Irene Jocelyn harus kehilangan masa depannya ketika ia terpaksa dijual oleh ibu tiri untuk melunasi hutang mendiang sang ayah. Dijual kepada laki-laki gendut yang merupakan suruhan seorang pria kaya raya, dan Irene harus bertemu dengan Lewis Maddison yang sedang dalam pengaruh obat kuat.
Malam panjang yang terjadi membuat hidup Irene berubah total, ia mengandung benih dari Lewis namun tidak ada yang mengetahui hal itu sama sekali.
hingga lima tahun berlalu, Lewis bertemu kembali dengan Irene dan memaksa gadis itu untuk bertanggung jawab atas apa yang terjadi lima tahun lalu.
Perempuan murahan yang sudah berani masuk ke dalam kamarnya.
"Aku akan menyiksamu, gadis murahan!" pekik Lewis.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bucin fi sabilillah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sedikit melunak
Irene sadar apa yang telah dia lakukan. Ia hanya menghela napas dan menarik Lewis agar sedikit menjauh darinya.
Ia meminta pria tampan itu untuk duduk di meja makan dan memberikan beberapa potong buah agar tidak bosan menunggu masakannya.
"Jangan ganggu lagi, duduk tenang di sini ya, Tuan Muda!" tegas Irene membuat Lewis hanya menatapnya dengan datar tanpa ekpresi.
Namun tidak ada penolakan dari Lewis, ia duduk dengan tenang sambil memakan buah satu persatu. Tatapannya tak lepas dari Irene yang terlihat begitu menggoda.
"Jangan lama-lama!" ucap Lewis membuat Irene menatapnya.
"Iya, Tunggulah di sana. Sebentar lagi matang," ucap Irene tersenyum tipis.
Ia merasa sedikit lucu dengan tingkah Lewis.
Ternyata dia tidak semenakutkan yang aku bayangkan. Batinnya.
Aroma masakan Irene tersebar hampir ke seluruh rumah. Semua orang tergoda dengan apa yang tengah di masak oleh Nyonya baru itu.
Satu persatu hidangan telah di tata di atas meja. Lewis menatapnya tanpa berkedip.
"Makanlah! Semoga suka," ucap Irene tersenyum.
Lewis juga ikut tersenyum menatap wanita cantik ini. "Terima kasih," ucapnya canggung.
Irene terdiam, ia hanya mengangguk dan menatap Lewis sejenak.
Berbeda dengan para pelayan yang berada di sana. Mereka terkejut dengan kata keramat yang di ucapkan Lewis.
Apa benar ini Tuan Muda Lewis? Di-dia mengucapkan terima kasih? Aku gak salah dengar kan?. batin mereka.
Suasana pagi menjelang siang itu terasa berbeda. Kehadiran Irene membuat suasana berubah drastis. Ada sedikit kehangatan di sana.
Lewis dengan elegan memakan makanannya tanpa berbicara. Ia hampir menghabiskan semua masakan Irene dan hanya menyisakan sedikit saja untuk wanita cantik itu.
"Saya akan pergi, mungkin malam ini gak pulang. Jadi, jangan macam-macam di rumah!" ucap Lewis.
"Hmm," balas Irene dengan senang hati.
Artinya malam ini ia bisa tidur dengan nyenyak tanpa gangguan. "Hati-hati di jalan," ucapnya.
"Cih, Sepertinya kau terlalu senang!" sindir Lewis membuat Irene mengangguk.
"Apa saya boleh berkeliling? Saya tidak memiliki baju ganti dan semacamnya!" ucap Irene membuat alis Lewis berkedut.
"Tidak!" bantah Lewis langsung memudarkan senyuman Irene.
Ia mengambil ponsel dan menghubungi George untuk mengirim beberapa baju dari brand terkenal untuk Irene.
Bola mata gadis ini langsung membulat sempurna. "Tidak perlu berlebihan!" tukas Irene membuat Lewis menatapnya tajam.
"Tidak ada penolakan!" tegas Lewis.
Ia beranjak dari sana dan kembali ke kamar. Irene hanya terdiam dan menghela napas berat. Pria ini selalu saja dominan terhadap dirinya.
"Kenapa masih di sana?" Teriak Lewis membuat Irene terkejut.
Ia langsung pergi ke kamar dan membantu Lewis untuk bersiap.
Pria nakal itu terus saja menggoda Irene, bahkan lebih memilih untuk memeluknya dari pada bekerja.
"Jika anda jatuh miskin, saya akan cari pria kaya dan meninggalkan anda!" ucap Irene membuat tangan nakal Lewis berhenti.
Ia menatap tajam dengan tatapan membunuh. "Coba saja dan lihat nanti, dengan cara seperti apa dia akan mati!" ucapnya tegas.
Irene menelan ludahnya dengan kasar. Ia tidak berani mengucapkan apapun lagi hingga Lewis keluar sambil membanting pintu dengan cukup keras.
