Kisah tentang tiga anak indigo yang berjuang demi hidup mereka di dalam kiamat zombie yang tiba tiba melanda dunia. Mereka mengandalkan kemampuan indigo mereka dan para hantu yang melindungi mereka selama mereka bertahan di tempat mereka, sebuah rumah angker di tengah kota.
Tapi pada akhirnya mereka harus meninggalkan rumah angker mereka bersama para hantu yang ikut bersama mereka. Mereka berpetualang di dunia baru yang sudah berubah total dan menghadapi berbagai musuh, mulai dari arwah arwah penasaran gentayangan, zombie zombie yang siap menyantap mereka dan terakhir para penyintas jahat yang mereka temui.
Genre : horror, komedi, drama, survival, fiksi, misteri, petualangan.
Mohon tinggalkan jejak jika berkenan dan kalau suka mohon beri like, terima kasih sebelumnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mobs Jinsei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 10
“Blak,” pintu pembatas di buka paksa, seorang tentara yang bersenjata lengkap langsung masuk dan mengacungkan senjatanya kepada Reno, tentu saja Reno yang kaget langsung mengangkat kedua tangan nya, tapi sang tentara langsung menurunkan lagi senjatanya dan berbicara menggunakan ht yang di sematkan di pundaknya. Setelah itu, dia melihat Reno,
“Ada berapa orang di sini ? siap siap untuk evakuasi ya,” ujar sang tentara.
“Evakuasi ?” tanya Reno.
“Iya, ada berapa orang sama kamu ?” tanya sang tentara.
“Um...ada dua orang lagi sih,” jawab Reno.
“Cepat ajak mereka, kita evakuasi sekarang,” ujar sang tentara.
“I..iya pak,”
Reno langsung berbalik dan berlari ke rumahnya di belakang, ketika masuk ke dalam rumah, Reno melihat Dewi dan Felis sedang melihat di jendela dapur, mereka langsung mendekati Reno ketika Reno masuk,
“Ada apa Ren ?” tanya Dewi.
“Tentara, mereka mau mengevakuasi kita,” jawab Reno.
“Eh...kita mau pergi ?” tanya Dewi.
“Mau gimana lagi, lagian kita jadinya selamat kan,” jawab Reno.
“Ya udah, kita kesono aja dulu,” ajak Dewi.
“Felis ga mau pergi,” celetuk Felis tiba tiba.
“Loh...kenapa ? kan kita jadinya selamat ?” tanya Reno.
“Sebentar ya Ren,”
Dewi langsung jongkok dan berusaha membujuk Felis supaya mau pergi, akhirnya Felis mengangguk dan mereka langsung keluar menuju pintu pembatas di tengah. Ketika sampai, mereka melihat seorang tentara yang berbeda dari yang lain, dia memakai baret merah dan membawa pistol di tangannya, dia mengenakan pakaian loreng yang berbeda dengan yang lain, begitu melihat Reno, Dewi dan Felis, tentara itu langsung berjalan mendekati mereka dan mengacungkan tangannya di depan Reno dengan wajah tersenyum,
“Nama saya Faizal, saya komandan regu penyelamat dari koppasus, kalian sudah siap di evakuasi ?” tanyanya ramah.
“Evakuasi kemana ya pak ?” tanya Reno.
“Ke markas kita di pulau seribu, di sana aman dan tidak ada zombie, personel kita keluar semua untuk menyisir kota jakarta mencari penduduk yang selamat dan membawa mereka kembali ke markas pertahanan kita,” jawab Faizal.
“Tapi kita belum siap siap ya pak,” celetuk Dewi.
“Tidak perlu, di sana kami menyediakan pakaian bersih dan makanan dalam jumlah banyak, jadi kalian tidak perlu memikirkan apa apa,” balas Faizal.
Tiba tiba, Felis menarik tangan Reno dan Dewi, keduanya melihat Felis yang berwajah pucat dan merasakan tangan Felis gemetar, Felis terlihat ingin menoleh ke belakang tapi dia tidak berani menoleh, Reno dan Dewi menoleh ke belakang, mata keduanya langsung membulat dan kembali menoleh ke depan dengan keringat dingin bercucuran, wajah keduanya mendadak menjadi pucat pasi, alasannya karena hantu ayah, ibu dan nenek Reno yang berdiri di belakang mereka, berwajah mengerikan, rahang bawah mereka memanjang sehingga mulut mereka nampak seperti lubang berbentuk elips dan mata mereka terlihat menghitam seperti lubang.
“Me..mereka marah Ren....gi..gimana nih ?” tanya Dewi berbisik.
