NovelToon NovelToon
Petir Abadi Dan Tawa Di Antara Kematian

Petir Abadi Dan Tawa Di Antara Kematian

Status: tamat
Genre:Action / Tamat / Reinkarnasi / Fantasi Isekai
Popularitas:2.9k
Nilai: 5
Nama Author: Raven Blackwood

mengikuti perjalanan Kaelan, seorang remaja yang terjebak dalam rutinitas membosankan kehidupan sehari-hari. Dikelilingi oleh teman-teman yang tidak memahami hasratnya akan petualangan, Kaelan merasa hampa dan terasing. Dia menghabiskan waktu membayangkan dunia yang penuh dengan tantangan dan kekacauan dunia di mana dia bisa menjadi sosok yang lebih dari sekadar remaja biasa.

Kehidupan Kaelan berakhir tragis setelah tersambar petir misterius saat dia mencoba menyelamatkan seseorang. Namun, kematiannya justru membawanya ke dalam tubuh baru yang memiliki kekuatan luar biasa. Kini, dia terbangun di dunia yang gelap dan misterius, dipenuhi makhluk aneh dan kekuatan yang tak terbayangkan.

Diberkahi dengan kemampuan mengendalikan petir dan regenerasi yang luar biasa, Kaelan menemukan dirinya terjebak dalam konflik antara kebaikan dan kejahatan, bertempur melawan makhluk-makhluk menakutkan dari dimensi lain. Setiap pertarungan mempertemukan dirinya dengan tantangan yang mengerikan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Raven Blackwood, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tekad untuk Menjadi Lebih Kuat

Bulan-bulan berlalu dengan penuh keringat dan darah. Setiap hari adalah perjuangan baru, tantangan yang tidak pernah berakhir. Takashi tidak hanya mengajarkanku untuk mengendalikan Kiryoku, tetapi juga melatih fisikku hingga batas maksimal. Menurutnya, keseimbangan antara kekuatan fisik dan energi adalah kunci untuk menjadi pengendali Kiryoku yang sempurna.

“Jika kau hanya mengandalkan Kiryoku tanpa tubuh yang kuat, kau akan mudah kalah. Bahkan seorang ahli Kiryoku bisa kehabisan energi di tengah pertempuran,” katanya sambil memukul dadaku dengan tongkat bambunya, meskipun tidak terlalu keras. “Kau perlu tubuh yang bisa menahan semua energi itu tanpa runtuh.”

Latihan fisik itu tak kalah melelahkan dari pengendalian energi. Setiap pagi dimulai dengan lari menembus hutan, menempuh jarak puluhan kilometer. Takashi membuatku membawa beban besar di punggung, dan ketika aku kelelahan, dia hanya tertawa kecil.

“Kau terlihat seperti siput tua yang tersesat, Kaelan,” dia berkata, dengan nada menggoda. “Kau harus cepat. Apa yang akan kau lakukan jika monster menyerang? Menyapa mereka dulu?”

Aku hanya bisa mendengus sambil terus berlari. Di tengah lelahnya tubuhku, semangatku tetap menyala. Setiap langkah adalah langkah menuju kekuatan yang lebih besar, dan aku tidak akan menyerah begitu saja.

Tapi hari itu, fokusku bukan hanya pada fisik. Takashi telah mengatakan sesuatu yang menggelitik rasa ingin tahuku sejak lama: Warna Kiryoku setiap orang berbeda-beda. Seperti saat aku pertama kali melihat Kiryoku-ku yang berwarna merah darah, aku bertanya-tanya mengapa. Dan hari ini, Takashi memberikan jawabannya.

“Kiryoku mencerminkan esensi dari dirimu, Kaelan,” jelas Takashi sambil duduk di atas batu besar, melihat ke arahku yang masih terengah-engah setelah latihan fisik. “Setiap orang punya warna Kiryoku yang berbeda karena energi ini berasal dari jiwa mereka sendiri. Kau memiliki warna merah darah, yang menunjukkan keberanian, kegigihan, dan... sedikit kekacauan di dalam dirimu.”

Aku terkekeh, mengusap peluh dari wajahku. “Kekacauan, ya? Itu terdengar cukup pas.”

“Namun, kau juga harus ingat, setelah mencapai Tingkat Kedelapan, pengendalian elemen akan menjadi fokus utama. Setiap orang memiliki sensitivitas yang berbeda terhadap elemen alam. Dalam kasusmu, elemen petir tampaknya yang paling menonjol.”

Mendengar itu, aku merasakan getaran listrik kecil menjalari tubuhku. Sejak awal, aku tahu ada sesuatu yang istimewa dengan petir. Mungkin karena itulah aku mendapatkan kekuatan ini sejak awal. Takdirku sepertinya selalu terkait dengan kilatan dan badai.

“Petir, ya?” gumamku. “Itu terdengar cocok. Tapi sebelum itu, aku harus bisa naik ke tingkat kedua dulu, bukan?”

Takashi mengangguk. “Benar. Tingkat kedua adalah tentang menyebarkan Kiryoku ke seluruh tubuh. Kau sudah bisa memperkuat tanganmu, tapi tubuhmu masih lemah. Mari kita lihat apakah kau bisa melangkah lebih jauh.”

---

Latihan untuk mencapai Tingkat Kedua ternyata jauh lebih berat dari yang kubayangkan. Mengendalikan Kiryoku ke seluruh tubuh bukanlah tugas yang mudah. Aku harus memusatkan energi dari pusat tubuhku dan menyebarkannya secara merata ke setiap otot, setiap serat tubuhku. Takashi berdiri di depan, memerhatikanku dengan cermat.

