Firnika, ataupun biasa di panggil Nika, dia dipaksakan harus menerima kenyataan, jika orang tuanya meninggal tepat, sehari sebelum lamarannya. Dan dihari itu juga, orang tua pasangannya membatalkan rencana tersebut.
Yuk ikuti kisah Firnika, dan ke tiga saudara-saudaranya ...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muliana95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Nasihat Ayah
Karena sudah malam hari, Abrar memutuskan untuk kembali ke rumahnya. Dia terus saja membayangkan perkataan teman-temannya.
Apakah dia harus menuruti ide gila dari temannya, atau malah mengabaikannya. Akan tetapi, ide tersebut tergolong masuk akal.
Karena sibuk memikirkan hal tersebut, Abrar baru bisa tidur saat jam menjelang dini hari.
Keesokan harinya, Ilham pulang karena sudah masanya cuti. Dia mengajukan cuti selama seminggu. Ini pertama kalinya dia pulang, semenjak Rina memberitahukan padanya, tentang batalnya lamaran untuk Nika.
"Di mana Abrar?" tanya Ilham pada Rina.
Mereka sedang menikmati sarapan.
"Sepertinya masih tidur, baguslah kamu pulang, nasehati lah anakmu." cetus Rina.
"Jik boleh, bagaimana jika aku menasehati mu aja?" tanya Ilham hati-hati.
"Apa maksudmu?" tanya Rina dengan nada marah.
Ilham menghela napas. "Biarkan anakmu bahagia. Biarkan dia bersama Nika." ungkap Ilham.
"Tidak, dia tidak akan bahagia jika bersama dengan Nika. Kenapa kalian tidak mengerti sih? Aku begini karena menyayanginya, aku gak mau dia kecapean Yah, aku gak rela jika ia harus menafkahi tiga orang lainnya selain Nika." jelas Rina.
"Tapi, bukankah itu bisa di anggap sedekah? Siapa tahu, dengan mengasihi dan menafkahi anak yatim piatu, rezekinya Abrar tambah deras dan juga berkah. Dan yang pasti, Abrar mendapatkan pahala yang luar biasa." tutur Ilham.
"Dengan berbakti kepada kedua orang tua, pahalanya lebih besar Yah ..." sahut Rina kemudian bangkit seraya membawa piring yang belum juga habis isinya. Dia meninggalkan Ilham seorang diri.
Karena sudah tidak nafsu makan, Ilham pun memilih menyudahi kegiatannya. Dia pun mencuci tangan dan membereskan sisa makanan yang berada di meja.
"Memang dia pikir, pahala hanya bisa didapatkan dengan merawat anak yatim? Bilang aja mau menyusahkan anak sendiri." Rina ngedumel.
Rina masih tidak habis pikir dengan pikiran orang-orang. Padahal yang dia lakukan ialah sebagai bentuk peduli seorang Ibu terhadap anaknya.
Dan sekarang Rina sudah berada di dapur untuk melanjutkan makan yang tertunda akibat suaminya.
"Kalo tahu begini, lebih baik gak usah pulang sekalian." lanjut Rina dengan mulut berisi makanan.
Ilham yang berada di belakang Rina hanya bisa menggelengkan kepalanya.
"Kamu belum berubah Rina. Masih aja semaunya sendiri." ujar Ilham.
"Apa? Mau menyalahkan aku lagi?" bentak Rina.
Dan Ilham malah pergi setelah meletakkan piring kotor di tempatnya.
Ilham mengetuk pelan pintu kamar Abrar. Sampai akhirnya Abrar membuka pintu dan memeluk Ayahnya.
"Nanti kita pergi mancing ya? Ada hal yang ingin ayah bicarakan." bisik Ilham menepuk pundak Abrar.
Ilham memang kerap kali mengirimkan motivasi, agar Abrar semangat dalam menjalani hidupnya.
Dia takut jika sang anak akan melakukan aksi bun*h diri. Karena putus cinta karena di paksa merupakan sesuatu hal yang sangat menyakitkan.
Rina yang melihat keakraban kedua orang tersebut, hanya mendengus kesal.
Abrar bersyukur, karena masih ada sosok Ayah yang peduli. Setidaknya, dia tidak merasa seorang diri.
Di sisi lain, Nika mendapatkan kabar dari Samsul jika ia sudah mendapatkan rumah yang dimaksud. Akan tetapi hanya memiliki tiga kamar. Serta halaman yang tidak seluas rumah yang mereka tempati sekarang.
Nika pun setuju dengan rumah yang ditawarkan oleh Wak-nya. Baginya tidak masalah jika halaman kecil, toh yang penting rumahnya aman serta nyaman.
