Di tengah hiruk-pikuk kehidupan kota metropolitan, adalah seorang pemuda yang terjebak dalam lingkaran kemiskinan dan bullying. Setiap hari di kampusnya, ia menjadi sasaran ejekan teman-teman sekampusnya, terutama karena penampilannya yang sederhana dan latar belakang keluarganya yang kurang mampu. Namun, segalanya berubah ketika sebuah insiden tragis hampir merenggut nyawanya. Dikeroyok oleh seorang mahasiswa kaya yang cemburu pada kedekatannya dengan seorang gadis cantik, Calvin Alfarizi Pratama terpaksa menghadapi kegelapan yang mengancam hidupnya. Dalam keadaan putus asa, Calvin menerima tawaran misterius dari sebuah sistem Cashback yang memberinya kekuatan untuk mengubah hidupnya. Sistem ini memiliki berbagai level, mulai dari yang paling rendah hingga yang paling tinggi, di mana setiap level memberikan Calvin kemampuan dan kekayaan yang semakin besar. Apakah Calvin akan membalas Dendam pada mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayya story, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Serangan Balik Gilang
[Ding! Deteksi Bahaya Lv.1 telah aktif!]
Hologram Adrian muncul di depan Calvin, wajahnya serius.
"Tuan Calvin, ada pergerakan mencurigakan di sekitar lokasi Anda. Saya mendeteksi dua orang pria tidak dikenal mengamati Anda sejak tadi malam."
Calvin menyipitkan mata, meletakkan cangkir kopinya di meja. Ia sudah menduga bahwa Gilang tidak akan tinggal diam setelah bisnisnya mulai hancur.
"Dua orang? Mereka sekadar memata-matai atau akan bertindak?"
"Kemungkinan besar mereka akan segera bertindak. Mereka telah mengamati rutinitas Anda, terutama saat Anda pulang dari kampus. Saya menyarankan Anda untuk meningkatkan keamanan atau mengambil tindakan lebih dulu."
Calvin tersenyum tipis.
"Kalau begitu, mari kita beri mereka sedikit kejutan."
Sore itu, setelah menyelesaikan bimbingan skripsinya di kampus, Calvin berjalan menuju parkiran motor. Ia sengaja memilih jalan pintas melalui gang kecil yang sepi, memberi kesempatan bagi dua orang yang mengikutinya untuk bergerak.
Saat langkah kaki mereka semakin mendekat, Calvin tiba-tiba berhenti dan berbicara tanpa menoleh.
"Kalian sudah mengikuti sejak tadi pagi. Kalau ingin menyerang, lakukan sekarang."
Kedua pria bertubuh kekar itu terkejut, tetapi dengan cepat mengambil posisi menyerang.
"Brengsek, bocah ini menyadari kita!"
Salah satu pria langsung mengayunkan pisau ke arah punggung Calvin, tetapi dalam sekejap...
[Ding! Refleks Cepat Lv.3 telah aktif!]
Dengan satu gerakan cepat, Calvin menghindar dan memutar tubuhnya. Ia menangkap pergelangan tangan pria itu dan menekannya dengan kuat.
KRAK...!
"Agrhhhh..!"
Pria itu menjerit kesakitan saat pisaunya terlepas dari genggaman.
Temannya mencoba menyerang dari samping, tetapi Calvin menendang lututnya dengan keras, membuat pria itu terjatuh dengan erangan tertahan.
Dugh...!
Dalam waktu kurang dari lima detik, dua orang itu sudah tergeletak di tanah, merintih kesakitan.
Calvin menatap mereka dengan dingin.
"Kalian dikirim oleh Gilang?"
Pria yang tangannya patah menggigit bibirnya, tidak mau menjawab.
Calvin menghela napas, lalu menginjak dada pria itu dengan sedikit tenaga.
"Aku bisa membuat ini lebih menyakitkan atau lebih mudah. Pilih sendiri."
Pria itu akhirnya menyerah.
"Ya! Kami dikirim untuk memberikan peringatan padamu!"
