Kejadian pilu pun tak terduga menimpa Bjorn, para polisi menuduh dia sebagai kaki tangan seorang kriminal dan akhirnya ditembak mati secara tragis.
Bjorn yang tidak tahu alasannya mengapa dirinya harus mati pun terbangun dari kematiannya, tetapi ini bukanlah Akhirat.. Melainkan dunia Kayangan tempat berkumpulnya legenda-legenda mitologi dunia.
Walau sulit menerima kenyataan kalau dirinya telah mati dan berada di dunia yang berbeda, Bjorn mulai membiasakan hidup baru nya dirumah sederhana bersama orang-orang yang menerima nya dengan hangat. Mencoba melupakan masa lalunya sebagai seorang petarung.
Sampai saat desa yang ia tinggali, dibantai habis oleh tentara bezirah hitam misterius. Bjorn yang mengutuk tindakan tersebut menjadi menggila, dan memutuskan untuk berkelana memecahkan teka-teki dunia ini.
Perjalanan panjangnya pun dimulai ketika dia bertemu dengan orang-orang yang memiliki tujuan yang sama dengan dirinya.
(REVISI BERLANJUT)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yudha Lavera, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
9. Bretavia
"Tu- Tunggu paman.. Aku sudah tidak sanggup" Neil menarik kain baju Bjorn, mencoba untuk menghentikan langkah kakinya. Benar sekali, mereka semua akhirnya sudah sampai ditujuan mereka, dengan cepat, bahkan tidak sampai tengah hari.
Kota ini bernama Bretavia. Salah satu dari beberapa pusat kota lainnya, karena disetiap titik wilayah memiliki pusat kota nya masing-masing.
Bjorn yang berdiri tegap, sedang mengamati tiap rutinitas penduduk dan bangunan mewah disekitarnya. Disamping itu.. Neil yang sudah kehabisan tenaga, membungkukkan badannya dengan tangan yang masih menarik erat pakaian Bjorn. Sedangkan Amoria sudah tidak bisa berjalan, gadis duyung itu terpaksa digendong oleh Sulpha yang wajahnya pun pucat kelelahan "Dasar sialan, jika saja aku tidak memikirkan Amoria. Aku sudah terbang meninggalkan kalian"
Solusi cepat untuk bisa sampai di kota Bretavia, adalah dengan memilih untuk berjalan tanpa melakukan istirahat sama sekali. Hal itu sungguh memberatkan mereka yang tidak memiliki fisik kuat seperti Bjorn.
"Hei, Pokoknya aku mau minum" keluh Amoria memeluk erat leher Sulpha.
"Aku tak bisa bernafas, sialan! kalau kau masih punya tenaga sebanyak itu kenapa kau tidak jalan kaki saja" ucap Sulpha yang merasa tercekik.
"Apa?! kau mau meninggalkan seorang gadis yang sedang tak berdaya? dimana rasa simpati mu pada gadis? pantas saja kau tetap lajang di usia 97 tahun! dasar kuping panjang!" Amoria memaki nya, meski masih erat menggantung tubuhnya di punggung Sulpha, gadis itu masih bisa memukul kepala Elf yang tak bisa melawannya.
"Jangan bawa-bawa usia ku sialan! kenapa seolah seperti usiaku yang paling tua disini" Sulpha membalas celotehnya.
Amoria menarik telinga Sulpha dari belakang, dan berbicara tepat di telinga panjangnya "Itu memang benar, sembilan-puluh-tujuh~ Kau lebih tua daripada mendiang kakek ku! Bahkan kakekku meninggal di umur 81 tahun"
Mereka berdua sibuk beradu hinaan sendiri, disamping itu. Bjorn memperhatikan sela-sela bangunan mewah. Terlihat ada sebuah kedai minuman sederhana, kedai itu terselip bangunan yang kiri kanannya adalah bangunan besar seperti kastil. Memang.. Kastil adalah bangunan umum untuk para bangsawan dipusat kota.
"Tidak.. Aku tidak kuat lagi" Sulpha terjatuh lemas bersamaan dengan Amoria.
Menghela nafas dan memutarkan bola matanya "Repot sekali, kalau punya sisa tenaga kenapa dihabiskan untuk berdebat, dasar payah" Bjorn yang tahu Sulpha dan Amoria sudah tak sanggup berjalan, memutuskan untuk mengangkat mereka berdua, menggendongnya sepasang Elf dan duyung itu menumpuk dipunggungnya, dan mengangkat tubuh ringan Neil yang kelelahan dengan sebelah tangan seperti membawa drum air. Dia memasuki Bar minuman tersebut dengan keadaan seperti menculik 3 orang.
"Aku mau minuman, yang paling segar yang kau punya, untuk 3 orang ini" sambil menjatuhkan Sulpha dan Amoria ke lantai, dan menurunkan Neil dengan hati-hati ke kursi disebelahnya. "B-brengsek, kasarnya dirimu" ucap Amoria yang terbata-bata sambil merangkak menaiki kursi duduk. Lalu pemilik kedai memberikan 3 cangkir kayu berukuran besar berisikan sari madu segar.
Mereka bertiga langsung meneguk minumannya kehausan "Ahh~ segarnya~" Bjorn yang tak merasa haus sama sekali hanya duduk memandangi mereka meminum dengan gila.
Ada seorang pria berbadan besar berjalan melintasi ruangan melewati meja tempat mereka duduk. Sebuah kantung kecil berisikan koin emas terjatuh dari kantungnya, sesaat Bjorn memperhatikan receh logam berkilau itu "Hei.. Kau, yang berbadan besar. Kau menjatuhkan kantungmu" mencoba memanggil dan menunjuk tempat dia menjatuhkan koin emasnya.
