NovelToon NovelToon
Happy Story

Happy Story

Status: tamat
Genre:Tamat / Cinta Murni
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: Riska Darmelia

Karya ini berisi kumpulan cerpenku yang bertema dewasa, tapi bukan tentang konten sensitif. Hanya temanya yang dewasa. Kata 'Happy' pada judul bisa berarti beragam dalam pengartian. Bisa satir, ironis mau pun benar-benar happy ending. Yah, aku hanya berharap kalian akan menikmatinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Riska Darmelia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Masa Lalu Kita part 2 End.

Aku menstater motor lalu memacunya dengan kecepatan tinggi, kebiasaanku setiap kali ingin membebaskan pikiran dari beban yang menyesaki kepalaku. Aku sangat mahir dalam hal memacu kecepatan dengan motor balap jenis apa pun karena itulah aku sering menang balap motor bersama teman-temanku. Begitulah caraku mencari uang sejak kartu kreditku di tarik Papa dan aku sangat jarang kalah.

Karena kemenangan-kemenangan itu juga gadis-gadis cantik mulai mencari perhatianku. Beberapa dari mereka ada yang kupacari karena kecantikan mereka. Ada yang mau menyerahkan tubuhnya kadang-kadang, karena itulah aku selalu membawa pengaman di dompetku. Tidak kurang dari selusin perempuan yang pernah mengajakku pacaran dan beberapa masih mengajakku tidur meski kami sudah putus. Aku tentu saja tidak pernah menolak. Semua laki-laki suka tubuh perempuan dan aku bukan pengecualian.

Aku teringat Siwi dan bagaimana caranya membuatku kembali merasakan cinta yang sudah lama tidak kurasakan. Karena kenyataan tidak suci dari hubungan yang kujalani dengan perempuan sejak mengenal dunia balapan, aku tidak pernah lagi percaya pada cinta. Kata itu sering kugunakan untuk merayu, tapi tidak kupercayai secara makna. Orang polos mana yang masih percaya pada cinta, pikirku sejak Siwi meninggalkanku. Tapi nyatanya saat ia kembali, aku percaya lagi kalau cinta itu ada.

Kenangan manis kami dulu mengusik pikiranku. Ingatan saat aku merasa gugup saat akan menggandeng tanganku kembali ke pikiranku, seolah-olah kenangan itu baru terjadi akhir-akhir ini. Aku merindukan Siwi seperti aku merindukan jiwa polos kanak-kanakku, saat aku jatuh cinta karena kebaikan hati Siwi pada teman-teman yang sering dibuli. Aku rindu semua yang kurasakan padanya dulu. Aku jadi bertanya-tanya, akankah kehadirannya menciptakan kenangan baru yang lebih indah.

“Dia nggak cantik-cantik amat. Kok kamu bisa suka, sih?”tanya Tessa, pacarku saat ini.

Tidak ada kesan cemburu dari suaranya, membuatku kembali menyadari kalau alasan kami pacaran hanyalah karena fisik. Ia suka padaku karena aku tampan dan seperti aku yang tidak pernah mengekang kebebasannya, Tessa juga tidak mengekang kebebasanku. Karena itulah kami tahan tetap bersama-sama. Kami menjalani semuanya tanpa hati, hanya dengan kompromi.

“Cantik, kok.”

“Iya. Tapi ketutup gitu. Apa menariknya, sih?”

“Buatku yang begitu lebih cantik, Tessa.”

“Ih, cantikan juga si Marta,”katanya, terdengar heran. “Kalo dia ketutup gitu apanya yang bisa kamu nikmatin? Aku ragu dia mau buka jilbabnya buat kamu.”

Iwan mengeluarkan suara mengejek. “Bilang aja lo takut bakal dipensiunin kalo Verrel tobat! Cewek alim gitu cocok bakal jadi istri!”katanya membelaku.

“Ye! Asal banget lo! Cowok gue bukan Verrel doang kali! Ngapain juga takut! Verrel juga bukan yang bakal gue ajak serius!”balas Tessa.

Aku tersenyum kecut. Dasar! Tidak bisa ya, Tessa menjaga hatiku sedikit saja. “Jangan debat terus lo berdua! Gue jodohin baru tau rasa lo berdua,”kataku dengan nada datar.

Tessa melotot. “Ih, nggak sudi! Ngapain juga gue sama cowok dekil kayak Iwan! Mending gue jadi perawan tua!”

“Kayak lo masih perawan aja!”cemooh Iwan.

Tessa menoyor kepala Iwan. “Berisik lo!”

Aku mendecak. “Gue pergi aja kalo kalian berdua berisik gini!”

“Lo sih!”gumam Iwan.

Aku mengabaikan mereka berdua dan menghampiri Siwi yang sedang makan bakso yang dibungkus plastik. “Siwi, aku boleh duduk di sini nggak?”tanyaku.

Siwi menatapku. “Aku nggak pengen ngobrol, Verrel. Kamu cari tempat lain aja. Aku nggak suka berdua-duaan sama cowok,”tolaknya.

