Alaish Karenina, wanita berusia dua puluh sembilan tahun itu belum juga menikah dan tidak pernah terlihat dekat dengan seorang laki-laki. Kabar beredar jika wanita yang akrab dipanggil Ala itu tidak menyukai laki-laki tapi perempuan.
Ala menepis semua kabar miring itu, membiarkannya berlalu begitu saja tanpa perlu klarifikasi. Bukan tanpa alasan Ala tidak membuka hatinya kepada siapapun.
Ada sesuatu yang membuat Ala sulit menjalin hubungan asmara kembali. Hatinya sudah mati, sampai lupa rasanya jatuh cinta.
Cinta pertama yang membuat Ala hancur berantakan. Namun, tetap berharap hadirnya kembali. Sosok Briliand Lie lah yang telah mengunci hati Ala hingga sulit terbuka oleh orang baru.
Akankah Alaish bisa bertemu kembali dengan Briliand Lie?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfian Syafa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10.Hati yang patah
Jika memang kita tidak bisa saling melupakan, kenapa Tuhan tidak mempertemukan kembali? Kenapa semesta seolah-olah tidak mendukung kita untuk bersama?
Haruskah kita merasakan sakit yang teramat dalam lalu Tuhan mempertemukan kita kembali? Memberikan rindu yang tak pernah berujung. Inikah cara Tuhan menyiksa kita?
Andai semua bisa terulang, akan aku perbaiki semua kesalahan yang ada. Aku tetap bertahan bersamamu. Membiarkan orang-orang melakukan berbagai cara untuk memisahkan kita.
Tuhan ... Adilkah ini? Kenapa aku yang tersiksa dengan perasaan itu selama ini? Sementara dia telah bahagia dengan orang baru tanpa ingat tentangku sedikitpun. Sampaikan alunan rindu ini padanya. Aku disini masih mencintainya dan berharap dia kembali padaku.
***
Ala menangis tersedu-sedu setelah sekian lama air mata itu tak lagi menetes. Ada ruang yang kosong dalam hatinya, tapi tidak mampu diisi oleh siapapun. Rindu yang mendalam begitu menyiksanya. Sungguh Tuhan memberikan ujian dalam hidup Ala yang luar biasa. Seakan Tuhan tidak mengizinkannya untuk bahagia.
Meski hari demi hari dia lewati dengan baik, tapi tidak membuat Ala benar-benar bahagia. Ada yang hilang dan merasa semuanya itu pudar tapi harus kuat. Berusaha menepis semua rasa yang sering hadir. Menghabiskan waktu dengan segala aktifitas yang ada.
Berharap rasa itu terkikis dengan sendirinya. Benci itu bertambah hingga mendarah daging. Harapan untuk kembali musnah dan berganti hati yang baru. Membuka lembaran baru dan menutup buku yang telah usang.
Nyatanya setiap hari yang Ala lalui, seolah semesta sedang mengingatkan dirinya pada Brian. Selalu ada kejadian dan bahkan perlakuan seseorang yang mirip dengan Brian.
Jika Brian sendiri bisa melupakan semua itu dan membuka hati untuk orang baru, kenapa Ala tidak bisa? Kenapa Tuhan menghukumnya dengan cara seperti ini? Setiap doa yang dia panjatkan selalu tentang sebuah rasa agar hilang atau dia hilang ingatan sekalian. Nyatanya setiap benci itu hadir secara bersama rindu muncul dengan sendirinya.
"Gue harus bagaimana sekarang? Rasanya gue hampir gila dengan semua ini!" Ala meraung, meratapi nasibnya.
Laras baru kali ini melihat Ala menangis dan ikut merasakan kepedihan itu. Tangisan Ala terdengar begitu menyayat hati. Sosok Brian rupanya sangat berarti bagi Ala dan kenangan itu membekas.
Brian beruntung mendapatkan perempuan seperti Ala yang cintanya sangatlah tulus. Padahal dulu masih remaja dan pasti kebanyakan hanya main-main atau sekadar semangat belajar saja.
Cinta Ala kepada Brian berbeda. Ala yang susah jatuh cinta, telah menaruh hatinya kepada Brian yang telah membuat hari-harinya menjadi indah. Kenyamanan itu rupanya lebih mengerikan daripada jatuh cinta.
