Salahkah jika aku penasaran dengan yang namanya cinta dan kasih sayang? Salahkah jika aku sangat haus akan dua rasa itu? Sebenarnya, apa itu kasih sayang? Apa itu cinta?
Disinilah aku, tinggal sebagai seorang keponakan, sepupu, serta orang asing dalam keluarga paman yang sangat membenci kehadiranku. Berbagai cacian, siksaan, serta hinaan, semuanya aku terima. Sampai dimana... dia datang. Tiba-tiba saja, tangannya terulur, membawaku entah kemana dengan kata-katanya yang begitu hangat namun menakutkan.
"Jika kamu sangat ingin merasakan cinta dan kasih sayang, mari kita buat bersama. Mulai sekarang, sampai selamanya... akulah tempatmu untuk pulang."- Adam.
"Jika Anda benar-benar rumah saya, izinkan saya untuk selalu pulang dalam dekapan Anda. Saya mohon, jadilah rumah untuk tempat saya pulang, Tuan Adam."- Ayna.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wawawiee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9 Rencana Terselubung
***
"Mulai detik ini, aku akan mengurungmu dalam sangkar burung. Aku juga akan menciptakan dunia yang indah buatmu dalam sangkar burung tempatmu dikurung, supaya kamu tetap ada, aman, dan terjaga bersamaku."
Dalam tidur Ayna, ia bisa mendengar suara bisikan itu. Suara baritone yang begitu berat membuatnya ketakutan. Apalagi, suara itu menggema dalam mimpinya.
"Mmmm..."
Karena suara bisikan itulah, Ayna terbangun dari tidurnya. Ia menggeliatkan badannya dan melihat sekitar.
"Loh kok, aku ada di kamar? Bukannya aku di ruang keluarga ya? Hm, palingan aku mimpi atau bagaimana. Merasa tidur di ruang keluarga tapi nyatanya di kamar. Jam berapa sekarang?"
Ayna melihat jam yang menempel di dinding, ia cukup terkejut saat jarum jam pendek itu menunjuk ke arah angka 2.
"Jam 2 rupanya. Ini pertama kalinya aku tidur satu jam. Yaaahh mau bagaimana lagi juga... Aku ngantuk banget..."
"Btw, tadi itu suaranya siapa ya? Seperti nyata saja. Aku dikurung di sangkar burung? Memangnya muat apa? Sangkar burung kan kecil. Ada-ada saja."
Oh Ayna. Sungguh polos dirimu ini. Suara itu mengisyaratkan kamu akan dikurung di rumah Adam dan ngga diizinkan keluar selangkah pun. Itu pun tak tahu.
Entah kapan waktu akan menjawab pertanyaan Ayna, yang terpenting saran buat sekarang dirinya harus berhati-hati dan waspada selalu pada Adam.
Sedari awal, Ayna tak mencurigai sedikitpun tentang pria yang sudah menyelamatkannya, Adam. Bahkan saat dirinya dipeluk pun, tidak ada rasa risih sama sekali. Sedikitpun tidak ada. Ayna juga teringat dengan ucapan Adam tempo hari, kalau dirinya dulu sering sekali bertemu dengan Adam dan selalu lengket kepadanya.
"Artinya juga... Tuan Adam bukan orang jahat. Malah beliau memperlakukanku dengan hangat. Kalau ditanya apakah risih atau ngga selama disini dengan Tuan Adam... rasanya juga ngga. Aku merasa... Familiar dengan elusan tangannya di kepalaku..."
Saat Ayna menyentuh kepalanya, tiba-tiba kepalanya pusing serta telinganya berdenging kencang. Yang menyebabkan dirinya melirih kesakitan.
SHIINNNGG
"A-Akkhhhh."
"Kerja bagus, gadis kecil. Aku bangga padamu."
"Hehehe, makasih Kak Adam!"
Di pandangan Ayna, ada Adam beserta anak kecil perempuan yang tak jelas wajahnya. Anak itu nampak tidak asing bagi Ayna, karena ia tahu pita merah yang dikenakan pada kepangan rambutnya. Anak itu berterima kasih kepada Adam karena anak itu telah berbuat hal baik yang membuat Adam bangga.
"Itu... Aku?" ucap Ayna bingung.
Setelah apa yang dilihatnya baru saja, keadaan mulai membaik secepat mungkin. Rasa pusing yang melanda langsung menghilang, menyisakan Ayna yang masih di ambang kebingungan.
