“Kuberi kau dua ratus juta satu bulan sekali, asal kau mau menjadi istri kontrakku!” tiba-tiba saja Alvin mengatakan hal yang tidak masuk akal.
“Ha? A-apa? Apa maksudmu!” Tiara benar-benar syok mendengar ucapan CEO aneh ini.
“Bukankah kau mencari pekerjaan? Aku sedang membutuhkan seorang wanita, bukankah aku ini sangat baik hati padamu? Kau adalah wanita yang sangat beruntung! Bagaimana tidak? Ini adalah penawaran yang spesial, bukan? Kau akan menjadi istri seorang CEO!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irna Mahda Rianti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2. Bertemu Lagi
“K-kau …,” jantung Tiara bergemuruh, berdetak amat kencang. Dadanya sesak, rasanya sulit sekali ia berbicara saat ini.
“Kenapa? Kaget? Kenapa wajahmu seperti sedang melihat seorang pembunuh?” Alvin berdecak.
“M-maaf, jangan ganggu aku. Aku sedang bekerja,” Tiara mengalihkan pandangan dari Alvin, dan mencoba melarikan diri.
“Tunggu!” tangan Alvin refleks memegang tangan Tiara.
EH!” Tiara kaget.
“Sorry, tanganku refleks! Kau pelayan di sini rupanya? Baru saja kau menolak tawaranku, sekarang kau malah bekerja di tempat yang berbahaya seperti ini!” Alvin geleng-geleng kepala.
“Berbahaya?” Tiara memicingkan matanya.
“Sudahlah, lupakan saja. Kapan kau istirahat? Aku ingin berbicara empat mata denganmu!”
“Maaf, aku sibuk. Tuan, mohon jangan ganggu aku. Aku sedang bekerja, kuharap kau segera kembali ke tempat dudukmu, dan tunggu pesananmu tiba. Permisi …,” Tiara bergegas masuk ke dalam pantry, karena ia takut Alvin berucap yang tidak-tidak lagi.
Alvin lalu beranjak dan kembali ke tempat duduknya. Jimmy mengangkat alisnya, karena ia merasa aneh pada temannya itu. Mengapa tiba-tiba Alvin menghampiri pelayan itu lagi? Apakah ia menambah pesanannya?
“Whats wrong? Kenapa kau menemui pelayan itu?”
“Menurutmu, bagaimana wanita itu?”
“What do you mean, Vin? Kenapa aku harus menilai seorang pelayan?”
“Dia tantangan untukku! Aku penasaran padanya.”
“Apa yang dia lakukan padamu?”
“Ah, tidak. Lupakan saja. Hey bro, kau seharusnya bermain dulu. Lihat Mr. Smith, sudah menunggumu dengan tongkat saktinya!” Alvin mengalihkan pembicaraan.
“Okey! Aku pasti bisa melampauinya. Tunggu aku, jika makanan sudah tiba, panggil saja aku! Aku latihan dulu ya,” Jimmy berlalu sembari membawa tongkat golf miliknya.
“Oke, Bro!”
.
Beberapa saat kemudian …,
Alvin terlalu sibuk mengembangkan bisnisnya dengan relasi yang ia temui di club golf ini. Yang tadinya ia hanya sekadar menonton, akhirnya ia harus berdiskusi dengan rekan bisnisnya.
Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Turnamen golf Jimmy pun telah selesai. Alvin juga telah selesai berbincang dengan rekan bisnisnya. Ia baru sadar, jika Alvin tak melihat Tiara lagi.
“Ke mana dia?”
“Who is that, Bro?”
“Pelayan itu …,” pandangan Alvin mengedar ke semua arah.
“Kenapa kau begitu penasaran sekali pada pelayan itu? Apa bagusnya dia?” Jimmy keheranan.
“Tidak ada. Kau pulang duluan saja, aku ada urusan lain.”
“Baiklah, lagi pula aku sudah lelah. Take care my bro, see you again …” Jimmy menenteng jaketnya, lalu pergi meninggalkan Alvin.
“Terima kasih, Jimmy!”
Alvin berjalan mendekati bartender, ia berusaha melihat dan mencari-cari keberadaan Tiara. Wanita itu memang biasa saja, tapi entah kenapa Alvin malah tertantang dengan ucapan Tiara saat itu.
“Permisi, pelayan wanita yang tadi melayani saya, ada di mana ya?”
“Yang di ujung itu ya Tuan? Tadi deserved oleh Tiara Putri. Dia karyawan casual dari bar kita. Jadi, karena acara turnamen golf sudah selesai, dia kembali ke Bar sejak pukul sembilan tadi, Tuan,” ujar kasir yang berada tepat dihadapan Alvin.
“Bar? Memangnya dia pekerja di bar itu?”
“Iya, Tuan,” kasir itu terlihat ramah dan sopan.