“Aduh...gue juga baru liat mereka kayak gini, kakek lo gimana, coba liat,” jawab Reno.
“Ogah, lo aja, gue takut nih Ren,” balas Dewi.
Dengan perlahan Reno menoleh, dia melihat kakek Dewi masih berwajah sama seperti sebelumnya dan berdiri di belakang Dewi.
“Kakek lo ga marah...tapi bokap, nyokap dan nenek gue marah...kenapa ya ?” tanya Reno.
“Mana gue tau, gue merinding Ren, cepet lakukan sesuatu, bulu kuduk gue udah diri semua nih dan pala gue makin besar,” jawab Dewi.
“Mereka ga mau kita pergi,” celetuk Felis dengan suara gemetar.
Reno dan Dewi langsung menoleh melihat Felis kemudian mereka saling melihat satu sama lain,
“Ada apa ?” tanya Faizal yang melihat ketiganya dengan wajah bingung.
“Ng...gini pak Faizal, boleh ga kita diskusi dulu mau di evakuasi atau tidak ?” tanya Reno.
“Loh kamu ini gimana ? evakuasi itu harus, kalian mau selamat kan, jelaskan pada saya alasan kenapa kalian tidak mau di evakuasi, cepat, saya tidak ada waktu,” jawab Faizal dengan nada sedikit tinggi.
Reno dan Dewi langsung berkasak kusuk di depan Faizal sambil jongkok di kanan dan kiri Felis. Beberapa saat kemudian, Faizal melihat jam tangannya dan jarinya mulai mengetuk ngetuk senapan yang di pegangnya.
“Sudahlah, begini saja, kami membuat pos penyelamatan sementara di stasiun jatinegara dan kami berada di sana selama seminggu karena kami masih menyisir daerah ini, kalau kalian ingin di evakuasi silahkan kesana tapi kalau waktunya terlewat berarti salah sendiri, saya ga bisa menunggu kalian mengambil keputusan, yang harus di tolong bukan hanya kalian dan kita harus cepat, tolong pikirkan baik baik dan utamakan kepentingan bersama, permisi,” balas Faizal marah.
Dia langsung berbalik dan mengibaskan tangannya menyuruh seluruh anak buahnya pergi meninggalkan rumah om Didi. Reno, Dewi dan Felis tertegun tanpa bisa bicara apa apa, tiba tiba Faizal berbalik dan berjalan lagi mendekati mereka,
“Satu hal lagi, tolong jangan pergi ke areal pasar batu akik, kami menutup semua pintunya karena banyaknya zombie yang ada di dalam, semua ini saya katakan demi keselamatan kalian, permisi,”
Dia kembali berbalik dan kali ini dia berlari keluar dari pagar, Reno dan Dewi menggendong Felis kembali masuk ke dalam di ikuti hantu ayah, ibu, nenek dan kakek Dewi ke dalam. Setelah kembali ke dalam rumah, para hantu itu kembali duduk di kursinya dengan wajah tanpa ekspresi, sementara Reno, Dewi dan Felis duduk berderet di sofa ruang tengah dan termenung.
“Felis, kamu mengerti ga kenapa mereka marah ?” tanya Reno.
Felis tidak menjawab, tapi dia mengangguk, kemudian dia menoleh melihat Dewi yang juga sedang menoleh melihat dirinya, Dewi langsung menoleh melihat Reno,
“Kayaknya gue juga ngerti dikit kenapa mereka marah,” ujar Dewi.
“Lah lo tadi diem aja,” balas Reno.
“Gue tadi ketakutan, mereka beneran marah tau, amarah mereka kerasa banget dan menusuk banget,” balas Dewi.
“Trus alasannya apa mereka marah ?” tanya Reno.
“Mereka ingin ikut lo tapi ga bisa karena mereka terikat di rumah ini, dah paham ?” tanya Dewi.
“Jadi gitu, lo tau dari mana ?” tanya Reno.
“Yang tau Felis, gue ngerasain apa yang di rasain Felis dan gue ngerti maksud Felis, dia mungkiin ga bisa ngomong soal begini makanya gue yang terjemahin, biasanya gue ama dia gitu,” jawab Dewi.
“Gitu ya, tapi kakek lo ga marah tuh ?” tanya Reno.
“Karena dia kan ikut gue,” jawab Dewi.
“Lah kok dia bisa ikut lo ? emang dia ga terikat gitu ?” tanya Reno.
“Gue sendiri juga ga tau kenapanya,” jawab Dewi.