"Tadi itu... Apa? Apa memoriku yang lalu?"
CKLEK
"Ayna!"
Pintu terbuka secara kasar, menampakkan Adam yang panik dengan nafasnya yang terengah-engah.
Ia langsung mendekati Ayna dan menggenggam pundak Ayna dengan kencang.
"Ada apa? kamu tadi seperti berteriak kesakitan. Apa ada yang sakit atau bagaimana? Mana yang sakit?" tanya Adam bertubi-tubi.
"T-Teriak? Siapa yang teriak, Tuan?" jujur, Ayna ketakutan saat melihat tatapan tajam Adam itu, walaupun ia tahu Adam sedang mengkhawatirkan dirinya.
Genggaman di pundaknya perlahan meregang, Adam yang semulanya memandang Ayna tajam berubah menjadi ekspresi kebingungan.
"Tadi kamu..."
"O-Ohhh apa tadi teriakan saya agak keluar ya? Hehehe, m-Maaf Tuan. Saya tadi ketemu cicak jadinya berteriak." dusta Ayna.
"Cicak? Dimana?" Adam berupaya mengambil sapu penebah di atas ranjang Ayna, tetapi tak jadi karena keburu Ayna menjawabnya.
"T-Tidak perlu, Tuan. Cicaknya sudah keluar dari ventilasi."
"Hah? Begitu rupanya. Baru saja aku mau mengusirnya." gumam Adam.
"Memangnya kok bisa sampai kedengaran di telinga Tuan?" tanya Ayna penasaran.
"Aku tadi sholat, dan kebetulan langsung dengar teriakanmu sewaktu aku melipat sajadah. langsung saja aku kesini, dan tanya kamu ada apa."
"Oooo."
Helaan nafas terdengar dari mulut Adam. Pria itu bersyukur kalau tidak terjadi apapun kepada Ayna. Ia bahkan sampai mengira kalau Ayna kesakitan lagi.
'Ah iya juga. Besok aku harus pergi kerja kan ya? Ini gimana Ayna nya besok?'
***
Sudah ada beberapa hari ini, Robi mencari keberadaan Ayna dan hasilnya sia-sia. Ia tak dapat menemukan jejaknya, bahkan jika dirinya dibantu kabur oleh orang asing harusnya ada barang buktinya, nyatanya ini tidak ada. Sialnya lagi, di sekitar gudang itu tidak ada CCTV.
"Ck, sudahlah. Sudah hampir seminggu dan ngga ada kabar keberadaannya yang kemungkinan dirinya diculik dijadikan wanita penghibur begitu. Lagian ya, ngapain ayah susah cari dia sih?"
Alea begitu kesal saat ayahnya masih bersikeras mencari keberadaan Ayna, padahal ia sendiri menganggap Ayna adalah pengganggu kehidupan damainya.
"Alea benar, sayang. Kita ngga perlu lagi ngurusin anak ngga tahu diuntung itu. Lebih baik fokus dengan acara pernikahan Hendry dan Alea yang sebentar lagi." tegur istrinya, Yuliana.
Robi tidak menjawab. Ia menghela nafasnya dengan berat, tak sanggup lagi untuk berkata-kata. Hatinya mengatakan harus segera menemukan Ayna dan mengurungnya, namun otaknya mengatakan biarkan saja dirinya menghilang dari pandangan agar hidupnya aman sentosa.
"Ya sudahlah. Apa boleh buat. Alea, Hendry apa sudah kamu bilangin kalau kita mengundang dia sekaligus orang tuanya? Kita akan makan malam juga membahas pernikahan kalian berdua."
Senyuman lebar menghiasi wajah cantik Alea. Ia langsung menggaet lengan ayahnya dan menjawab pertanyaan pria paruh baya itu.
"Sudah dong, ayah. Kan tadi baru saja Alea ketemuan dengannya. Jadi, kita bisa makan malam di restoran biasanya."
"Hahaha, ya sudahlah kalau begitu. Persiapkan dirimu saja, jangan lupa buat kesan dirimu yang baik di hadapan calon mertuamu. Orang tuanya Hendry bukan sembarangan orang, namanya begitu berpengaruh walaupun di bawahnya pemilik perusahaan besar Emanuella Corporation. Yang artinya, masih di bawah keluarga Wicaksono.