"Peringatan?" Calvin terkekeh. "Gilang seharusnya tahu bahwa aku bukan tipe orang yang bisa diperingati."
Ia lalu mengeluarkan ponselnya dan menghubungi seseorang.
"Pak Handoko, saya butuh orang untuk mengurus dua sampah ini. Pastikan mereka tidak bisa melapor kembali ke Gilang."
Sebuah mobil hitam datang tak lama kemudian, dan dua pria itu langsung diseret masuk.
Adrian muncul di samping Calvin, meskipun hanya ia yang bisa melihatnya.
"Langkah yang cerdas, Tuan. Tetapi Anda harus lebih berhati-hati. Gilang tidak akan berhenti di sini."
Calvin menyeringai.
"Aku juga tidak akan berhenti."
Keesokan harinya, Calvin menghadiri bimbingan skripsi seperti biasa. Namun, kali ini dosen pembimbingnya, Pak Damar, menatapnya dengan curiga.
"Calvin, saya ingin bertanya sesuatu."
Calvin mengangguk.
"Tentu, Pak. Ada apa?"
Pak Damar meletakkan kacamata di atas meja dan menyilangkan tangan.
"Akhir-akhir ini saya mendengar banyak hal tentang Anda. Mahasiswa yang dulunya hidup sederhana, tiba-tiba memiliki mobil mewah, rumah mahal, dan bisnis yang berkembang pesat."
Calvin tetap tenang.
"Saya hanya bekerja keras, Pak. Saya juga punya beberapa koneksi yang membantu saya dalam bisnis."
Pak Damar menatapnya tajam.
"Saya harap Anda tidak melakukan hal-hal yang melanggar hukum, Calvin. Saya tidak ingin mahasiswa saya terlibat dalam sesuatu yang berbahaya."
Calvin tersenyum tipis.
"Saya menghargai perhatian Bapak. Tetapi saya jamin, semua yang saya lakukan legal."
Pak Damar menghela napas.
"Baiklah. Selama skripsi Anda tetap berjalan lancar, saya tidak akan mempermasalahkan kehidupan pribadi Anda."
Setelah keluar dari ruangan, Calvin bertemu dengan beberapa mahasiswa lain yang menatapnya dengan berbagai ekspresi. Ada yang iri, ada yang kagum, dan ada yang penasaran.
Salah satu di antaranya adalah mantan pacarnya, Dita.
Dita berjalan mendekat dengan senyum manis.
"Calvin, lama nggak ketemu. Kamu sibuk banget, ya?"
Calvin menatapnya tanpa ekspresi.
"Ada perlu apa?"
Dita sedikit tersentak, tetapi tetap tersenyum.
"Aku cuma penasaran. Kamu sekarang sukses banget. Mungkin kita bisa ngobrol seperti dulu?"
Calvin tertawa kecil.
"Seperti dulu? Saat kau meninggalkanku karena aku miskin?"
Wajah Dita memerah.
"Itu… Aku salah paham waktu itu."
"Dan sekarang kau berubah pikiran setelah melihat aku kaya?" Calvin menatapnya tajam.
"Maaf, Dita. Aku tidak tertarik bernostalgia."
Tanpa menunggu jawaban, Calvin berjalan pergi, meninggalkan Dita yang menggigit bibirnya dengan wajah kesal.
"Calvin tunggu...!" Panggil seseorang
Calvin menoleh dan ternyata itu adalah Larissa
"Ada apa Larissa?"
"Aku ingin berbicara denganmu,tidak tahu apakah kamu ada waktu sebentar" tanya Larissa dengan sedikit ragu ragu
Calvin mengangguk dan mereka pergi ke cafe depan kampusnya.
"Jadi mau bicara?" Tanya Calvin dengan sedikit penasaran
"Mmm.. aku mendengar bahwa kamu saat ini mendirikan sebuah perusahaan,apakah ini benar?" Tanya nya dengan suara pelan
"Iya,aku sedang membuka perusahaan baru.apakah ada masalah?"