Ia terlonjak kaget dan menutup mata. Laki-laki itu sulit untuk ia pahami, apalagi pertemuan mereka baru berjalan beberapa hari saja.
Irene merebahkan tubuhnya dibatas kasur. Ia merindukan dua pria kecil yang selalu membuatnya tertawa.
Tanpa terasa, air matanya mengalir tanpa bisa dicegah. Kenapa takdir mempermainkannya seperti ini.
Terjebak dengan laki-laki arogan yang hanya menginginkan tubuhnya, terpisah dari anak-anak dan kini restorannya terancam tutup karena tidak ada yang memasak dan mengelola.
Namun seketika ia tersadar, bagaimana keadaan Mayang dan kakak tirinya setelah lima tahun ini.
Apakah mereka hidup lebih baik atau tidak, apakah uang satu miliar itu cukup untuk hidup mereka dan melunasi hutang?.
"Hutang? setidaknya lima tahun ini aku tidak memikirkan berapa banyak hutang yang ditinggalkan ayah," ucapnya lirih dengan air mata yang masih mengalir.
Saat ini, ia harus berpikir keras untuk keberlangsungan hidupnya. Irene hanya bisa menghela napas dengan kasar.
"Semoga saja Lewis tidak mencari tau siapa ayah dari Diego dan Devon. Aku masih belum tau apa motifnya saat ini," lirih Irene.
Ia terus bergelut dengan pikirannya, bahkan ia tidak menyadari jika pintu kamar diketuk beberapa kali.
Ia malah terlelap di sana dan membuat beberapa manager toko menunggunya di ruang tamu dengan gelisah.
*
*
*
"Kak, aku merindukan Ibu!" ucap Diego lirih.
Mereka baru saja berusaha untuk meretas sistem keamanan di Mansion Lewis, namun tidak berhasil.
"Sabar, Dek. Nanti kita telpon ibu, ya! Aku mau istirahat dulu, sepertinya kita butuh laptop baru untuk meretas rumah itu," ucap Devon.
Diego hanya menunduk. Ia tidak bisa tidur kalau tidak memeluk ibunya. Devon tidak suka dipeluk, sehingga membuat tidurnya terasa tidak enak.
"Kak, peluk!" lirih dengan mata yang berkaca-kaca.
"Kamu ini sudah besar! Kenapa masih manja?" ketus Devon namun tidak menolak ketika Diego memeluknya.
Mereka berdua berpelukan seolah saling menguatkan satu sama lain hingga terlelap.
Sofia yang mendengar hal itu menjadi sedih, ia tau jika Irene telah dibawa oleh ayah mereka. Namun kini, tidak ada yang bisa dilakukan selain berdoa agar Irene baik-baik saja.
"Apa mereka terus seperti ini?" tanya Ken.
"Semenjak Irene pergi, mereka selalu berada di kamar dan keluar hanya untuk makan," jelas Sofia.
"Aku akan cari cara untuk menjemput Irene. Tolong rawat mereka sementara!" ucap Ken sambil menyerahkan kartu ATM miliknya.
Sofia menatap kartu itu dengan datar, ia merasa tersinggung dengan cara Ken.
"Saya masih punya uang untuk menghidupi mereka. Uang dari Irene juga cukup sampai beberapa tahun ke depan," tolaknya dengan tegas.
Tangan Ken menggantung, ia menyerahkan kartu itu dengan paksa ke tangan Sofia. Namun gadis itu malah melemparkan kartunya dengan keras.
"Jangan mengatur saya! Kalau tidak ada urusan lagi, silahkan pergi!" sentak Sofia maran
Ia menutup pintu kamar dengan pelan agar tidak membangunkan kedua pria kecil itu.
Melihat kemarahan Sofia, Ken tidak lagi mengucapkan apapun, ia segera pergi dari sana dan menuju bandara.
Ia tau jika Lewis berasal dari kota Bartow. Ia akan pergi ke sana dan mencari tau di mana Irene berada.
Ketika ia hendak menaikinya pesawat, ponselnya berdering. Ia langsung melihat pesan yang berasal dari orang suruhannya.
"Bos, kami sudah mendapatkan jejak dari Nona Irene!".
"Cari terus sampai ketemu, kita harus membawanya pergi. Laki-laki itu terlalu berbahaya!" balas Ken dengan napas yang memburu.
Ia tidak berani menyinggung Lewis, namun Irene ada bersama laki-laki itu. Miliknya tidak boleh di ambil oleh siapapun.
Ken mengeram kesal dengan mata yang tajam. Sampai ke ujung dunia pun ia akan mencari keberadaan Irene.
"Tunggu saja kau Lewis!" ucapnya lirih dan penuh dendam.
semangat kak☺
gila ya lewis nyari irene cuma pengen tubuh dia doang , ayo kasih karma lewis seenggaknya biar dia ga seenaknya lagi sama irene