Tiba tiba tangan Felis menarik kaus Dewi dan menunjuk ke arah kursi sambil menatap Dewi, langsung saja Reno dan Dewi menoleh melihat kursi di depan mereka, ternyata hantu kakek Dewi sudah duduk di sana dan melihat ketiganya dengan senyum di wajahnya.
“Mau ngomong apa kek ?” tanya Dewi.
Tangan kakek terangkat dan jari telunjuknya menunjuk ke arah Dewi, tentu saja Dewi, Felis dan Reno menjadi bingung. Dewi menaruh tapaknya di dadanya, hantu sang kakek mengangguk, kemudian Dewi melihat dadanya, dia mengambil liontin yang di pakai nya dan memperlihatkannya di depan kakek. Kepala kakek terangguk perlahan, tapi tangannya masih terus menunjuk ke liontin, untuk memastikannya Dewi melepas liontinnya dan tangannya yang memegang liontin bergeser ke kiri, jari kakek dan lengannya yang terjulur mengikuti tangan Dewi yang memegang liontin, begitu juga ketika Dewi menggeser tangannya ke kanan, jari kakek dan lengannya juga mengikuti.
“Hmm...dia menunjuk liontin ini,” ujar Dewi sambil melihat liontin itu.
“Dalemnya ada apa ? coba buka,” balas Reno.
Dewi membukanya, ternyata di balik penutup liontin ada sebuah batu akik kecil yang menempel mengisi ceruk di liontin.
“Maksud kakek batu ini ?” tanya Dewi sambil menunjukkan batunya.
Kepala kakek kembali mengangguk dengan perlahan, kemudian Reno dan Dewi berpikir, setelah itu tiba tiba Reno bertanya kepada kakek,
“Jadi kakek mengikuti Dewi karena Dewi memakai kalung itu ?” tanya Reno.
Kepala kakek kembali mengangguk dengan perlahan, tiba tiba kakek berdiri dan berjalan maju mendekati tangan Dewi di depannya, tangannya menyentuh batu akik dan “syuuut,” tubuh kakek terserap masuk ke dalam batu akik melalui tangannya. Reno dan Dewi yang melihatnya menajdi sangat kaget sedangkan Felis terlihat biasa saja. Tak lama kemudian, kakek keluar lagi dari batu dan berjalan kembali ke kursi meja makan kemudian dengan tenang duduk di situ.
“Jadi dia ikut lo karena lo pake kalung itu dan dia masuk ke dalam batu di dalam liontin lo, berarti dia terikat di batu itu,” ujar Reno.
“Hmm kalau di pikir pikir, dulu kakek ngasih liontin ini ke gue pas kelas 1 smp dan dia bilang liontin ini buat melindingi gue, ga nyangka ternyata dia yang melindungi gue selama ini,” gumam Dewi.
“Berarti gue juga bisa bawa bokap, nyokap dan nenek gue kalo gue punya batu kayak gitu ya, kakek lo kayaknya mau mengatakan hal itu ama kita,” balas Reno.
“Hmmm lo bener sih, tapi lo ada ga batu kayak ginian, kalau ada coba aja dulu,” balas Dewi.
“Hmm ada banyak sih di rumah tengah, peninggalan kakek,” balas Reno.
Tiba tiba hantu ayah, ibu dan nenek Reno berdiri di depan mereka dan tangan mereka menunjuk ke arah rumah tengah kemudian menggelengkan kepala mereka dengan wajah cemas walau tersenyum.
“Maksudnya gimana om, tante, nek ?” tanya Dewi.
“Gue ngerti sih, di dalem udah ada yang punya, semua punya kakek kakek gue, dengan kata lain, mereka mengatakan batu di dalam jangan di ganggu gugat dan gue harus cari batu baru, bener begitu ga pa, ma, nek ?” tanya Reno.
Ketiganya mengangguk perlahan, kemudian mereka dengan tenang kembali duduk di tempat mereka semula bersama kakek Dewi.
“Trus lo punya ga ?” tanya Dewi.
“Itu dia masalahnya, enggak,” jawab Reno.
“Jadi gimana dong ?” tanya Dewi.
“Gue tau sih dimana kita bisa nemu banyak batu kayak gitu,” jawab Reno.
“Dimana emang ?” tanya Dewi.
“Ya di pasar batu akik di depan itu,” jawab Reno.
“Aduh, lo gila ya, kata pak Faizal bahaya kan di sana,” balas Dewi.
“Ga usah ke dalam, di depan depannya kan banyak kios kios kecil yang juga jualan batu akik, sekarang pasti kan sudah di tinggal ama penjualnya, kita cari aja,” ujar Reno.
“Trus kalo ga nemu ?” tanya Dewi.
“Ya mau ga mau ke dalem,” jawab Reno.