Turnamen antara Zodiak Barat dan Timur di mulai, beberapa manusia terpilih mewakili Zodiaknya.
Berbagai intrik dilakukan demi mendapatkan 4 Mustika Naga, meskipun beberapa peserta tidak berminat mengikuti pertarungan itu, tetapi mau tak mau mereka harus terlibat karena situasi yang memaksa mereka turut terseret.
4 Mustika Naga, yang mewakili 4 elemen alam, yang di jaga 4 Naga, yaitu Naga Merah, Naga Hijau, Naga Biru, dan Naga Putih menjadi incaran semua Zodiak yang ada di dunia Astro-Geo.
Lalu apa maksud dari itu semua?
Ikuti saja Novel ini sampai tamat, Ok?!
Selamat Membaca.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tenth_Soldier, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dita Putri Mahrani aka Phoenix
"Kukuruyuuuukkk...!!" suara kokok ayam jantan menghiasi pagi buta, membangunkan Dita dari tidurnya.
Udara pagi yang terasa dingin membuatnya menggigil kedinginan, saat itu mereka tengah bermalam di sebuah gua yang dipenuhi kristal berwarna hijau yang menerangi gua itu.
Entah sudah berapa lama dia berada di dunia astral itu. Dilihatnya Ningsi masih meringkuk di balik selimutnya.
Dita hanya tersenyum melihatnya, mereka baru saja melalui masalah yang cukup membahayakan nyawa keduanya.
"Hooaamm..." Dita menguap sambil memeluk tubuhnya.
"Dingin sekali pagi ini, tapi di luar sudah berkicau berbagai suara burung."
Gadis itu bangkit berdiri melakukan sedikit pemanasan dan mulai berjalan ke mulut gua kecil itu.
Peristiwa sebelumnya membuatnya sedikit was-was. Tapi untung ada keris sakti yang melindungi mereka.
Di luar gua, Dita menghirup dalam-dalam segarnya udara pagi hari. Sambil mendengar kicauan burung-burung liar yang merdu bagai simphony orkestra alam.
Dia sama sekali baru mendengar berbagai kicauan burung yang riuh di pagi itu. Terlihat semburat jingga menghiasi langit dari arah timur.
Mentari mulai mengintip dari balik perbukitan, Dita secara reflek memasukkan jari-jari tangannya ke saku celana panjangnya.
Tesss! Dia menyadari bahwa ponselnya ikut terbawa.
"Wah, kebetulan nih! Aku bisa mendokumentasikan dunia ini dengan kamera ponselku." Dan mulailah Dita mencoba kamera di ponselnya itu.
Dia mulai membidik matahari yang terbit di ufuk timur di antara bukit-bukit.
Cekrek!
Cekrek!
Dita membidik dua ekor burung kakatua yang berbeda warna yang satu hitam berpipi merah, dan yang lain berwarna putih dengan jambul berwarna kuning.
Cekrek!
Samar-samar Dita mendengar dua burung itu bercakap-cakap satu sama lain.
"Lihat Joki! ada gadis cantik!"
"Ah, lebih cantik Waode Reini dong!"
"Apa yang sedang dia lakukan ya? Kenapa mengamati kita terus?" lanjut Joki.
Dita heran mendengar percakapan kedua burung kakatua itu. Dia memberanikan diri mendekati dua burung itu.
"Hai, apa kabar kalian?" tanya Dita
"Baik, baik, baik," Jeko nama burung kakaktua berjambul kuning itu tak tahan untuk tidak menjawab Dita. Sambil seperti biasa menaik turunkan badannya.
"Owh, cerdas sekali kau, bisa mengerti perkataanku!" Dita terkagum-kagum.
Dia jadi ingat burung kakaktua berbulu hitam dan berpipi merah itu disebut kakatua raja, salah satu burung yang dilindungi pemerintah dari kepunahan.
"Apakah kalian suami istri?" tanya Dita menggoda.
"Bukan, bukan, bukan!" jawab Jeko.
"Kenapa, kau berada di dunia gaib ini?" tanya Joki serius.
"Hai, kenalkan namaku Dita, dan aku terseret masuk ke dunia ini tanpa sengaja, kalian penghuni dunia gaib ini?" tanya Dita balik. "Siapa nama kalian? Aku lihat kalian berbeda dengan burung-burung yang lainnya. Kalian sungguh cerdas!"
"Aku Jeko, Jeko, Jeko," sahut Jeko.
"Namaku Joki dan sepertinya kita sama-sama tersesat di dunia gaib ini."
"Apa maksudmu?" Dita penasaran.
"Kami tidak sengaja masuk pintu sinar ungu yang dikeluarkan putri dari sahabat teman kami."
"Maaf, aku tak begitu paham tapi ya kau benar sepertinya kita memang senasib." kata Dita, dia mulai menilai kakaktua raja ternyata lebih pandai meski terlihat pendiam.
"Jadi, putri dari sahabat teman kami yang bernama Waode Reini mampu membuat pintu pintas ke berbagai tempat. Suatu hari dia menyuruh kami memasuki dunia gaib ini, dan sampai sekarang kami masih berada di dunia ini." jelas Joki.
