Setelah akadnya bersama sang suami, Aleta mengetahui fakta yang menyakitkan. Laki-laki yang baru beberapa jam menjadi suaminya ternyata selama ini mengkhianatinya. Lebih menyakitkan lagi selingkuhan dari sang suami yakni orang terdekatnya. Aleta hancur, hidupnya tak berati lagi, namun ia tak ingin hidupnya sia-sia untuk laki-laki yang telah mengkhianatinya. Ia bersumpah akan membalas rasa sakitnya kepada kedua orang yang sekarang menjadi incaran atas rasa sakit hatinya.
Namun siapa sangka? setelah mendapatkan kehancuran dalam hidupnya, Aleta justru dipertemukan dengan seorang laki-laki yang akan merubah hidupnya, ia juga yang membantu Aleta membalaskan dendam.
Arfandra Nanggala, laki-laki mapan,tampan, juga sangat pintar dalam bersandiwara, menyembunyikan setatus dirinya juga termasuk bagian dalam sandiwara Arfandra.
"Kamu tidak ingat perjanjian kita diawal?"
"Untuk sekarang aku masih ingat, tapi tidak tahu ke depannya."
Damn
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Riria Raffasya Alfharizqi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 10
Pagi ini Aleta sudah siap dengan balutan bajunya untuk pergi kr kantor. Tadi malam semua berjalan lancar, Dipta tidak bertindak lebih seperti meminta hak laki-laki itu padanya. Aleta sendiri malah merasa lega dan bersyukur karena hal itu.
Gadis itu menuangkan dua air putih ke dalam gelas. Untuknya dan juga Dipta, tidak lama datanglah Dipta yang juga sudah siap dengan baju kerjanya.
Melihat Aleta dengan baju kerja, Dipta diam sesaat dengan manik mata tidak lekat menatap gadis itu.
"Sarapan dulu kak, maaf aku cuma bikin nasi goreng," ujar Aleta menaruh sendok di atas piring Dipta.
Mood Aleta sedang baik. Ia tidak begitu peduli dengan perselingkuhan Dipta selama ini. Atau memang baiknya mood Aleta karena ia akan segera masuk kerja. Kini dunia kerjanya sangat ia sukai dari pada di rumah bersama dengan Dipta.
"Jadi, kamu benar-benar bekerja sayang?" suara Dipta akhirnya terdengar.
"Iya, maaf aku belum sempat cerita sama kakak." Aleta menganggukan kepalanya.
Sudut bibir Dipta tertarik ke atas. "Nggak papa kok," ujarnya. Namun dari raut wajah Dipta sangat kentara jika ia keberatan.
"Aku berangkat dulu ya kak? Taksinya sudah datang," ujar Aleta beranjak dari duduknya.
"Kenapa nggak bareng saja sayang kita?" Dipta mengamati pergerakan Aleta yang sedang mengambil tas dan sedikit merapihkan atasannya.
"Nggak usah, nanti kaka telat," tolak Aleta mulai melangkah.
Aleta terdiam saat tiba-tiba tangan kekar Dipta mencekal pergelangan tangannya. Ia menatap Dipta yang juga sedang menatapnya.
"Kak lepas, aku sudah ditunggu taksi," ujar Aleta seketika membuat Dipta tersenyum tipis.
Kepala laki-laki itu menggeleng, lalu ia mendekat ke arah dimana Aleta berdiri, pergelangan tangan Aleta sengaja tidak Dipta lepas.
"Tata, ada yang beda dengan kamu sekarang," ujar Dipta menatap manik mata Aleta.
Aleta tidak gentar, ia juga ikut menatap manik mata Dipta tanpa takut meski hatinya selalu hancur setiap kali ia melihat mata laki-laki itu.
"Itu perasaan kaka saja, lepas kak aku mau bekerja," balas Aleta menatap pergelangan tangannya yang masih dicekal oleh Dipta.
"Kamu pikir aku bodoh Ta? Kamu jelas menghindar dari aku setelah menikah." Dipta mulai mengatakan kecurigaannya selama ini.
Meski terkadang Aleta bersikap baik atau pun manis padanya. Nyatanya jika Dipta ingin menyentuh Aleta lebih jauh lagi gadis itu selalu menolak, entah dengan alasan apapun itu.
"Oh ya? Menurut kamu apa yang membuat aku begitu?" Aleta tidak takut jika sebentar lagi ia dan Dipta akan benar-benar bertengkar.
"Nggak bisa jawab kan? Jadi mendingan lepasin tangan kaka sekarang, banyak hal yang harus aku kerjakan sekarang," ujarnya mencoba melepaskan pergelangan tangannya.
Setelah berhasil terlepas. Aleta segera pergi meninggalkan Dipta tanpa pamit terlebih dahulu. Mood nya sudah dibuat hancur oleh laki-laki itu. Ia enggan untuk sekadar pamit secara lisan.
Dipta masih berdiri di tempatnya. Menatap kepergian Aleta dengan banyak pertanyaan di benaknya. Dengan gelengan di kepalanya, Dipta segera menyambar tas hitam yang sering ia bawa ke kantornya. Lalu berlalu pergi.
Sampai di kantornya. Aleta lebih memilih untuk langsung fokus dengan beberapa kertas di depannya. Ia teliti satu persatu kertas tersebut, namun pertengkaran kecil dirinya dengan Dipta tadi membuat fokusnya sedikit terusik. Aleta tidak benar-benar bisa fokus.
"Ta, kopi dulu biar tenang." Dimas memberikan secangkir kopi untuk Aleta.
"Makasih kak Dim," balas Aleta diangguki oleh Dimas.