"Sayang. Dari dulu aku selalu penasaran. Seperti apa keluarga Wicaksono itu? Sebesar apa sih perusahaannya sampai hampir merata di negara ini? Bahkan kamu pernah menawarkan kerja sama pada salah satu cabangnya, tapi malah ditutup cabang itu. Harusnya kan ya mereka merugi besar dan pusat sudah pasti kepengaruh, kok sampai sekarang ngga ya bahkan sampai meranah luas lagi ke beberapa negara lainnya?"
Alea juga penasaran akan pertanyaan yang ditujukan kepada ayahnya. Ia juga penasaran sekaya apa keluarga Wicaksono. Bahkan yang pernah ia dengar kalau CEO perusahaan Emanuella sekarang adalah cucu dari pemilik perusahaan. Terlebih lagi, rumornya yang buruk menyertai CEO itu.
'Tapi... Entah kenapa aku juga penasaran dengan CEO itu. Apa ayah mau bertemu dengannya ya?' batin Alea.
"Hm. Memang keluarga Wicaksono sudah dari sananya keluarga yang berpengaruh. Bahkan, pemilik sekaligus komisaris perusahaan Emanuella, Chairul Bachtiar Wicaksono, memiliki hubungan yang baik dengan beberapa pemimpin negara lain. Makanya, dia orang yang begitu berpengaruh bahkan pemerintah pun ngga berani mendekati mereka." jawab Robi.
"Woooww, tapi mereka juga ngga pernah menampakkan wajahnya di awak media." sanggah Yuliana lagi.
"Ada, salah satunya yaitu mendiang anaknya, Azam Azwar Wicaksono. Sekali saja menampakkan wajahnya di awak media waktu itu, setelahnya ngga ada lagi. Keluarga Wicaksono ini begitu ketat keamanannya. Aku waktu itu hampir saja kena kalau aku ngga mengorbankan kawanku itu. Yaaahh kalau memang mau bertemu dan menawarkan investasi... Hmmm boleh dicoba juga. Setelah pernikahan Hendry dan Alea akan kucoba menawarkan kerja sama kepada Emanuella Corporation. Kebetulan kantor pusatnya ngga terlalu jauh dari kantor kita. Ayah juga akan meminta kepada calon suamimu itu untuk membujuk CEO nya agar mau menyetujui kerja sama sekaligus investasi ini."
"Boleh Ayah, boleh. Dengan tawaran kerja sama, mungkin ayah bisa memperbesar perusahaan kita ini dan keluarga kita bisa ada di tingkat atas dunia sosial!" jawab Alea semangat.
'Dengan begitu, aku bisa berada di tingkat strata tertinggi dalam dunia sosial juga... Mungkin aku bisa mendekati CEO Emanuella Corporation juga. Katanya sih ngga suka wanita, tapi... Mungkin dia akan langsung jatuh hati pada pandangan pertama denganku, hehehe.'
Entah apa yang diniatkan oleh seorang Alea, yang pasti niat itu benar-benar buruk. Tapi, apakah Adam akan jatuh pada pesona Alea? Hmm, entahlah.
***
"Begitu ya. Kuterima laporanmu, Paula. Teruskan penyelidikanmu disana dan laporkan jika ada yang mencurigakan, sekecil apapun itu."
["Baik, Tuan Adam."]
Sambungan telpon diputus, tanda pelaporan sudah selesai. Adam menghubungi salah satu mata-matanya yang sudah ia kirim kemarin ke mansion milik Robi untuk menyelidiki kejahatan dari Robi sekeluarga.
"Benar yang diduga oleh kakek selama ini. Keluarga Dirandra sampai kapanpun ngga akan pernah menyerah jika itu untuk ambisi busuknya. Apalagi hanya demi mengenyangkan perutnya sendiri. Benar-benar iblis."
"Lalu, penerus perusahaan Triantara... Bukannya harusnya Darren ya? Kenapa malah adiknya yang licik dan angkuh itu? Ada apa sebenarnya? Hmmm..."
Saking pusingnya, Adam kembali menyenderkan punggungnya lagi di kursi kerja. Ia benar-benar pusing sekarang. Ternyata, sebanyak ini musuh perusahaan kakeknya. Sekarang ia jadi tahu alasan kenapa kakek dan mendiang ayahnya selalu menekan dirinya untuk menjadi sosok yang sempurna.
"Tapi aku ngga sesempurna kalian berdua... apa yang mau diharapkan kepadaku?"
TOK
TOK
"Masuk." Adam langsung saja memberi izin kepada orang yang mengetuk pintu tanpa tahu siapa. Ternyata dia...