"Kenapa dia menyuruh kalian memasuki dunia ini?"
"Mayat hidup! Mayat hidup! Mayat hidup!" jawab Jeko.
"Waktu itu ada mayat hidup mengejar kami lalu kami melarikan diri ke dalam pintu pintas ungu yang dikeluarkan sahabat teman kami!" terang Joki lebih detil.
"Hah! Mayat hidup?Apakah mereka juga memasuki dunia gaib ini?" Dita terlihat cemas.
"Tidak, tidak, tidak!" celoteh Jeko.
"Jangan khawatir mereka tidak sempat masuk ke dalam pintu pintas sinar ungu," Lagi-lagi Joki menjawab dengan lebih lengkap.
Ketika ketiganya sedang bercakap-cakap, tiba-tiba Ningsi berseru memanggil Dita.
"Tuan Putriiii! Apakah Tuan Putri baik-baik saja?"
"Ya, aku baik-baik saja Ningsi, panggil aku Dita saja, rasanya lebih enak di dengar."
"Aku sempat panik, ketika bangun tidur tak menjumpai Tuan Putri di gua."
"Ningsi, aku mohon panggil aku Dita saja." Dita merasa sangat sungkan dipanggil Tuan Putri. Sebab panggilan Tuan Putri seperti menjauhkan jarak antara dia dan Ningsi.
"Baiklah, Tu... eh, Dita... Ooh maafkan kelancangan saya," Ningsi merasa kikuk.
"Hey, ada burung kakatua," Ningsi menunjuk Jeko dan Joki.
"Ya, kami baru saja bercakap-cakap tadi." kata Dita.
"Mereka bisa memahami perkataan kita?" ucap Ningsi sambil memandang Jeko.
"Bisa, bisa, bisa!" Jeko langsung menyahut.
"Ini temanku, dia warga asli dunia gaib ini, namanya Ningsi," Dita memperkenalkan Ningsi pada Jeko dan Joki.
Pagi yang tadinya riuh ramai kicauan burung mendadak sunyi, senyap dan tak satu pun burung berkicau.
Suasana jadi begitu sepi dan lengang pagi yang ceria mendadak menjadi mencekam.
"Kenapa jadi sunyi, ya?!" ujar Dita.
"Aku jadi takut..." Ningsi memegang lengan Dita.
Tiba-tiba... terlihat bayangan hitam menaungi Dita, Ningsi, Jeko dan Joki.
Mereka menengok ke atas, terlihat makhluk yang sebelumnya mengejar mereka mengepak-ngepakkan sayapnya diam di udara dan memelototi mereka yang ada di bawahnya.
Dita dengan cepat mengeluarkan kerisnya. Keris itu menyala dengan terangnya berwarna kemerahan.
Tiba-tiba terdengar suara,
"Lepaskan aku Tuan Putri..." Suara itu berasal dari keris yang dipegang Dita.
Dita terheran-heran sambil memandangi keris yang dia pegang dia mengamati lebih jeli motif ukiran keris itu.
"Ini kan motif ukiran burung mitologi yang selalu terbang dengan seekor naga yang mempunyai mustika di salah satu cakarnya?" pikir Dita. Dan lebih terkejut lagi keris itu ternyata bisa membaca pikirannya.
"Benar, Tuan Putri aku adalah Phoenix."
"Dan Tuan putri adalah generasi ke 10.000 yang harus hamba lindungi. Dan kebetulan saat ini pun ada ajang memperebutkan salah satu dari 4 Mustika Naga, yaitu Mustika Keabadian." kata suara yang ternyata adalah spirit burung Phoenix.
Dita pun melepas keris itu, keris itu melayang-layang dengan memancarkan cahaya jingga, kuning dan merah yang saling bercampuran.
"Akan hamba jelaskan setelah hamba membereskan Wyvern yang hendak mengganggu kita itu terlebih dulu."
Seusai berkata demikian Keris itu melesat terbang naik dan menampakkan wujud aslinya yaitu seekor burung Phoenix. Burung itu bagaikan burung merak tetapi berwarna kemerahan, diselingi warna jingga dan kuning. Karena burung itu adalah burung api!
Phoenix itu terbang dan hinggap di punggung Wyvern yang mulai ketakutan.
Dan seketika punggung Wyvern itu pun terbakar hebat.
Wyvern itu merasa menyesal berniat menyerang Dita, tak tahunya ada Phoenix si burung api legendaris.
Tak memakan waktu lama, Wyvern itu pun mengerang penuh penderitaan.
Tubuhnya mulai terbakar semua, dan akhirnya dia jatuh ke tanah dengan hebatnya. Mati!
Akhirnya Phoenix pun berubah menjadi keris kembali dan menemui Dita dengan melayang, Dia kemudian menjelaskan semua yang terjadi di dunia Astro-Geo
Dita mendengarkan dengan seksama, begitu juga Ningsi, Jeko dan Joki.
NB: Kisah Dita Putri Mahrani bisa kalian baca di Novel Petualangan Sang Putri
Karya: Andi Dilla