenuhi udara. Suasana itu memberikan rasa damai yang kontras dengan kekacauan di Pegunungan Huosu.
“Tempat ini terasa jauh dari semua masalah,” gumam Liu Han, mengamati sekeliling.
Ling Yan tersenyum. “Itulah kenapa kita harus menjaga tempat-tempat seperti ini tetap aman.”
Mereka akhirnya tiba di Penginapan Angin Jing, sebuah bangunan dua lantai yang terbuat dari kayu berwarna cokelat tua. Lampion-lampion merah tergantung di depan pintu, memberikan suasana hangat dan ramah.
Seorang wanita paruh baya yang tampak ramah menyambut mereka di pintu. “Selamat datang! Kalian berdua pasti lelah. Silakan masuk.”
Ling Yan memesan dua kamar dan makanan untuk mereka berdua, membayar dengan koin emas dari cincin penyimpanannya. Setelah itu, mereka naik ke lantai dua, di mana kamar-kamar penginapan berada.
“Kita istirahat dulu,” kata Ling Yan, membuka pintu salah satu kamar. “Setelah makan malam, kita bisa membicarakan langkah selanjutnya.”
Liu Han mengangguk, lalu masuk ke kamarnya sendiri. Ruangan itu sederhana tetapi bersih, dengan tempat tidur kayu yang nyaman dan meja kecil di sudut. Setelah membersihkan diri, Liu Han duduk di tepi tempat tidur, menatap keluar jendela yang menghadap jalan utama kota.
Dia menghela napas panjang, pikirannya penuh dengan pertanyaan tentang kekuatan yang muncul dari dirinya. “Apa yang sebenarnya terjadi padaku?” gumamnya.
Ketika malam tiba, mereka berkumpul di ruang makan penginapan. Makanan yang disajikan sederhana tetapi menghangatkan hati—nasi hangat, sup sayuran, dan daging panggang yang dibumbui dengan rempah-rempah lokal.
Ling Yan menatap Liu Han saat mereka makan, rasa ingin tahunya yang tertahan akhirnya memuncak lagi. “Xiao Han,” katanya pelan, “tentang kekuatanmu tadi…”
Liu Han berhenti makan sejenak, lalu menatap Ling Yan. “Kak Ling, aku sudah memberitahumu. Mungkin itu berasal dari garis keturunanku.”
“Tapi itu bukan kekuatan biasa,” balas Ling Yan, suaranya lembut tetapi tegas. “Aku pernah melihat banyak kultivator dengan kekuatan garis keturunan, tetapi yang kau tunjukkan tadi… itu jauh di luar batas True Foundation. Bahkan Mo Zu terluka parah karena itu.”
Liu Han menunduk, mencoba menyembunyikan kegelisahannya. “Aku juga tidak tahu, Kak Ling. Itu muncul begitu saja, dan aku bahkan tidak yakin bagaimana cara mengendalikannya.”
Ling Yan memperhatikan ekspresinya dengan seksama, tetapi akhirnya menghela napas. “Baiklah. Aku tidak akan memaksamu untuk bicara sekarang. Tapi aku harap, jika kau tahu sesuatu, kau akan memberitahuku.”
Liu Han tersenyum kecil. “Aku akan melakukannya, Kak Ling. Terima kasih sudah memercayaiku.”
Mereka melanjutkan makan dalam keheningan yang nyaman, membiarkan tubuh mereka pulih sepenuhnya. Meski keduanya tahu perjalanan mereka belum selesai, malam itu memberikan mereka kesempatan untuk beristirahat dan bersiap menghadapi apa yang akan datang.
Bersambung...