“Bayangkan tubuhmu seperti sungai,” katanya. “Airnya adalah Kiryoku, dan kau harus mengalirkannya ke semua cabang sungai itu tanpa tersumbat.”

Aku memejamkan mata, mencoba merasakan aliran energi itu. Pada awalnya, rasanya seperti ada sesuatu yang mengalir dari pusat tubuhku, tapi kemudian alirannya terhenti di lengan dan kaki. Kiryoku-ku tertahan di beberapa tempat, seperti sungai yang terbendung.

“Argh!” Aku menggeram, frustrasi. “Ini sulit!”

“Jangan terburu-buru,” kata Takashi dengan nada sabar. “Ini memang sulit. Kau perlu merelaksasikan pikiranmu dan biarkan alirannya terjadi dengan alami.”

Aku mencoba lagi. Kali ini aku membayangkan tubuhku sebagai peta, dengan jalur-jalur energi yang mengalir melalui setiap bagiannya. Sedikit demi sedikit, aku mulai merasakan Kiryoku-ku bergerak. Namun, baru saja alirannya sampai di punggungku, tiba-tiba aku kehilangan kendali, dan seluruh energiku buyar seperti gelembung yang pecah.

“Wah, Kaelan! Kau lebih mirip dengan ember bocor daripada sungai!” Takashi tertawa terbahak-bahak. “Bagaimana bisa energimu menghilang begitu saja?”

Aku menghela napas panjang, sedikit kesal dengan leluconnya. “Ini tidak mudah, Takashi. Aku tidak tahu bagaimana kau bisa melakukan ini dengan begitu alami.”

“Karena aku sudah melakukan ini selama lebih dari seratus tahun,” jawabnya dengan senyum licik. “Dan kau baru melakukannya beberapa bulan.”

Takashi kemudian mengamati tubuhku. “Jangan tegang. Semakin keras kau berusaha memaksanya, semakin sulit itu akan terjadi. Kiryoku bukanlah sesuatu yang bisa dipaksakan. Kau harus merasa seolah-olah itu bagian dari dirimu.”

Aku mencobanya sekali lagi. Kali ini, aku membiarkan Kiryoku mengalir lebih perlahan, tanpa terlalu memaksanya. Perlahan-lahan, aku merasakan energinya merayap melalui tubuhku, menembus setiap bagian, dari kaki hingga ujung jari. Saat aku membuka mata, aku bisa melihat cahaya merah darah yang halus bersinar di kulitku.

“Lihat, Kaelan! Kau berhasil!” Takashi tersenyum bangga.

Aku menatap tanganku, tubuhku yang kini dilingkupi oleh Kiryoku. “Aku... aku berhasil!”

Takashi menepuk pundakku, kali ini dengan tatapan puas. “Selamat, kau sudah mencapai Lapisan Kedua. Tapi jangan berbangga dulu. Ini baru permulaan.”

Aku tersenyum, tapi di dalam hatiku, aku merasa luar biasa. Rasanya seperti mencapai puncak gunung, meski aku tahu masih banyak puncak yang lebih tinggi menunggu.

------

Beberapa hari kemudian, aku bersiap untuk tantangan berikutnya Lapisan Ketiga. Latihan kali ini lebih spesifik: melapisi senjata dengan Kiryoku. Takashi memberikan sebuah ranting kayu yang rapuh dan menyuruhku untuk mencoba melapisinya.

“Ini? Ranting?” tanyaku bingung.

Takashi tersenyum licik. “Jika kau bisa melapisi ranting kayu ini dengan Kiryoku tanpa menghancurkannya, kau sudah siap untuk Lapisan Ketiga. Jika tidak... yah, mungkin kau butuh beberapa minggu lagi.”

Aku menatap ranting itu dengan skeptis. “Ranting ini bahkan bisa patah hanya dengan sentuhan. Bagaimana aku bisa melapisinya tanpa merusaknya?”

“Itu adalah tantangannya,” jawab Takashi dengan nada serius. “Melapisi senjata tidak hanya soal memberi energi, tetapi juga soal kontrol.”

Aku menghela napas panjang dan mulai mencoba. Aku memfokuskan Kiryoku-ku, perlahan mengalirkannya ke ranting itu. Cahaya merah mulai muncul, tapi sebelum aku bisa menyempurnakannya, ranting itu hancur menjadi serpihan di tanganku.

“Bagus sekali! Sekarang kau punya senjata paling rapuh di dunia!” Takashi tertawa terbahak-bahak.

Aku memutar mata, sedikit kesal. “Beri aku waktu. Aku akan melakukannya.”

Dan begitu, aku kembali berlatih dengan tekad penuh. Kiryoku merah darahku melingkupi ranting itu, semakin halus dan semakin terkontrol setiap kali aku mencobanya. Hingga akhirnya, setelah berjam-jam berkutat, ranting itu tetap utuh dalam genggamanku, dilingkupi cahaya merah.

Aku berhasil.

Dan di balik senyum Takashi yang kalem, aku tahu aku semakin dekat dengan kekuatan yang lebih besar.

1
Hr⁰ⁿ
bagus Thor,tpi tolong di perbaiki aja si buat bicara dan untuk bicara dalam hati,agak pusing kalo baca lngsung kaya gitu,
coba cari novel lain trus cek buat nambah referensi 🙏
Raven Blackwood: masukkan yang menarik, di bab selanjutnya langsung saya pakai nih saran nya, thanks.
Raven Blackwood: siap, terimakasih masukannya
total 2 replies
Hr⁰ⁿ
mantap Thor lanjutkan
Shion Fujino
Merasuki jiwa
Mia001
semangat kak
Raven Blackwood: terima kasih 😁
total 1 replies
Mia001
Semakin di baca semakin penasaran
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!