"Apa? Aku?" menoleh kearah Bjorn dengan wajah garang dan tatapannya merujuk kebawah tempat dia menjatuhkan kantungnya "Ah, benar. Terimakasih sudah memberitahuku" Pria berbadan besar itu sudah terlihat jelas adalah orang yang arogan. Dari raut wajah mengerikannya sudah terpapar jelas.
"Kalian semua sudah kembung? ayo kita pergi dari sini" ucap Bjorn.
"Paman, kau punya uang?" Tanya Neil.
"Tidak.."
"Lalu, bagaimana kau akan membayar?"
"Amoria akan membayarnya"
"Aku akan memuntahkan beberapa ikan segar untuk membayar ini"
"Hoi, hentikan" Bjorn menyela dengan ekspresi jijik.
"Kalau begitu, Sulpha yang akan membayarnya"
"Aku akan membayarnya dengan beberapa trik sulap" Balas Sulpha.
"Tidak-tidak, konyol sekali!"
Pria berbadan besar tadi menghampiri Bjorn, dan memberikan 2 keping koin emas dimejanya "Ini, untuk rasa terimakasihku tadi" ucapnya.
Bjorn memincingkan matanya heran, menatap mata pria besar itu tanpa mengatakan apapun, lalu "Wajahmu kacau sekali, emosi apa yang kau pendam?" tanya Bjorn yang sedang menatap matanya.
"Bagaimana kau bisa tahu?" mengangkat alisnya sebelah.
"Siapa nama mu?" tanya Bjorn.
"Januza.."
"Oh. Januza, Terimakasih atas kebaikanmu" Ucap Bjorn.
"Ehm.. Sama-sama" pria itu lanjut berjalan keluar dari kedai, meninggalkan mereka sambil menunduk memegangi kepala belakangnya.
Januza memiliki badan besar dan kekar, tinggi badannya sekitar 2,7 meter, ditambah dengan otot-otot bermekaran disetiap sudut tubuhnya, dia memakai pakaian yang terbuka, jadi sangat jelas kalau postur tubuhnya begitu menonjol, dia juga menyelempangi sebuah tombak. Sama besarnya dengan tubuhnya dan dilengkapi dengan bilah ujung tombak yang bengkok seperti golok besar. Perawakannya sangat kasar, memiliki bewok tipis yang tumbuh jarang-jarang di dagu nya, dan segaris bekas luka di bibirnya. Bahkan tubuhnya juga memiliki banyak bekas luka.
Bjorn membayarkan minuman-minuman itu, memberikan dua koin emasnya yang baru saja dia dapatkan dari Januza "Ini terlalu banyak tuan" ucap pemilik kedai itu, mengembalikan satu koin emasnya dan sekantung kecil yang berisikan perunggu. Bjorn masih belum paham dengan sistem jumlah nomimal dari koin emas, perak, maupun perunggu. Jadi dia menerima uang kembalian itu dengan bingung "Ya.. Terimakasih"
****
"Tunggu, aku sudah menghitung! Kita sudah 20 kali memutari tempat ini" Ucap kesal Amoria setelah berulang kali mengelilingi kota. Mereka tidak menemukan apa itu gereja sekte naga air, dengan keterbatasan informasi dan pengalaman. Dia menanyakan saran pada yang lainnya "Jadi? Kita akan melakukan apa?" tanya Bjorn.
"Kita membutuhkan informasi dan pengetahuan lebih dalam soal kota ini, kenapa tidak kita coba saja dengan bergabung menjadi petualang serikat?" Jawab Neil.
"Hmmm.." mengusap dagu dengan jarinya dan memandangi langit "Mungkin itu bisa memberikan kita jalan kepada tujuan kita"
"Aku terserah kalian" sambung Amoria.
"Aku juga" sahut Sulpha.
Mereka berempat memasuki gedung serikat..
Dan begitu singkatnya keluar dengan wajah tak puas.
"Dasar peraturan tidak masuk akal" kesal Amoria.
Alasan mereka keluar dari gedung serikat itu dengan singkat karena.. Untuk mendaftar sebagai regu kelompok, mereka harus beranggotakan minimal 5 orang. Dan biaya pendaftaran itu dikenai 5 koin emas, dengan begitu mereka akan diberikan lisensi menjadi petualang dan bisa mengambil tugas dari permintaan guild.
"Dan juga 5 koin emas itu, semakin tidak masuk akal untuk aku yang miskin ini" ucap Sulpha.
Neil dan Bjorn saling menoleh dengan tatapan tak puas, lalu menggelengkan kepala sambil menghela nafas.
Disaat mereka berempat duduk frustasi di tangga gedung serikat, seseorang dengan penampilan mencolok berjalan melewati mereka. Pria itu adalah seseorang yang baru mereka temui dikedai minuman tadi siang.
Bjorn yang sudah kehabisan akal langsung berjalan mendekati Januza dan mencegatnya "Tunggu, Januza, ikutlah bersama kami"
"Bjorn meminta seseorang untuk ikut dengannya?!" kaget Amoria dan Sulpha yang melihat pemandangan itu. Ucapan Bjorn sangat mengejutkan karena dia selalu menolak orang yang mencoba untuk ikut dengannya, tapi kali ini malah dia yang mengajak seseorang untuk ikut.
"Tidak, aku ada urusan" tolak Januza yang tak menghentikan langkahnya.
"Dia ditolak?!" kalimat barusan justru lebih mengejutkan.
"Ikutlah denganku, pecundang" ejek Bjorn.
Januza yang mendengar kalimat itu langsung naik pitam, terpaku langkahnya dan diam seperti patung, lalu menolehkan tatapannya pada Bjorn, ekspresinya sekarang lebih buruk daripada tadi siang "Tarik perkataanmu, bajingan!" Januza menyeru.
"kalau aku tidak mau?"