Tanpa membalas perkataan kasir tadi, Alvin bergegas meninggalkan club golf tersebut, lalu mengeluarkan ponsel dari sakunya. Alvin langsung menelepon Doni, sang supir sekaligus sekretaris pribadinya.
“Halo, Don? Jemput aku di bar saja, tunggu aku di parkiran sampai aku memberikan instruksi lagi!”
“Baik, Bos, saya akan segera menuju ke bar.”
Alvin berjalan menuju lorong rahasia, yang bisa langsung tembus ke bar yang ada di gedung paling depan. Tak ada yang tahu jalan rahasia ini, kecuali orang-orang terpilih saja.
Suasana bar dan diskotek ini benar-benar riuh ramai. Penuh sekali orang yang sedang melantai bersama pasangan dan sahabatnya masing-masing.
Alvin begitu kesulitan mencari sosok Tiara. Tak mungkin semudah ini mencari dia, saking banyaknya orang, membuat bangunan megah ini pun jadi penuh sesak.
Sementara itu, Tiara ternyata sedang melayani tamu VIP. Ada beberapa pria tua yang tengah karaoke bersama beberapa wanitanya. Tiara nampak risih dengan keadaan ini, apalagi ia lupa mengganti kostum saat tadi masih do club golf.
Beberapa wanita itu menggelayut di tubuh pria tua yang tengah bernyanyi sembari minum. Mereka duduk di atas paha dengan manjanya. Lalu tanpa disadari, tangan nakal pria tua itu mulai menyusup memegang bagian sensitif sang LC.
Tiara benar-benar muak, dan rasa ingin muntah, karena melihat adegan yang tak sepantasnya ia lihat. Setelah menyimpan beberapa makanan dan minuman, dengan cepat Tiara keluar dari ruang VIP tersebut, dan berjalan keluar melewati lorong yang agak sepi.
Saat Tiara berjalan menuju bar, tiba-tiba langkah Tiara dihentikan oleh dua orang pria yang tak dikenal. Perawakannya tinggi, besar, dan agak menyeramkan. Tiara syok, ia sungguh takut, namun mencoba untuk tetap positif thinking pada mereka.
“Selamat malam, Tuan. Ada yang bisa saya bantu? Anda ingin memesan apa? Katakan saja, dan saya akan segera mengantarkan pesanan yang Tuan inginkan,” ucap Tiara dengan gugup.
“Wah, pelayan baru ya? Manis sekali kau ini. Aku ingin memesan dirimu saja, bagaimana? Berapa harganya?” goda pria yang tepat berada dihadapan Tiara.
“Ah, maaf Tuan. Saya banyak pekerjaan, saya belum bisa menemani Anda. Sepertinya, di diskotek depan banyak juga gadis-gadis yang kesepian dan ingin ditemani. Bagaimana jika aku mencarikannya untuk Tuan?” Tiara tetap berusaha sportif, meskipun takut, ia tetap berusaha santai.
“Ah, tak mau. Aku sudah bosan. Denganmu saja, biar kubayar cash 10 juta untuk malam ini, bagaimana?” pria itu mencolek dagu Tiara.
“Ah, Tuan, maaf, jangan begini. Saya hanya bekerja menjadi pelayan cafe saja, tidak untuk yang lainnya,”
“Jangan sok jual mahal! Sudah, ayo, dua puluh juta berdua dengan temanku! Room ini milikku, aku masuk!” kedua pria itu terlihat sedikit memaksa Tiara dan mencengkeram tangan Tiara dengan kencang.
“Argh, jangan, jangan! Saya akan laporkan kalian pada atasan saya! Lepas, aarrgghh, lepaskan saya!”
“Laporkan saja. Siapapun yang berani bekerja di dunia malam ini, pasti sudah pernah melewati hal seperti ini. Kau jangan munafik! Sudah untung mau kubayar kau dua puluh juta! Cepat, ikut kita ke room ini!”
“Aarrgghhh!” Tiara berontak, namun tenaganya terlalu kecil untuk melawan dua orang pria bertubuh besar ini.
Tanpa dua orang pria itu sadari, ternyata …,
“Hentikan! Lepaskan wanita itu! Berani-beraninya kalian menyentuhnya!”
Deg. Dua pria bengis itu berbalik pada sumber suara.
“Siapa kau? Beraninya menentang kami?” ujar pria pertama.
“Wanita itu sudah lebih dulu menjadi milikku! Dia sudah aku bayar!”
“Apa? Haha, tak mungkin! Kau gila! Mana buktinya? Kau ingin merasakan pukulanku? Ayo maju!”
“T-tuan …,” Tiara kaget tak menyangka, ternyata sosok pria dihadapannya adalah Alvin Gunadi Raharja, si CEO tengil Antariksa Grup.
“Tanyakan saja padanya. Ah, tapi, kurasa aku tak perlu panjang lebar dengan kalian. Biar kubayar mulut kotormu itu! Lepaskan dia, jangan ganggu dia, dan akan kubayar kalian!”
