NovelToon NovelToon
ONE NIGHT STAND With MY STEP BROTHER

ONE NIGHT STAND With MY STEP BROTHER

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda / Berbaikan / Dikelilingi wanita cantik / One Night Stand
Popularitas:4.4k
Nilai: 5
Nama Author: Kikan Selviani Putri

Ketika Regita pindah ke rumah baru, ia tak pernah menyangka akan tertarik pada Aksa, kakak tirinya yang penuh pesona dan memikat dalam caranya sendiri. Namun, Aksa tak hanya sekadar sosok pelindung—dia punya niat tersembunyi yang membuat Regita bertanya-tanya. Di tengah permainan rasa dan batas yang kian kabur, hadir Kevien, teman sekelas yang lembut dan perhatian, menawarkan pelarian dari gejolak hatinya.

Dengan godaan yang tak bisa dihindari dan perasaan yang tak terduga, Regita terjebak dalam pilihan sulit. Ikuti kisah penuh ketegangan ini—saat batas-batas dilewati dan hati dipertaruhkan, mana yang akan ia pilih?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kikan Selviani Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BERDEBAR

Dua minggu sudah Regita bersekolah di sekolah barunya, dan ia mulai merasa lebih nyaman. Beberapa teman pun sudah ia dapatkan, membuat hari-harinya lebih ringan. Di antara mereka, ada Kevien, teman sekelas yang belakangan sering bersamanya. Kevien bukan hanya sekadar teman biasa; ia adalah ketua kelas sekaligus pengurus OSIS yang terkenal ramah dan cerdas. Sosoknya disegani oleh banyak siswa, dan kehadirannya sering kali menjadi pusat perhatian.

Kevien selalu menawarkan bantuan pada Regita, memastikan ia tak merasa asing di lingkungan baru. Ia kerap membantu Regita memahami aturan sekolah, memperkenalkannya pada berbagai kegiatan, dan tak jarang menemani saat waktu istirahat. Bagi Regita, Kevien adalah sosok yang bisa diandalkan dan membuatnya merasa diterima.

"Kalau ada apa-apa, langsung bilang aja, ya. Gue siap bantu kapan pun," ujar Kevien suatu hari dengan senyum hangat yang membuat Regita tersenyum.

“Thank you, Kevien. Gue bener-bener terbantu sama lo,” balas Regita, merasa lebih tenang berkat kehadirannya.

Kedekatan mereka mulai menarik perhatian beberapa teman di kelas, yang tak jarang menggoda mereka berdua. Namun, bagi Regita, Kevien adalah sosok yang bisa dipercaya dan nyaman diajak bicara, terutama dalam masa adaptasinya ini. Tanpa sadar, kehadiran Kevien sudah menjadi bagian penting dalam kesehariannya di sekolah baru.

Regita sadar bahwa kedekatannya dengan Kevien membawa dampak baik. Meski awalnya ia tak terlalu memikirkan hal ini, perlahan-lahan ia merasa terbantu. Menghabiskan waktu bersama Kevien adalah salah satu caranya untuk menjaga pikirannya tetap waras dan tak terus-terusan memikirkan Aksa. Setiap kali mengingat kejadian di dapur malam itu, wajahnya selalu memanas dan hatinya berdebar tak karuan, seolah bayangan Aksa menempel di benaknya.

Ia tahu, menyimpan perasaan pada Aksa, kakak tirinya sendiri, adalah hal yang tak seharusnya. Dan Kevien, dengan sifatnya yang perhatian dan selalu ada untuknya, menjadi pengalih perhatian yang sangat ia butuhkan.

Di hari-hari berikutnya, Regita bahkan sengaja membuka ruang lebih banyak untuk Kevien. Ia tak lagi merasa canggung ketika mereka duduk berdua di kantin, mengobrol tentang banyak hal, atau saat Kevien menawarinya bantuan kecil seperti mengantarnya ke ruang OSIS. Regita mulai nyaman dalam kebersamaan mereka, dan sesekali, ia merasa bisa melupakan perasaan yang muncul setiap kali berada di dekat Aksa.

Suatu hari, saat mereka sedang belajar bersama di perpustakaan, Kevien menatap Regita dan tersenyum lembut.

“Gue seneng lo bisa makin nyaman di sini,” ucap Kevien, dengan tatapan tulus yang membuat Regita tersentuh.

“Iya, gue juga nggak nyangka bisa dapet temen baik kayak lo secepat ini,” jawab Regita sambil tersenyum. Ia merasa ada rasa hangat yang tumbuh di dalam dirinya, yang berbeda dari rasa gugup yang biasa ia rasakan ketika bersama Aksa.

Kedekatannya dengan Kevien menjadi pelarian yang ia butuhkan. Bagi Regita, perhatian Kevien adalah cara untuk kembali memfokuskan diri, membuat hatinya lebih tenang dan pikirannya tak lagi dibayangi oleh hal-hal yang seharusnya ia hindari. Meski di dalam hatinya, ia tahu bahwa sosok Aksa masih terkadang muncul dalam pikirannya, namun bersama Kevien, ia bisa melupakan perasaan itu, walau hanya sejenak.

