Ahmad Al Fatih Pranadipa adalah siswa SMA yang dikenal sebagai pembuat onar. Kenakalannya tak hanya meresahkan sekolah, tetapi juga keluarganya. Hingga akhirnya, kesabaran orang tuanya habis—Fatih dikirim ke pesantren untuk dididik langsung oleh seorang kyai dengan harapan ia berubah.
Namun, Fatih tetap menjadi dirinya yang dulu—bandel, pemberontak, dan tak peduli aturan. Di balik tembok pesantren, ia kembali membuat keonaran, menolak setiap aturan yang mengikatnya. Tapi hidup selalu punya cara untuk mengubah seseorang. Perlahan, tanpa ia sadari, langkahnya mulai berbeda. Ada ketenangan yang menyusup dalam hatinya, ada cahaya yang mulai membimbing jalannya.
Dan di saat ia mulai menemukan jati dirinya yang baru, hadir seorang wanita yang membuatnya merasakan sesuatu yang tak pernah ia duga—getaran yang mengubah segalanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gerimis Malam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
'Mau ngapain tiga hari? Papa rencanain apa sih?' batin Balqis dengan raut wajah yang kusut membuat Pranadipa tersenyum dengan segala rahasia yang di rencanakan.
"Kamu siap-siap saja dulu, Nak. Setelah itu kita akan berangkat." Balqis tergugu mendengar hal itu, empat jam perjalanan bersama orang yang tidak akrab dengannya akan membuat Balqis merasa tak nyaman.
"Nanti pergi sendiri saja Om." kata Balqis.
"Papa kamu menyuruh Om untuk pulang bersama putrinya. Bagaimana mungkin Om pulang tanpa kamu. Bisa-bisa Ilham marah pada saya." sahut Pranadipa. Balqis tak tahu lagi harus berucap apa.
_______
"Mau kemana, Bil?" tanya Nesya ketika melihat Balqis memasukkan beberapa pakaiannya ke dalam ransel.
"Mau pulang." singkat Balqis sama sekali tak memandang kedua temannya yang sedang melihatnya.
"Kok tiba-tiba pulang?"
"Dapat kabar dari keluarga katanya harus segera pulang."
"Lalu kak Fatih tadi bilangnya kalian di panggil Kyai Husain berdua?" tanya Andine membuat Balqis menghentikan kegiatannya. Sangat tidak menyenangkan mempunyai teman yang selalu ingin tahu. Mereka baik, agamis, dan cukup perhatian. Tapi sifat keingintahuannya membuat Balqis merasa jengah.
"Karena dia akan pulang dan aku sama sekali tidak menyewa travel karena mendadak. Jadinya kyai Husain meminta kak Fatih untuk memberiku tumpangan." sahut Balqis mencari alasan yang tepat.
"Oh . Gitu. Enak yah bisa satu mobil sama kak Fatih. Pasti betah banget di mobilnya." sindir Andine.
Balqis tersenyum. "Kalian jangan samakan aku dengan kalian berdua. Itu mungkin pendapat kalian, tapi tidak denganku. Jika bisa, aku lebih memilih pergi dari pada harus bersama mereka." tegas Balqis membuat Nesya dan Andine saling tatap.
"Oh yah.. Nesya.. kamu pernah di tanyain Kak Fatih loh." ucap Balqis membuat Nesya antusias untuk mendengarnya.
"Di tanyain apa?" gantian Andrian yang bertanya karena penasaran.
"Kak Fatih bilang, apa kamu mengenal Nesya?"
"Serius? Dia kenal nama aku? Lalu kamu bilang apa?" tanya Nesya dengan wajahnya yang terlihat sangat senang.
"Aku lupa. Assalamualaikum aku pamit dulu yah." Balqis yang memakai ranselnya mulai berjalan keluar dari kamarnya dan meninggalkan kedua teman sekamarnya dengan segala rasa penasarannya.
Balqis mulai melewati koridor yang saling menyambung dan tak terputus hingga di ruangan Kyai Husain. Ternyata Fatih dan Pranadipa sudah siap berangkat dan menunggu kedatangan Balqis di depan ruangan kyai Husain.
"Udah selesai?" tanya Pranadipa ketika melihat Balqis berjalan mendekati mobilnya.
"Sudah Om. Maaf membuat Anda kurang nyaman karena menunggu."
"Enggak apa-apa kok, Fatih juga enggak keberatan sama sekali. Ayo kita berangkat sekarang." ucap Pranadipa memasuki mobil dan duduk di samping asistennya. Melihat itu, Balqis segera berjalan cepat untuk melihat pria paruh baya tersebut.
"Om duduk di belakang saja yah, biar Balqis aja yang di depan." kata Balqis. Jika dia yang duduk di belakang, otomatis dia akan bersebelahan dengan Fatih.
"Biasanya kalau perjalanan jauh, om mabuk kalau duduk di belakang." Fatih memutar matanya, entah apa yang sedang ayahnya rencanakan. Tapi Fatih sama sekali tak ingin ambil pusing. Dia segera duduk di belakang driver.