"Gue saranin kerjanya nggak usah maraton, dibawa santai, bos di sini terlampau baik Ta, cuma kalau misalnya ia meminta untuk dikumpulkan sekarang ya harus tepat waktu," jelas Dipta membuat Aleta merotasikan matanya.
Penjelasan Dimas sama saja bohong, kalau Aleta bersantai seperti teman-temannya, sementara tiba-tiba atasannya minta untuk di kumpulkan segera Aleta sendiri nantinya yang akan kewalahan.
"Semangat Ta, nggak usah gila kerja." Dimas menepuk pundak Aleta lalu berlalu ke meja kerjanya.
Setelah kepergian Dimas. Aleta menghela napasnya dalam, ia terdiam beberapa saat dengan pikiran yang entah jauh kemana.
Tiba-tiba ponselnya bergetar, Aleta segera melirik siapa yang mengirimkan pesan padanya. Ternyata Dipta yang mengirim pesan dan memberitahu jika ia akan menjemput Aleta di kantornya nanti untuk pulang bersama.
"Hahaha ngecas terus, jijik gue," suara Mili yang kebetulan duduk di depannya terdengar.
Aleta melirik ke arah Mili yang sedang menonton film di ponselnya. Kepala gadis itu menggeleng melihat kelakuan salah satu teman kantornya. Bisa-bisanya sudah berada di tempat kerja masih sempat menonton film. Mana ada seminya sepertinya terlihat dari umpatan Mili yang kerap terdengar.
"Mili, matikan HP kamu. Ini saatnya bekerja, kalau mau nonton film ya di bioskop nggak pakai cara curang nonton lewat aplikasi ilegal, mana dukungan kamu untuk perfileman indonesia?"
Tiba-tiba wanita tinggi dengan rambut sebahu menghampiri Mili dan bisa dikatakan memarahinya. Wajahnya terlihat kesal saat memergoki Mili yang sedang menonton film tadi.
"Ma-maaf bu." Mili langsung mematikan ponselnya.
"Tahu batasan ya antara sedang kerja dan di rumah, di sini kamu tidak bisa seenaknya," ujarnya lagi sebelum kepergiannya.
Wanita berambut sebahu itu sempat melirik ke arah Aleta. Aleta hanya tersenyum seraya menganggukan kepalanya pelan untuk memberi salam ataupun hormat, entah apa lah itu yang jelas Aleta merasa harus melakukannya.
"Tata, yang tadi itu bu Santi, orang paling cerewet sekantor ini, kamu harus jauh-jauh dari dia, jaga jarak jangan sampai disuruh-suruh," ujar Rika diangguki oleh Aleta mengerti.
Aleta baru bertemu dengan beliau. Karena kemarin pas waktu dia berangkat pertama. Beliau masih cuti melahirkan. Dan sekarang ini beliau kembali bekerja lagi.
Sekitar pukul 4 sore. Aleta sedang menunggu taksi yang sudah di pesannya. Ia sengaja menggunakan taksi agar terhindar dari Dipta, namun siapa sangka mobil Dipta malah sudah lebih dulu datang dari taksinya.
Sebenarnya Rika dan Dimas tadi sudah menawari tumpangan, tetapi Aleta segan, ia tidak ingin merepotkan sementara ia masih baru bekerja.
Dipta keluar dari mobilnya dan langsung menghampiri Aleta.
"Sudah lama nunggunya?" tanya Dipta tidak dibalas oleh Aleta.
Ia enggan untuk satu mobil dengan Dipta. Aleta melirik ke arah mobil Dipta dan seketika teringat dengan kakaknya. Jok mobil itu pasti sering diduduki oleh Alesa, tanpa disadari tangan Aleta mengepal dan memilih untuk tidak pulang bersama dengan Dipta.
"Sayang," panggil Dipta.
"Duh gimana ngomongnya ya kak?" ujar Aleta tiba-tiba merasa bersalah.
"Kenapa sayang?"
"Kak Dipta maaf aku belum sempat bilang, kalai sebenarnya aku tuh disuruh sama atasan aku buat ambil berkasnya yang tertinggal," jelas Aleta sedikit meringis.
"Sekarang?" tanya Dipta diangguki oleh Aleta.
"Kenapa harus kamu sih? Harusnya kan asistennya atau yang lain yang lebih mengerti," jelas dari nada suaranya Dipta tidak suka dan tidak setuju.
"Mungkin karena aku baru kak, katanya semua karyawan baru di sini memang sengaja di tes untuk menguji kesiapan dan mental mereka," jelas Aleta.
Bodoh, Dipta termasuk laki-laki bodoh jika alasan Aleta itu ia percayai.
"Ya sudah biar aku antar kamu dulu," ujar Dipta langsung mendapat gelengan kepala dari Aleta.
"Nggak perlu kak, soalnya sudah-"
"Ah iya itu dia," Aleta menunjuk ke seorang laki-laki berjalan ke arah motornya.
"Sudah ya kak? Nanti aku hubungi," jelas Aleta meninggalkan Dipta yang masih berdir di tempatnya.
"Hai," sapa Aleta setelah sampai di dekat laki-laki tersebut.
Ia menoleh, lalu menatap Aleta seakan bertanya 'apa'.
"Aku numpang kamu ya? Ini darurat," ujar Aleta langsung ikut naik ke atas motor milik laii-laki tersebut.
dobel up..
gapapa laah mas Fandra, pembukaan dlu. nanti di Perancis dilanjutin🤭🤭🤭
mau tau Fandra berapa lama redmoon nya😁😁🤭🤭🤭
cm seminggu paling kl ga 9 harian laaah.
tp kan hbs itu lgsg bs unboxing kq😁😁
sabar ya mas Fandra😉
nanti bakal ada masa masa indah pernikahan sm Tata🥰🥰
kenapa ketahuan nya setelah menikah.....