•••

Aksa sudah beberapa kali melihat kedekatan Regita dengan Kevien, dan itu mulai membuatnya terganggu. Setiap kali ia melihat mereka bersama, ada perasaan tak nyaman yang tumbuh di dalam hatinya—rasa yang tak pernah ia harapkan. Cemburu. Ia tak suka melihat gadis itu bersama orang lain, apalagi tersenyum sebahagia itu di hadapan Kevien. Rasa kesal yang ia rasakan semakin lama semakin sulit ditahan.

Rencananya tidak boleh gagal.

Suatu malam, saat Regita pulang dan menuju dapur untuk mengambil air, Aksa sudah menunggunya di sana, berdiri bersandar di dinding, menatapnya tajam. Begitu melihat Regita, tanpa banyak bicara, ia berjalan mendekatinya dan mendorongnya pelan ke arah kulkas, membuat Regita terpojok, tak bisa bergerak.

Regita terkesiap, jantungnya langsung berdegup kencang. Wajah Aksa yang hanya beberapa inci dari wajahnya membuat pikirannya kacau. Ia berusaha mengendalikan perasaannya, tapi tatapan tajam Aksa membuatnya semakin gugup.

“Gue nggak nyangka lo gampang banget dekat sama orang lain,” kata Aksa, suaranya rendah namun penuh ketegangan. “Baru dua minggu di sekolah baru, lo udah bisa seakrab itu sama Kevien?”

Regita menelan ludah, bingung menghadapi kemarahan yang terlihat jelas di wajah Aksa. “Kenapa lo tiba-tiba kayak gini?” tanyanya pelan, berusaha mengumpulkan keberanian. “Kevien cuma teman, Kak.”

Aksa mendekatkan wajahnya lebih dekat lagi, membuat napas Regita terhenti sesaat. “Cuma teman?” tanyanya sinis. “Gue nggak buta, Git. Gue lihat gimana lo senyum tiap kali sama dia.”

Regita berusaha untuk tetap tenang, meskipun tubuhnya gemetar. “Apa salahnya? Kevien itu baik. Dia ngebantu gue biar betah di sekolah baru.” Ia mencoba menjelaskan, tapi tatapan intens Aksa tak sedikit pun melunak.

“Apa dia yang lo butuhin sekarang?” tanya Aksa dengan nada menantang. “Atau lo cuma mau cari pelarian?” Suaranya terdengar semakin tajam, seperti tak ingin ada jawaban yang bisa menyangkal ucapannya.

Regita merasa kesal dengan nada meremehkan itu. “Kenapa lo peduli? Kevien nggak ada hubungannya sama lo.”

Aksa terdiam sesaat, rahangnya mengeras mendengar jawaban Regita. Ada sesuatu di dalam dirinya yang tersulut, membuatnya semakin mendekat hingga nyaris tak ada jarak di antara mereka.

“Gue nggak suka liat lo sama dia,” gumamnya, suaranya nyaris berbisik, namun terasa begitu menusuk.

Regita terdiam, bingung dan terbawa perasaan yang entah apa. Jantungnya berdetak semakin cepat, namun ia tak sanggup mengalihkan tatapannya dari mata Aksa.

Regita mencoba menenangkan dirinya, tetapi tatapan Aksa yang begitu dekat membuatnya sulit bernapas. Ia merasa terperangkap dalam tatapan kakak tirinya itu, dan meski hatinya berdebar kencang, ada rasa takut sekaligus penasaran yang bercampur aduk di dalam dirinya. Wajah Aksa hanya berjarak beberapa senti darinya, terlalu dekat, dan ia bisa merasakan panas tubuhnya yang begitu intens.

"Apa lo beneran suka sama Kevien?" tanya Aksa lagi, nadanya rendah namun tajam. Seolah ia takkan menerima jawaban yang salah.

Regita menelan ludah, merasa semakin terpojok. "Kevien cuma teman," jawabnya pelan, mencoba menguatkan diri. "Dia baik sama gue. Itu aja."

Aksa menghela napas, tatapannya semakin tajam. "Baik?" gumamnya sinis. "Gue nggak suka dia ada di sekitar lo, Git."

"Apa masalahnya buat lo?" tanya Regita, mencoba untuk tidak terdengar gugup. "Gue bisa temenan sama siapa aja yang gue mau."

Namun, Aksa tak mengendurkan posisinya sedikit pun. Ia justru mendekatkan wajahnya lebih lagi, hingga napasnya terasa di wajah Regita, membuat gadis itu semakin sulit berkonsentrasi.

“Mungkin menurut lo ini bukan masalah,” lanjutnya dengan nada rendah yang berbahaya, “tapi gue nggak suka ada orang lain yang bikin lo senyum kayak gitu.”