"Naik!" kata Fatih dengan dingin. Tak menolak ataupun berbicara dan di balas dengan sikap yang dingin pula, Balqis segera masuk ke mobil dan duduk di samping Fatih. Tentu saja dengan jarak yang jauh, karena tubuh Balqis mepet ke pintu.
"Tenang saja. Aku tidak akan memakan kamu. Jika pintu itu tidak terkunci, kamu akan jatuh dan mencium tanah airmu." ucap Fatih dan terdengar seperti ledekan di telinga Balqis.
"Aku tak percaya mobil semahal ini akan membuatku jatuh dengan alasan tak masuk akalmu itu." balas Balqis membuat Pranadipa yang melirik ke cermin tertawa senang.
Setelah percakapan itu, mereka berdua bungkam sepanjang jalan. Tak ada pembagian ataupun obrolan sama sekali, hanya sesekali terdengar saat Pranadipa mengajak Balqis untuk mengobrol singkat.
Perjalanan jauh membuat mereka lelah walau hanya duduk saja. Mobil sudah memasuki jalan raya besar kota. Beberapa menit lagi Balqis akan sampai di rumahnya.
"Balqis... " Panggilan itu membuyarkan lamunan Balqis yang menatap kosong di luar jendela. Matanya yang terasa sangat berat di usahakan untuk tetap terbuka. Dia bisa-bisa bersandar pada Fatih jika Balqis tidur.
"Iya Om."
"Bagaimana pendapat kamu tentang pasangan jarak jauh?"
"Maksud om LDR?"
"Seperti itu." jawab Pranadipa.
"Jika halal tak masalah, jika tidak halal itu yang menjadi permasalahan. Mereka akan terus melakukan kontak tanpa hubungan yang jelas."
Pranadipa mengangguk paham. "Jadi tidak masalah dengan suami istri yang memiliki jarak tempat tinggal? Misalnya, istrinya ada di Jakarta, sementara suaminya ada di luar negeri."
"Jika pertanyaan itu di kembalikan pada diri Balqis. Sejujurnya, Balqis belum bisa menjawab apapun pun, Om. Balqis tidak tahu tentang hubungan suami istri karena Balqis belum menjalani."
"Kalau tentang pertunangan?"
"Papa ngomong apa sih?" Fatih memberhentikan pertanyaan -pertanyaan yang masih ingin Pranadipa ajukan.
Mereka sudah sampai di rumah Balqis. Sebuah rumah dengan dinding dan pagar luar yang tinggi dengan finishing material alam, ditambah adanya tanaman hias, lampu dinding maupun lampu sorot yang menciptakan kesan rumah mewah yang aman dan eksklusif. Rumah dua lantai dengan luas kurang lebih 6 ratus meter. Ketika melewati pagar terlihat rumah dengan model Eropa yang sangat khas dengan desainnya yang megah layaknya sebuah kastil. Empat pilar tinggi terlihat sangat mencolok menampakkan kemewahan rumah yang berwarna pastel dengn atau yang berwarna biru.
Tapi bukan hal itu yang menarik perhatian Balqis maupun Fatih. Terdapat beberapa mobil yang sudah berjejer rapi beserta dekorasi yang bernuansa putih. Terdapat rangkaian bunga mawar putih menghias di beberapa sudut bahkan di langit-langit rumah. Begitu mereka bertiga memasuki rumah. Hiasan mawar tersebut terasa semakin kental karena pada pagar tangga sudah di tutupi dengan mawar putih. Sangat cantik dan elegan.
"Assalamualaikum.... " salam Pranadipa dengan sangat antusias. Ilham beserta istrinya menjawab salam tersebut tak kalah antusias juga.
"Putri papa sudah datang." Ilham memeluk putrinya dengan wajah gembira, sedangkan raut wajah Balqis masih penuh dengan tanda tanya.
"Balqis....."
"Loh... Kak Yasmine kapan datang?" Balqis menyerubuk tubuh kakaknya dengan pelukan.
"Kemarin, di telpon sama papa harus cepatan pulang. Kalau enggak katanya enggak akan dapat pembagian warisan. Ternyata papa ngeprenk aku. Tapi enggak masalah, Kakak bisa lihat adik kakak bertunangan." jawab Yasmine, putri pertama dari keluarga Ilham. Dia wanita yang berumur 30 tahunan tapi belum menikah. Saat ini dia bekerja di salah satu perusahaan besar di New York.
"Tunangan?" Balqis tersentak mendengar kata tunangan. Mereka hanya dua bersaudara. Bukan Yasmine yang akan tunangan tapi....
Ketika dia menoleh pada sebuah dinding dengan hiasan mawar merah yang sangat mencolok dan di tengah-tengah mawar itu terdapat dua buah nama yang tertuliskan Balqis dan Fatih. Lebih tepatnya HAPPY ENGAGEMENT BALQIS & FATIH.