"Lo nggak coba temuin dia? Cari akun sosial medianya?" Laras pun ikut meneteskan air mata. Sambil mengusap punggung Ala supaya lebih baik.
Membiarkan gadis yang tertutup itu menangis meluapkan emosinya agar segala hal yang mengganjal dihati lega.
"Gue ... Gue ... Selama ini stalking akun dia tapi pake akun fake. Gue buat waktu itu supaya tahu kabar tentang dia," kata Ala di sela isak tangisnya.
"Kenapa nggak akun asli? Siapa tahu Brian juga nyariin lo, La!" Laras heran sama Ala, jika masih memiliki rasa kenapa harus bersembunyi dibalik akun fake.
Ala menggeleng, "Dia udah lupa sama gue, Ras! Dia mau nikah. Sementara gue disini mati-matian lupain dia, mati-matian berusaha buka hati buat orang baru, tapi bayangan dia selalu muncul seolah gue nggak boleh buka hati buat siapapun!"
Ala selalu merasa Brian sedang cemburu ketika Ala bersama laki-laki lain. Perasaan itu selalu Ala sadari bahkan rasanya Brian masih mengikuti langkahnya. Ala bahkan berasa seperti sedang menjalin hubungan jarak jauh, tapi takdir berkata lain. Kisah mereka telah usai.
Ketika masuk pagi, Ala selalu melewati malam panjang dengan menulis hingga lelah. Dia selalu takut untuk tidur lebih awal. Sebab harus meneteskan air mata karena rindu yang mendalam pada sosok Brian.
Memandangi foto yang Ala ambil dari akun sosial medianya bukan membuat Ala tenang, tapi malah semakin menyakitkan.
"La, dia disana bisa tanpa lo! Terus kenapa disini lo masih aja terjebak sama perasaan yang buat lo hancur. Coba buka mata lo, ada banyak yang deketin lo tapi lo nggak sadar! Buka hati lo buat orang baru, seperti dia buka hatinya buat orang baru dan bahkan mau nikah. Mau sampai kapan lo begini?" Laras menggoyangkan kedua bahu Ala agar gadis itu bisa bangkit kembali.
Siapa sangka dibalik keceriaan Ala selama ini, ada kerapuhan yang dia sembunyikan. Ala gadis yang kuat dan bisa menenangkan dirinya dengan cara memendam semua masalah yang sedang dia alami. Hidup Ala berliku dan harus menginjak kerikil tajam untuk sampai kepada sebuah kebahagiaan.
Laras pikir selama ini Ala bahagia, memiliki banyak uang dari hasil kerja sampingan dan bisa membeli apapun yang dia inginkan. Rupanya itu hanya covernya saja, dalamnya benar-benar menyedihkan.
"Gue udah coba tapi tetep nggak bisa. Lihat tangan gue." Ala memperlihatkan tangannya yang memiliki bekas luka.
Tangan yang selalu dia tutupi dengan manset kalau sedang memakai seragam atau baju panjang ketika bepergian. Pun di kost juga dia pakai kaos panjang kalau Laras sedang main ketempatnya. Sekarang Laras berhak tahu, Ala membuka manset tangan yang menutupi luka-luka itu.
"Kehilangan dia adalah luka terhebat yang pernah gue rasain. Sakitnya lebih dari diselingkuhin. Gue sayang sama dia tapi gue harus kalah dengan keadaan yang memaksa gue untuk pergi."
Takdir memang selucu itu ya? Dipertemukan ketika sekolah, dipersatukan dengan ikatan cinta tapi harus pisah karena banyak yang tidak menyukai hubungan mereka. Perjuangan dan pengorbanan Ala harus berhenti ketika ada seseorang yang mencoba untuk merusak dan memisahkan mereka. Memberikan informasi yang salah, menghasut Ala untuk membenci Brian tanpa bertanya kebenaran terlebih dahulu kepada laki-laki itu.
