Bianca Davis hanya mencintai Liam dalam hidupnya. Apa pun yang dia inginkan pasti akan Bianca dapatkan. Termasuk Liam yang sebenarnya tidak mencintai dirinya. Namun, bagaimana bila Liam memperlakukan Bianca dengan buruk selama pernikahan mereka? Haruskah Bianca tetap bertahan atau memilih menyerah?
Ikuti kelanjutan kisah Bianca dan Liam dalam novel ini! ❤️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss Yune, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
Warning 21+
Sebaiknya dibaca pada malam hari. 🙈
.
.
.
Liam berusaha untuk mengabaikan keberadaan Bianca. Dia tidak ingin kembali tergoda dengan tubuh mulus Bianca. Yang sangat disayangkan, di apartemennya, hanya ada satu ranjang. Pria itu tidak terbiasa tidur di sofa. Jadi, dia memutuskan untuk tetap tidur di kamarnya.
"Aku akan memikirkan untuk membeli ranjang baru! Tidak mungkin aku akan terus menahan diri bila berada di dekat Bianca!" gumam Liam kemudian mengganti bajunya.
Sial bagi pria itu, wanita hamil di sampingnya tidur dengan tidak elit. Perempuan itu menyingkirkan guling yang ditaruh Liam di antara mereka. Kemudian, memeluk Liam.
Wangi tubuh Bianca tercium oleh Liam. Membuat tubuh Liam terasa panas. Dia kembali mengingat malam yang dilewatkannya dengan Bianca. Sejujurnya, bukan hanya Bianca yang melepaskan keperawanannya hari itu. Liam juga baru melakukannya pertama kali dengan Bianca.
"Aku sudah tidak tahan lagi!" gumam Liam kemudian tangannya meraba gund*kan bukit milik Bianca.
Tangan Liam menyingkap ling*rie hingga kain tipis yang menyelimuti sedikit tubuh Bianca ters*ngkap. Langsung saja pria itu mengamati setiap lekuk tubuh Bianca. Debaran dadanya tiba-tiba berdetak dengan cepat. Hal yang tidak pernah dirasakan ketika berdekatan dengan wanita.
Pria itu seperti terhipnotis dengan kecantikan wanita yang kini berada di bawah kungkungannya. Belum lagi, Liam masih dipengaruhi oleh alk*hol yang diminumnya. Pria tampan itu terus melancarkan aksinya hingga terdengar lenguhan kecil dari Bianca.
"Ehmmm.... Liam, kamu sudah pulang? Apa yang sebenarnya kamu lakukan?" tanya Bianca menahan dirinya sendiri.
"Kamu bertanya padaku? Padahal, sudah jelas ini rencanamu, kan? Kamu menginginkan kita melewatkan malam bersama bukan? Aku akan mengabulkan keinginanmu, Bianca," jawab Liam dengan kabut gairah menutupi matanya.
"Apa ya.... Ah...." Liam mengh***m dengan kasar.
Bianca meringis ketika menyadari miliknya menyatu dengan Liam. Wanita itu sudah sepenuhnya terbangun ketika Liam memompa tubuhnya. Pria itu terlihat sangat menikmati kegiatannya tanpa menyadari Bianca masih kesakitan.
"Pelan... Tolong... Perlahan... Li," rintih Bianca hingga dia menitikkan air matanya.
Tanpa mempedulikan keadaan Bianca yang merintih kesakitan. Liam terus saja melakukan kegiatannya. Selama ini, dia tidak pernah menanyakan kondisi kehamilan Bianca. Tentu saja, dia tidak tahu boleh atau tidak melakukan hubungan suami istri.
Bianca hanya memejamkan mata menunggu hingga Liam berhenti dengan kegiatannya. Perempuan itu memang merindukan sentuhan dari Liam, tetapi dia tidak menyangka Liam melakukan hal itu dengan sangat kasar. Tubuh Bianca sampai terguncang ketika Liam akhirnya mencapai klim*ksnya. Peluh menguar di tubuh mereka yang saat ini tidak tertutup oleh apa pun.
