Kanesa Alfira, yang baru saja mengambil keputusan berani untuk mengundurkan diri dari Tano Group setelah enam tahun dedikasi dan kerja keras, merencanakan liburan sebagai penutup perjalanan kariernya. Dia memilih pulau Komodo sebagai destinasi selama dua minggu untuk mereguk kebebasan dan ketenangan. Namun, nasib seolah bermain-main dengannya ketika liburan tersebut justru mempertemukannya dengan mantan suami dan mantan bosnya, Refaldi Tano. Kejadian tak terduga mulai mewarnai masa liburannya, termasuk kabar mengejutkan tentang kehamilan yang mulai berkembang di rahimnya. Situasi semakin rumit dan kacau ketika Kanesa menyadari kenyataan pahit bahwa dia ternyata belum pernah bercerai secara resmi dengan Refaldi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jojo ans, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
34
Mas Adi tega sekali.
"Tega kamu Mas! Ini sakit banget lho, itu kan berdarah lagi hueeeee," raungku disertai tangisan. Jujur saja sepatu yang dibeli Mas Adi saat honeymoon kami di Inggris dengan harga sekitar $500 itu sangat berat dan kalau diinjakkan pada sesuatu tentu saja sakit. Apalagi yang diinjaknya adalah kakiku
yang mungil dan imut ini. "Astaga sayang. Maaf Aku nggak sengaja.
Mas Adi panik ketika melihat darah segar merembes dari jari kakiku. Dengan cepat dia kembali memanggil petugas kesehatan kantor untuk
mengobatiku. Sialan kamu Mas. Sakit sekali ini. Aku mengumpatinys dalam hati. Biarkan aku dikatakan istri durhaka,
aku lebih menyayangi kakiku.
Saat kami sedang berbincang, datang
Tatiana. "Pak, ada klien yang bertamu," ucap Tatiana. Mas Adi mengumpat kesal.
"Nggak bisa ditunda? Kamu lihat istri saya lagi sakit gini, nggak mungkinlah saya tinggalin," balas Mas Adi dengan
nada kesal. "Nggak bisa Pak, kliennya itu dari Keluarga Handoko, katanya hanya meminta waktu 15 menit untuk bicara dengan Bapak." Mas Adi langsung menoleh.
"Handoko?" tanyanya agak terkejut.
"Kenapa Mas?" Aku juga bertanya penasaran karena melihat wajah seriusnya.
"Oh nggak sayang, marganya sama
dengan orang yang ku kenal." "Ya udah, kamu tunggu di sini. Tati, tolong jaga Fira. Itung-itung sebagai
pengabdian terakhirmu sebelum berangkat ke LA." Aku melihat Tatiana mendengus, Mas
Adi memperlakukannya layaknya
pembantu. "Sabar Tatiana, beberapa waktu ke depan kamu nggak akan dengar dia
mencerocos lagi," ucapku sembari
menepuk pundak Tatiana. Dia mengulas senyum dan memelukku.
Ah aku pasti akan merindukan Tatiana setelah ini. Mas Adi mendengus mendengar percakapan kami berdua. "Sayang aku pergi dulu," tuturnya. Aku sebenarnya tidak terima, Mas Adi harus bertanggungjawab pada lukaku. Mas Adi membujukku dengan segala
cara. Hingga akhirnya dia membiarkan
aku berkumpul dengan teman-teman
kantor tanpa dirinya, sesuai
permintaanku, tapi tetap bersama Tatiana sebagai penjagaku. "Ti kamu pergi aja, nggak apa-apa kok. Selesaikan kerjaan kamu," ucapku.
Tatiana menoleh.
"Kamu emang paling tahu kalau aku
lagi banyak kerjaan Nes. Tapi apa
nggak apa-apa?"
"Nggak kok, itu mereka udah datang
kok
Aku menunjuk gerombolan mantan. teman-teman kerjaku dulu. Tatiana kemudian mengangguk dan tersenyum. "Ku tinggal ya Nes," serunya lalu melangkah pergi. Ya aku tahu detik-detik terakhir Tatiana bekerja di kantor ini pasti Mas Adi melimpahkan banyak
pekerjaan padanya. Nah sebagai teman perempuan yang baik, aku akan membiarkannya bekerja tanpa harus mengawasi ku. Mas Adi juga tidak akan tahu.
"Pak Adi mana?" tanya Deon.
"Lagi sibuk," balasku singkat. "Ah kayaknya bukan lagi sibuk tapi karena Mbak Nesa emang nggak mau kita ngumpul bareng Pak Adi," tebak Seya asal. "Jahat banget Mhak Nesa, Pak Adi sampe nggak diajak kumpul," seru Lilis
tidak terima. " Bilang aja kamu kangen sama pak Adi, teriak Miranda. "Udah suami orang tuh," ejek Deon. Aku malah tertawa melihat tingkah mereka.