“Berani membayar kami? Kami adalah pebisnis hebat, kami adalah pemilik perusahaan ternama. Kau akan membayar kami? Sungguh penghinaan! Sudah kupastikan aku lebih kaya darimu!”
“Seratus juta, dan tinggalkan wanita ini!”
“Apa? Seratus juta!?” pria kedua melongo mendengar nominal yang disebutkan Alvin.
“Tak mungkin! Tak mungkin kau mempunya seratus juta! Mimpimu terlalu ketinggian!” ujar pria pertama tak mau kalah.
“Tuan Alvin, cukup!” Tiara sungguh tak menginginkan keadaan ini terjadi.
“Dua ratus juta! Jangan berani membantah ucapanku lagi!”
Alvin merogoh sakunya, dan mengeluarkan selembar cek, “ambil ini, lalu tinggalkan dia, dan jangan pernah sekalipun kau menampakkan diri lagi dihadapannya. Jika kau melanggar, maka habis nyawamu di tanganku!” Alvin melemparkan selembar cek berisikan nominal uang sebesar dua ratus juta.
Mereka berdua pun terheran-heran dan kaget dengan kebenaran ucapan Alvin. Akhirnya, kedua pria itu lari terbirit-birit. Meninggalkan Alvin dan Tiara di lorong sepi VIP ini.
Tiara lemas bukan main, ia refleks memegang dinding lorong, dan satu tangan lagi yang menempel di dadanya. Sungguh, Tiara tak pernah menduga sama sekali, jika bekerja di tempat seperti ini, tentu saja memiliki resiko yang tinggi.
“Tuan Alvin, terima kasih banyak atas pertolonganmu! Aku sangat-sangat mengucapkan terima kasih atas semuanya. Meskipun aku kaget, kenapa dengan mudahnya kau berikan mereka uang sebanyak dua ratus juta,” ucap Tiara ngos-ngosan.
“Ck, ternyata kau hanyalah wanita yang lemah! Dasar bodoh! Jika aku tak ada di sini, habis sudah kau ditiduri oleh mereka berdua.”
“Aku tak pernah berfikir sejauh itu. Aku sungguh takut …, Tuan Alvin, maaf, kurasa kau juga berlebihan. Setelah ini, aku malah merasa berhutang budi padamu. Harus bagaimana aku membayar uang yang tak sedikit itu?” Tiara refleks menitikkan air matanya. Ia syok berat, mendapati apa yang barusan terjadi padanya.
“Dasar wanita bodoh! Kenapa harus bertanya lagi? Ya sudah jelas, aku yang membelimu! Aku membayar mereka dua ratus juta, dan tentu saja kini kau milikku!”
Deg. Tiara mulai gemetar lagi. Semua pria yang ia temui benar-benar gila dan membuatnya stres. Terutama Alvin, apalagi yang akan ia lakukan pada Tiara? Perasaan Tiara sudah tak enak dan ia tak bisa lagi berpikir jernih.
“T-tuan, maaf, jangan aneh-aneh. Apa yang akan kau lakukan padaku? Kumohon, hentikan, aku takut …,”
Alvin memegang tangan Tiara, “Aku punya private room juga di sini. Ikut aku, dan jangan banyak bicara lagi. Ayo!”
“Astaga, Tuan Alvin! Kau gila! Lepas! Lepaskan aku! Ternyata, apa bedanya kau dengan mereka! Aarrgghhh, kau benar-benar gila, Tuan! Akan kulaporkan perbuatan gila ini!”
Alvin memaksa Tiara untuk mengikutinya. Alvin menarik Tiara, dan akhirnya Tiara pun terbawa dengan langkah Alvin yang cepat.
“Memangnya apa yang kulakukan padamu? Aku hanya memegang tanganmu, dan memintamu ikut padaku! Apa kau berfikir aku akan melakukan sesuatu pada tubuhmu? Iya?”
Tiara menggigit bibir mungilnya. Lidahnya kelu, Tiara tak tahu harus berbicara apa, karena Alvin benar-benar pandai bermain kata.
“Bukan begitu maksudku, a-aku sangat takut,”
“Oh, jadi kau memang berfikir aku akan melakukan sesuatu padamu? Baiklah jika itu maumu! Ayo, kita buktikan semua yang ada di kepalamu itu!” Alvin semakin menarik tangan Tiara.
“Tidaaaak! J-jangan! Aaarrgghhh, kurang ajaaaaar!” Tiara meronta, namun tak lama, akhirnya mereka sampai di private room milik Alvin. Alvin pun menempelkan kartu pada pintu tersebut, lalu menarik paksa Tiara untuk masuk, dan …, Alvin segera menutup pintu sekaligus mengunci pintunya, agar tak ada satupun orang yang bisa masuk ke ruangannya.