"Tuan. Ini saya bawakan teh untuk Tuan. Diminum ya."
"Ayna."
Sungguh terkejut dirinya. Ia juga tidak sadar kalau mengizinkan Ayna untuk masuk ke dalam ruang kerjanya. Di genggaman Ayna, wanita itu membawa secangkir teh hangat.
"Ya?" respon Ayna.
"A-Ah, ngga. Terima kasih." Adam menerima cangkir berisi teh itu, ia menyesapnya sedikit.
"Enak." gumam Adam.
Karena gumaman Adam, Ayna tersenyum manis mendengarnya.
"Apa Tuan tidak istirahat? Sudah jam 8 malam." Ayna khawatir dengan mimik wajah Adam yang seperti kelelahan dilihatnya.
"Ngga, ngga apa-apa. Nanti aku juga istirahat. Karena masih banyak yang aku periksa ini." apa yang dikatakan oleh Adam adalah benar.
"Tapi Anda harus benar-benar istirahat sekarang, Tuan. Anda seperti akan pingsan dilihat saja." ucap Ayna yang sedikit memaksa.
"Ayna, kamu ini sudah seperti seorang istri saja ya. Mengomel ini itu." ucap Adam sembari tersenyum geli.
Wajah Ayna bersemu merah saat Adam berkata seperti itu. Bahkan merahnya sudah seperti tomat merah segar di kebun.
"T-Tidak. Bukan s-seperti itu..." saking malunya, Ayna sampai memegang pipinya dengan kedua tangannya.
"HAHAHAHAHA ADUH PERUTKU HAHAHAHA." sengaja memang Adam menggoda Ayna, sampai ia tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi Ayna.
"Tuan..."
Ayna merasa sedikit kesal, sampai ia menggembungkan kedua pipinya, tidak menyangka jika Adam malah seperti ini kepada dirinya. Tapi entah kenapa... Ia juga begitu senang.
"Hmm, oke kalau begitu. Aku akan istirahat. Tapi aku masih belum mengantuk. Ayna, maukah kamu menemaniku?" ajak Adam.
"Kemana Tuan?" tanya Ayna.
"Ke perpustakaan pribadiku. Kamu suka baca novel kan? Kita akan kesana sekaligus berbicara tentang diri masing-masing satu sama lain. Sebelumnya, kita bicara ngga sampai mendalam maupun tuntas karena kamu masih lemah. Kamu keberatan ngga?"
Mendengar ajakan Adam, Ayna langsung menyetujuinya. Jujur saja, ia sangat ingin tahu tentang Adam secara keseluruhannya. Ingin tahu sisi baik nan lembutnya di balik sisi kejam serta tak berperikemanusiaannya.
'Apalagi mau tunjukkin koleksi novelnya. Ya gaslah kalau begitu! Ngga sabarnya diriku mau baca novel-novel milik Tuan, ngehehehe.'
***
"U-Uwaahh, ini bukan perpustakaan lagi. Tapi arsip negara!"
Benar-benar di luar nurul. perpustakaan pribadi Adam begitu luas. Rak-rak yang tinggi penuh dengan koleksi buku membuat Ayna berkagum ria.
"Oh, itu!"
Langkahnya yang tertatih-tatih ia percepat karena matanya menangkap salah satu novel yang sedang populer.
"Saya boleh baca ini Tuan? Boleh ya? Boleh ya?" kedua mata hazel itu bersinar, berharap Adam mengizinkannya.
"Boleh. Kan aku bilang bacalah sepuasmu disini. tapi besok saja ya karena malam dibuat istirahat. Apalagi kita mau bicara kan."
"Oh iya, tapi terima kasih ya Tuan. Saya taroh kembali, semoga tidak berubah tempatnya dan kamu tetap disitu! Besok kubaca dirimu hm!"
Ayna menunjuk ke arah buku itu dengan nada sedikit mengancam. ia berjalan kembali menuju ke Adam. Adam juga sedikit penasaran, kenapa Ayna seperti suka membaca novel yang diambilnya tadi?
'Apalagi temanya yang seperti itu, dimana seorang mafia kejam terobsesi dengan wanita muda yang ditemuinya. Hah, sebentar... Kok seperti... Alur hidupku yang menemukan Ayna?'
'Hmmm, Tuan mau bicara apa ya ke aku? Aku juga bingung mau bicara apa ke Tuan saking banyaknya.'
~Bersambung~