Walaupun rumah ke duanya berbeda desa, akan tetapi Nika tidak mempermasalahkannya. Apalagi, Samsul berkata jika mereka hanya membutuhkan waktu lima menit jika menggunakan sepeda motor.
Karena kebetulan, rumah kedua berada tidak jauh dari pembatasan desa.
Dan dia akan meminta Syambidin untuk mengirimkan uang tanda jadi ke rekening yang dikirimkan oleh Samsul.
"Jadi kapan kamu pindah?" tanya Samsul dari seberang sana.
"Mungkin sebulan lagi Wak. Karena minggu depan Amar ujian. Dan untuk Kanaya, apakah Wak sudah mendaftarkan SMA?" tanya Nika.
"Sudah-sudah, karena dibantu oleh adik sepupumu. Dia juga akan, sekolah di tempat yang sama dengan Naya. Setidaknya, mereka bisa pergi bersama." sahut Samsul.
Anak kedua dari pasangan Samsul dan Ismi memang umurnya hanya berbeda dua bulan dengan Kanaya. Sedangkan yang pertama masih menginjak kelas tiga SMA. Satu tahun, dibawa Safana.
Nika bernafas lega, karena rumah yang dicarikan oleh Samsul terbilang cepat didapatkan. Dia senang, akhirnya bisa meninggalkan segala kenangan buruk yang berada di tempatnya sekarang. Dan dia akan membawa segala kenangan manis bersama orang tuanya, di hati serta benaknya.
Kembali ke rumah Abrar. Abrar sama Ayahnya sedang menyiapkan alat-alat pancing, mereka akan melakukan hobi Ilham itu di sungai yang tidak jauh dari kampung mereka.
Iya, setiap cuti, Ilham memang selalu menyempatkan diri untuk menuruti hobinya. Karena di sana dia mendapatkan ketenangan yang luar biasa.
"Mancing terus ..." seru Rina di dekat pintu. Karena kedua lelaki yang berada di hidupnya berada di teras depan.
"Kan udah kerja selama beberapa bulan Bu, suntuk lah ..." balas Ilham. Sedangkan Abrar diam saja, dia masih enggan bicara dengan Ibunya.
"Cuti kerja bukannya di rumah, malah kelayapan." sindir Rina.
Ilham pun memilih diam, karena jika ia menjawab, akan panjang urusannya.
Karena sudah sore hari, keduanya berangkat.
Setelah melempar pancing keduanya duduk termenung. Sampai akhirnya, Ilham membuka suara.
"Jadi bagaimana hubunganmu dengan Nika?" tanya Ilham.
"Ya begitulah, Nika tidak mau melanjutkannya. Apalagi setelah mendengarkan ucapan-ucapan Ibu." Abrar mendengus kesal.
"Tidak kah dia mencoba mempertahan mu?"
"Perempuan mana yang mau, setelah dihina oleh calon mertuanya ayah?" Abrar balik bertanya.
"Ayah ,,, bagaimana menurutmu, jika Nika hamil di luar nikah?" tanya Abrar setelah diam beberapa saat.
"Maksudmu? Kalian akan melakukan hal itu sebelum menikah?" Ilham terkejut.
"Dan andai Nika mau, itu akan menjadikannya bulan-bulanan Ibumu. Dia akan semakin menghina Nika nak. Dan selain itu, perbuatan tersebut merupakan dosa besar. Ayah tidak setuju dengan pikiranmu itu." balas Ilham.
"Ayah benar, aku gak kepikiran sampai ke situ." sesal Abrar. Dia mengutuk teman-temannya yang memberikan ide gila itu.
"Bagaimana jika kawin lari?" tanya Abrar kemudian.
"Itu juga bukan ide yang bagus, karena Nika pasti akan memikirkan nasib ke tiga adiknya." balas Ilham seraya menarik pancing yang sudah dim makan ikan.
"Wah dapat ..." seru Ilham antusias.
"Bagaimana jika kamu mencoba melupakan Nika? Mungkin saja dia bukan jodohmu!" seru Ilham seraya melepaskan mata pancing dari mulut ikan.
"Aku telah mencobanya Yah, terhitung dari hari terakhir aku menemuinya. Mungkin sudah dua bulan lebih. Dan ayah tahu, apa yang aku rasakan? Rindu itu semakin menggebu ayah." terang Abrar dengan suara yang lemah.
"Tapi Ibu malah tidak mengerti. Dia terus saja seenaknya sendiri." keluh Abrar.
tapi ini beneran udah selesai, kak... ?
padahal baru beberapa bab, kak...
saking bucinnya, Nisa sampe nda bisa bedain yang benar dan yang salah