"Gue saranin ... Mending lo muncul deh, La. Supaya masalah lo tuh selesai dan hati lo bener-bener tenang. Tentang dia yang kenapa mendua dan tentang lo yang ninggalin dia gitu aja, semua lo bicarain baik-baik. Kalau bole tahu memang kalian putus itu karena apa?" tanya Laras, pelan-pelan karena takut Ala tersinggung dengan ucapannya.
Meski sejauh ini anak itu nggak pernah tersinggung dengan semua ucapan orang, tapi Laras tetap nggak enak kalau mau ikut campur. Soalnya ini masalah hati dan pasti berat bagi Ala untuk jujur seperti sekarang ini.
"Pacar Mia, dia teman dekat Brian. Dia bilang Brian itu cuma manfaatin gue aja, morotin duit gue buat foya-foya sama temennya. Bahkan dia bilang gue ini diguna-guna biar nurut semua sama dia. Awalnya gue nggak percaya, tapi setelah gue pikir-pikir ada benarnya juga. Selama ini gue selalu nurut sama dia bahkan takut kehilangan dia meski udah diselingkuhin."
Ala menjeda ucapannya sebentar karena Laras memberikan botol air mineral supaya tenggorokan Ala tidak kering. Apalagi sejak tadi dia menangis. Beruntung hari ini libur kerja jadi belum tidur juga nggak masalah. Sabtu dan minggu memang selalu libur, kecuali kalau banyak pekerjaan pasti masuk dan dihitung lembur.
"Gue coba saran dia buat berserah diri kepada Tuhan. Pokoknya semua gue lakuin dan perlahan rasa benci itu hadir. Gue disitu yakin kalau emang Brian beneran manfaatin gue dan gue milih putus. Bener-bener pergi dari hidup dia dan menutup akses biar dia nggak bisa hubungi gue," lanjut Ala.
Kejadian itu memang menyakitkan bagi Ala. Selalu percaya dengan ucapan orang tanpa tahu apa yang terjadi sebenernya. Kalau saja Ala bisa sedikit bersikap dewasa mungkin bisa dibicarakan baik-baik. Ya namanya juga waktu itu Ala masih remaja dan berusia belasan tahun. Namun, sudah mendapatkan masalah yang besar tanpa ada yang mengetahuinya termasuk kedua orang tua Ala.
Mengapa demikian? Karena Ala sudah diajarkan untuk memendam semua masalahnya sendiri dari kecil hingga sedewasa sekarang. Ala tidak pernah bercerita apapun yang terjadi tentang hidupnya ditanah rantau ini.
"Brian tahu alasan lo pergi?"
Ala menggeleng lemah. "Gue bilang putus tapi Brian nggak mau. Gue langsung ganti nomor waktu itu."
"Itu yang jadi beban pikiran lo saat ini. Hati lo belum usai karena lo pergi gitu aja tanpa bertanya kepada Brian dan mendengar penjelasan dia," ucap Laras. Pusing juga sama kisah cinta Ala yang luar biasa ini.
"Gue harap kalau emang jodoh bisa ketemu lagi dan gue janji bakal selesaiin semua itu meski pada akhirnya memang kita akan menjadi orang asing dan berpura-pura tidak pernah kenal."
Meski menyakitkan membayangkan semua itu terjadi, tapi Ala harus kuat dan yakin jika suatu saat nanti bisa bertemu dengan Brian. Entah secara langsung atau melalui dunia maya. Ala tidak pernah berharap apapun, hanya ingin bertemu dan menyelesaikan masalah. Mungkin dengan cara seperti itu hatinya akan tenang dan bisa membuka hati untuk orang baru yang mau menerima apa adanya.
Penyesalan memang selalu datang diakhir, jika diawal maka bukan penyesalan namanya. Terkadang memang kita harus berhati-hati dengan orang yang benar-benar dekat. Mengaku peduli tapi kenyataannya pura-pura baik dan menusuk dari belakang. Iri dengan kebahagiaan yang Ala rasakan, ketika berhasil membuat Ala pergi dan diliputi rasa kebencian saat itu kebahagiaan datang pada orang yang telah membuat hubungannya dengan Brian hancur.
Tidak semua orang bisa kamu percaya sebaik apapun itu.
Bersambung....
semangat kakak,
udu mmpir....
btw...ni pnglman pribadi y????
🤭🤭🤭