Kata-kata Aksa membuat Regita terpaku. Ada sesuatu di dalam nada bicaranya yang membuatnya tak bisa mengalihkan pandangan. Ia berusaha keras menyangkal perasaan yang mulai tumbuh dalam dirinya, tetapi tatapan Aksa, yang begitu intens dan tak terbaca, membuat pikirannya tak karuan.

“Apa maksud lo, Kak?” bisik Regita akhirnya, suaranya nyaris tak terdengar.

Aksa tersenyum kecil, tapi bukan senyum yang biasa. Senyum itu penuh ketegangan, seolah menyembunyikan sesuatu yang lebih dalam. "Gue juga nggak tahu, Git. Tapi yang jelas... gue nggak bisa tenang lihat lo dengan dia."

Regita hanya bisa terdiam, jantungnya berdetak semakin kencang. Kata-kata itu begitu ambigu, namun juga menyiratkan sesuatu yang tak pernah ia sangka. Rasa cemburu Aksa, sorot matanya yang tak ingin melepaskannya, semuanya membuatnya semakin bingung. Namun, di sisi lain, ia tak bisa menyangkal bahwa perasaan yang sama mengikat hatinya.

Tanpa sadar, Aksa mengangkat tangan dan perlahan menyentuh pipi Regita, membuat gadis itu terkejut. Sentuhan hangatnya membuat aliran darah di wajah Regita terasa semakin cepat. Ia terpaku di tempatnya, tak mampu bergerak.

“Apa... apa yang sebenarnya lo mau, Kak?” tanya Regita, hampir berbisik.

Aksa menatapnya dalam-dalam, seolah sedang menimbang jawabannya. “Yang gue mau...” ucapnya pelan, “gue mau lo cuma lihat gue.”

Kalimat itu mengambang di udara, berat dan penuh makna. Regita menatap Aksa, merasa tak sanggup berkata-kata. Di dalam hatinya, ia berperang dengan perasaan yang selama ini ia coba pendam. Tapi saat ini, di hadapan Aksa, semuanya menjadi begitu sulit. Perasaan yang ia anggap tak mungkin, kenyataan bahwa mereka adalah kakak beradik tiri, tak menghentikan getaran di hatinya.

Aksa semakin mendekat, napasnya terasa hangat di wajah Regita. "Kalau lo beneran cuma anggap gue kakak, buktikan. Jangan pernah lihat gue kayak tadi lagi."

Regita menggigit bibirnya, merasa campuran antara malu, takut, dan perasaan lain yang tak bisa ia jelaskan. “Kalau... kalau lo juga cuma anggap gue adik, kenapa lo cemburu sama Kevien?”

Pertanyaan itu membuat Aksa terdiam sejenak, sorot matanya berubah menjadi lebih dalam, seolah-olah terselubung oleh sesuatu yang gelap dan tak terungkap. “Gue juga nggak ngerti, Git... Tapi yang jelas, gue nggak bisa ngeliat lo sama orang lain.”

Ia lalu menurunkan tangannya perlahan, melepaskan jarak di antara mereka. Namun, tatapan itu masih sama, penuh dengan intensitas yang sulit dijelaskan.

“Gue nggak tahu apa yang gue rasain ini, tapi... jangan bikin gue makin marah, Git,” bisiknya, sebelum akhirnya berbalik meninggalkan Regita yang masih terpaku di depan kulkas, merasakan jantungnya yang berdetak kencang, tak mampu mencerna semua yang baru saja terjadi.

1
Esih Mulyasih
cerita nya bagus...
walau bikin deg deg an 😂
cinta terlarang ituuu...masih 1 ibu loch 🙈
semoga endingnya happy ya Thor 😁
🏘⃝Aⁿᵘ🍁Kikan✍️⃞⃟𝑹𝑨👀: beda ibu, Kak. Regita anak dari Ayahnya yang meninggal. Dibawa sama Ibu Aksa, karena Ibu Aksa udah cinta sama Ayah Regita, jadi pas Ayahnya Regita meninggal, Ibu Aksa mau bawa Regita dan anggap Regita kayak anak sendiri.. 😂 btw, makasihhhh bangettt yaaa, Kak, udah bacaaa.. ❤️❤️❤️
total 1 replies
🐱Miko miaw🧚
semangat mama kikan
🐱Miko miaw🧚: kamu tapok dengan cinta dan kasih sayangmu
🏘⃝Aⁿᵘ🍁Kikan✍️⃞⃟𝑹𝑨👀: ku tabok..
total 2 replies
MacchiatoLatte
gw yakin sih si Aksa bakal jatuh cinta sama gita
MacchiatoLatte
sadar Aksaaa, dia adek tiri looooo
MacchiatoLatte
gw bacanya sampe tahan nafas giniiii, tanggung jawabbbb
MacchiatoLatte
wooiiiiiiiiiii 🤣🤣🤣
MacchiatoLatte
sukaa
MacchiatoLatte
jadi Regita sakit, jadi Aksa juga. Semoga yang terbaik buat mereka
Genda Dawangsha
kukira cerita novel, ternyata kisahku/Sob/
Genda Dawangsha
singkat bgt Thor /Cry/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!