"Mbak Nesa peluk dong," seru mereka.
Namun aku mundur.
"Peluk boleh, injak kaki aku jangan."
peringatku.
Sudah cukup Mas Adi yang menginjak
tidak dengan orang lain.
"lya mbak, nggak mungkin lah kita
berani nginjak. Takut dipecat dong,"
sahut Seya.
Akhirnya secara bergantian mereka
memelukku.
"Eh btw kenapa kakinya Mbak?" tanya
Lilis.
"Keinjak sama sepatu mahalnya Mas
Adi," sahurku kesal.
Mengingat bagaimana Mas Adi
menginjak kakiku yang imut ini aku
jadi kesal dan ingin marah.
"Ah pantesan nggak ajak Pak Adi, lagi
marah toh," imbuh Intan.
"Nggak usahlah dulu dibahas Pak Adi,
di sini adanya Mbak Nesa ya topiknya
seputar tentang Mbak Nesa aja."
"Benar tuh Dion, mbak setuju,"
sahutku.
Mau ngumpul bareng, eh yang
dibahas malah Mas Adi, orang yang
tidak termasuk dalam lingkaran
pertemanan kami.
"Si Deon kayaknya punya dendam
sama Pak Adi," tuduh Miranda dengan
nada mengejek.
"Ya, bulan lalu proposal ya dilempar
ke udara gegara salah ngetik nama Pak
Adi, cerocos Lilis,
Mereka terbahak, aku juga. Tapi aku
lebih membayangkan ekspresi Mas Adi
saat itu.
"Eh Om Gibran mana?" tanyaku
tiba-tiba.
"Th sejak kapan Mbak Nesa manggilnya
Om? Biasanya juga manggil Mas,"
tanya Miranda heran.
"Ya biasalah bos besar kalian nggak
suka katanya kalau aku panggil
laki-laki lain dengan sebutan 'Mas'
cemburu katanya."
Mereka menahan senyum.
"Ih pengin dikekang kayak gitu," seru
Intan.
"Tya aku juga," imbuh Seya.
Aku melirik ngeri.
Bisa-bisanya mereka suka dikekang
seperti apa yang Mas Adi lakukan
padaku. Aku hanya mampu
menggelengkan kepalaku.
"Mas Gibran lagi tugas luar kota,"
jawab Deon dan aku hanya
menganggukkan kepala.
Kami berbincang-bincang sampai
jam istirahat berakhir, mereka
bahkan memakai 30 menit lagi untuk
berbincang. Untungnya Mas Adi
sedang ada tanu kalau tidak mereka
sudah pasti akan dimarahi dan
dituduh kerja makan tulang ataupun
makan gaji buta.
Siapa yang menuduh? Sudah pasti
Refaldi Tano, suami tampanku
tersayang.
Adi melangkah menuju ruangannya.
Di depan ruangan itu sudah ada tamu
yang dimaksud Tatiana. Nampak
seorang laki-laki berbalut jas abu-abu.
Laki-laki itu berdiri dari duduknya
dan menatap Adi dengan senyum yang
super merekah.
Adi melotot.
"Anherlan Serion Handoko," Adi
mengeja nama itu.
"Hai teman lama, lama tidak bertemu,"
sapa orang itu dengan nada begitu.
ramah.
Adi muak bahkan ingin muntah. Dia
mendengus, teman lama? Sejak kapan
dia dan Herlan berstatus teman lama?
Sudah gila.
"Oh hai perusak persahabatan. Masih
hidup ternyata kamu?"
Adi tersenyum mengejek, lelaki
bernama Herlan bahkan membalas
dengan senyuman yang lebih
mengejek. Adi mengepalkan tangan,
berusaha agar tidak terpancing emosi
Apalagi sekarang mereka sedang
berada di kantor.
"Bukan aku yang merusak
hubunganmu dengan Daru saat itu.
Tapi kamu sendiri Refaldi Tano. Eh
tapi bukankah hubungan kalian sudah
sangat baik sekarang? Daru bahkan
menikah dengan Gisha."
Adi mengepal.
"Tutup mulutmu sialan!"
"Oh iya kamu harus professional,
Jangan mencampurkan masalah
pribadi kita dengan perusahaan sama
seperti kamu yang menerima istriku
bekerja di perusahaanmu."
Adi mengerutkan kepalanya bingung.
Istri Herlan? Siapa?
Beberapa minggu belakangan Adi
tidak menerima karyawan. Eh tungeu
hanya Friska.
Jangan-jangan.....
"Kamu suami Friska?" tanya Adi
melotot.
"Ya, temanku. Aku suami dari mantan
kekasihmu itu," ucapnya dengan nada
super mengejek.
Adi merasa kepalanya berasap, kenapa
dia sampai tidak tahu dengan fakta
ini?