Aku tersenyum kecut. “Karena larangan agama atau karena nggak suka liat mukaku?”tanyaku.

“Dua-duanya.”

“Nggak bisa berdamai sama masa lalu kita?”

“Yang dulu-dulu udah nggak aku inget-inget lagi. Tapi aku belajar untuk nggak percaya lagi sama cowok kayak kamu.”

Hatiku nyeri mendengarnya bicara begitu. “Aku udah nggak kayak dulu.”

“Iya. Makin parah.”

Aku meringis. Ternyata dia mencari tahu tentangku. Aku yakin semua yang ia dengar hanyalah keburukan tentangku. Namaku berbau busuk di sekolah. Cuma lalat yang sudi mendekatiku setelah mencium semua aromanya.

“Aku udah punya tunangan, Rel. Makanya aku balik ke kota ini,”terangnya.

Jantungku berdegup cepat karena kaget. “Siapa?”tanyaku, terdengar marah.

“Bukan orang yang kamu kenal. Dia seorang ustad di pesantren pinggir kota. Dia orang yang mendidikku dengan sabar sampai bisa menutup aurat seperti sekarang. Lulus nanti kami bakal nikah.”

“Santai banget, ya, kamu!”bentakku. “Masa depan kamu gimana? Emang kamu cukup di kasih makan aja nggak perlu cari makan sendiri?”

“Mulut kamu masih kasar. Memang nggak ada yang berubah ternyata.”

“Yang kayak aku nih namanya normal! Kamu yang aneh! Orang sekolah buat cari kerja, bukan genapin umur buat nikah kayak kamu!”

Siwi tersenyum. “Kuliah kan nggak menuntut kita harus single.”

“Sok tau!”

“Kamu ngomong nggak pakai akal sehat, Rel. Aku pergi, ya. Nggak mau berantem sama orang yang lagi emosi kayak kamu.” Siwi lalu bangkit dari duduknya.

“Aku masih sayang kamu!”teriakku. Aku merasakan wajahku memanas karena mengakui semua ini. Padahal dia sudah menepisku, tapi aku dengan tidak tahu malunya masih memberanikan diri.

Siwi tersenyum ramah. “Assalamualaikum,” katanya, lalu ia pun berlalu tanpa menyelesaikan makannya.

Air mataku bergulir di pipi. Aku sangat merindukannya Ya Tuhan! Berikanlah hambamu yang taat itu padaku!

“Lo ngelamun lagi. Masih soal Siwi?”tanya Iwan.

Tanpa mengalihkan tatapan dari jalanan, aku mengangguk.

“Cewek kayak Siwi nggak akan mau sama yang kayak lo, Bro. Sumber penyakit kelamin kayak lo Cuma bakal di ludahin sama dia.”

Aku melempar kunci motorku padanya. “Sialan lo.”

Iwan tertawa keras. “Udah ngapain aja sama dia dulu?”

“Dulu gue belum kayak sekarang.”

“Nyesel berubah jadi berandal?”

Aku mendesah. “Nggak tau lah. Gue ngerasa udah telat buat nyesel. Gue juga nggak tau apa yang salah dari hidup gue. Emang, gue bukan orang baik, tapi gue ngeliat nyaris semua orang kayak gue di lingkungan gue. Gue nggak mau berubah, tapi gue pengen dapetin dia lagi. Menurut lo gue harus gimana?”

“Nggak waras lo emang! Nggak mungkin dia mau sama lo kalau lo nggak berubah! Udah, lupain aja niat lo! Selama ini, lo hidup aja nggak pake mikir! Apa-apa mau yang instan! Sekarang-sok-sok an mau sama cewek alim! Kalo lo mau tobat mungkin lain cerita!”

Aku tertawa. Iwan benar, aku konyol.

“Udah, lah! Tadi gank si Eren nyariin buat balapan. Itu dunia lo. Nggak usah ngimpi buat hal lain di luar itu.”Iwan mengulurkan kunci motorku.

Aku terkekeh. Mungkin Iwan benar. Sudah terlambat untuk keluar dari duniaku. Lebih baik aku menetap tanpa melirik keluar dari duniaku agar aku tidak menginginkan hal yang tidak mungkin bisa aku miliki.

Selamat tinggal Siwi!

~Selesai~

1
𝕻𝖔𝖈𝖎𝕻𝖆𝖓
Hai ka.....
gabung di cmb yu....
untuk belajar menulis bareng...
caranya mudah cukup kaka follow akun ak ini
maka br bs ak undang kaka di gc Cbm ku thank you ka
Riska Darmelia
〤twinkle゛
Terima kasih sudah menghibur! 😊
Riska Darmelia: sama-sama/Smile/
total 1 replies
Tiểu long nữ
Suka dengan gaya penulisnya
Riska Darmelia: makasih.
total 1 replies
🍧·🍨Kem tình yêu
Nggak kebayang akhirnya. 🤔
Riska Darmelia: terima kasih karena sudah membaca.😊
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!