"Tidak..tidak,hanya saja aku ingin tahu apakah kau mengenal seorang investor sehingga kamu bisa membangun perusahaan sendiri? Sedangkan yang aku tahu,maaf kamu kan mahasiswa paling miskin di kelas kita" katanya dengan nada sedikit tidak enak
Calvin menatap Larissa,wanita yang bersedia menjadi teman dan yang dulu selalu membela nya dikala Daffa sering membulli nya dengan senyum tipis.
"Kamu Tidak salah Larissa,apakah kau ingat saat aku berbicara ingin berjualan keripik?"
"Iya aku ingat,tapi ini kan belum ada dua bulan Calvin,dan tiba tiba kamu bisa membangun perusahaan sendiri.menurutku ini sedikit tidak masuk akal"
"Aku takut kamu terlibat dalam hal hal ilegal dan berbahaya" ujarnya dengan kekahwatiran
"Kamu tenang saja,aku tidak terlibat dalam hal hal yang melanggar hukum.
Dan soal dana darimana aku bisa membangun perusahaan itu semua dari seseorang yang maaf saja aku tidak bisa menceritakan ke kamu,tapi aku jamin dana ini aman" ujar Calvin menyakinkan Larissa
Larissa pun menghela nafas lega,lalu memandang Calvin.
"Seharusnya aku percaya kamu,tapi entah sudah berapa orang yang menceritakan hal hal yang tidak baik tentang kamu. Aku cuma takut kamu terlibat dalam hal yang melanggar hukum itu saja" ujarnya
Calvin tersenyum kecil,
"Aku tidak akan melanggar hukum,karena aku masih punya ibu yang selalu mengingatkan ku untuk tetap bekerja secara jujur Larissa"
"Ahhh syukurlah,kamu tahu tidak aku sampai takut banget Vin. Ya sudah kalau memang kamu tidak melanggar hukum,aku berharap semoga usaha mu sukses" ucapnya dengan lega
"Pasti"
Setelah pertemuan dengan Larissa Calvin pun pulang kerumah dengan mengendarai mobilnya.
"Sudah pulang Vin..makan dulu nak" sambut Rina ibu Calvin saat melihat Calvin sudah pulang.
"Baik Bu,ayo makan bersama Bu" ajak Calvin pada ibunya.
Selesai makan Calvin didalam kamarnya,Calvin sedang mengatur Strategi Akhir untuk Menghancurkan Gilang
Di malam hari, Calvin duduk di ruang kerja sambil menatap layar laptopnya. Adrian muncul dengan laporan terbaru.
"Tuan Calvin, saat ini perusahaan Gilang kehilangan lebih dari 60% investornya. Keuangannya mulai kritis, dan bank menolak memberikan pinjaman tambahan."
Calvin tersenyum.
"Bagus. Sekarang tinggal pukulan terakhir."
Ia lalu menghubungi Aldo dan Samuel.
"Besok, kita akan membeli salah satu proyek terbesar Gilang yang hampir bangkrut. Begitu kita masuk, bisnisnya akan runtuh sepenuhnya."
Aldo tertawa. "Gilang pasti akan gila!"
Samuel menambahkan,
"Tapi hati-hati. Jika dia terpojok, dia mungkin akan melakukan sesuatu yang ekstrem."
Calvin mengangguk.
"Aku sudah siap menghadapi apapun."
Adrian menatapnya dengan serius. "Setelah ini, Tuan, Anda mungkin akan naik ke Level 2."
[Ding! Misi Kunci hampir selesai!]
Calvin menatap layar dengan penuh antisipasi.
"Gilang, pertunjukan ini hampir berakhir."
Ditempat Gilang saat ini dia sedang Marah marah,bagaimana tidak dua orang yang dia kirim semuanya kalah.
"Bajingan! Siapa sebenarnya Calvin ini? Kenapa semua orang yang aku kirim selalu kalah,bukankah dia hanya mahasiswa miskin yang tiba tiba berubah jadi kaya" gumamnya dengan perasaan kesal
"Apa aku harus memakai cara licik dan menculik ibunya untuk membuat Calvin mundur dan tidak menargetkan ku lagi?" Tiba tiba saja cara licik terpikirkan olehnya.
*Bersambung...*