"Li, sakit ..." Bianca memegang bagian bawah perutnya.
Seketika Liam yang sedang mengatur napasnya terbelalak melihat sebercak darah keluar dari tubuh Bianca. Pria itu terlihat sangat panik mengingat Bianca sedang mengandung anak mereka. Walau selama ini, dia bersikap tidak peduli dengan kehamilan Bianca. Akan tetapi, tidak mungkin dia tega menyakiti Bianca.
"Kita ke rumah sakit, sekarang!" Liam memakai pakaiannya dengan cepat.
Matanya tertuju pada koper yang berisi pakaian Bianca. Dia mengambil dress yang dapat dipakai oleh istrinya itu. Pria itu membantu Bianca memakai pakaiannya. Kemudian, Liam menggendong Bianca yang masih merintih kesakitan.
Sesampainya di lobby apartemen, petugas keamanan yang melihat Liam menggendong Bianca secara menolong Liam. Bianca telah berada di dalam mobil, kemudian Liam langsung melajukan mobil tersebut ke rumah sakit.
Bianca menahan dirinya, dia memejamkan mata untuk meredakan rasa sakit yang menderanya. Sedangkan, Liam baru kali ini sangat mengkhawatirkan Bianca. Biasanya, pria itu tidak peduli dengan apa pun yang terjadi. Namun, melihat wajah kesakitan yang tercetak di wajah Bianca tidak dapat Liam abaikan begitu saja.
"Sabar, Bi. Kita akan segera sampai di rumah sakit," ujar Liam memperhatikan wajah Bianca yang sudah pucat.
Hatinya mencelos ketika Bianca hanya diam dan memegangi perutnya. Dia teringat dengan bercak dar*h yang keluar sesuai mereka berhubungan intim. Mungkin, Liam memang tidak mencintai Bianca. Akan tetapi, dia tidak mungkin tega bila sesuatu terjadi pada Bianca mengingat perempuan itu sedang mengandung buah hatinya.
Liam menghentikan mobilnya ketika telah mencapai lobby rumah sakit. Pria itu meminta pada petugas keamanan untuk memarkirkan mobilnya. Pria itu membuka pintu mobil belakang kemudian, menggendong Bianca dan meminta tolong pada petugas kesehatan untuk menangani istrinya itu.
"Tolong! Istri saya kesakitan, dia sedang hamil!" teriak Liam.
"Baringkan pasien di brankar, Pak," ucap petugas kesehatan.
"Cepat periksa istri saya, dari tadi dia mengeluh kesakitan!" seru Liam.
"Anda bisa menunggu di luar ruangan, Pak! Kami akan memeriksa kondisi pasien!" ujar petugas kesehatan.
"Aku ingin tetap di sini!" balas Liam.
Liam menggelengkan kepala, dia ingin berada di satu ruangan dengan Bianca. Perasaan bersalah muncul dalam dirinya. Tidak menyangka bila aktivitas mereka dapat membuat Bianca kesakitan.
"Tolong bersikap tenang, Pak. Bila Anda tetap berada di ruangan ini, kami tidak akan bisa memeriksa kondisi pasien," ucap seorang dokter pada Liam.
"Baiklah, tolong segera periksa istri saja." Liam menyerah, dia melihat Bianca yang memejamkan matanya.
Di ruang tunggu, dia merutuki kesalahan dirinya sendiri. Tidak dapat menahan diri untuk menyentuh Bianca. Padahal, selama ini dia selalu menolak keberadaan Bianca. Akan tetapi, baru sehari saja berada dalam ruangan yang sama dengan Bianca, dia sudah tidak bisa menahan diri untuk menyentuh Bianca.
"Si*l! Bagaimana bisa aku menyakitinya di hari pertama kami menikah?" Liam seolah lupa dirinya memang berniat untuk membuat Bianca menyerah pada pernikahan mereka.
***
Bersambung...
Terima kasih telah membaca. ❣️