"Dewa Penghancur"
Kisah ini bermula dari seorang pemuda bernama Zhi Hao, yang sepanjang hidupnya selalu menjadi korban penghinaan dan pelecehan. Hidup di pinggiran masyarakat, Zhi Hao dianggap rendah—baik oleh keluarganya sendiri, lingkungan, maupun rekan-rekan sejawat. Setiap harinya, ia menanggung perlakuan kasar dan direndahkan hingga tubuh dan jiwanya lelah. Semua impian dan harga dirinya hancur, meninggalkan kehampaan mendalam.
Namun, dalam keputusasaan itu, lahir tekad baru. Bukan lagi untuk bertahan atau mencari penerimaan, melainkan untuk membalas dendam dan menghancurkan siapa saja yang pernah merendahkannya. Zhi Hao bertekad meninggalkan semua ketidakberdayaannya dan bersumpah: ia tak akan lagi menjadi orang terhina. Dalam pencarian kekuatan ini, ia menemukan cara untuk mengubah dirinya—tidak hanya dalam penampilan, tetapi juga dalam jiwa dan sikap.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jajajuba, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28: Apa yang terjadi pada Xiao Bai
Bagi Zhi Hao, tak ada ruang bagi mereka yang mengancam Klan Zhi. Klan Xiao, yang telah lama menjadi saingan Klan Zhi, harus dihancurkan, satu demi satu, untuk memastikan keamanan dan kejayaan Klan Zhi.
Di tengah keheningan malam, hanya terdengar suara pedang Zhi Hao yang menari-nari, menebas dan menghancurkan, menciptakan tarian kematian yang mengerikan.
Di aula utama, para anggota Klan Xiao yang sedang berkumpul terkejut mendengar teriakan para penjaga yang terbunuh. Mereka berhamburan keluar, senjata siap. Namun, mereka tidak dapat melihat siapa pun. Hanya bayangan gelap yang bergerak cepat, menyerang dengan kecepatan yang tak terduga.
Klan Xiao, yang selama ini merasa aman di balik tembok tinggi mereka, kini dilanda kepanikan. Mereka tidak tahu siapa musuh mereka, dari mana serangan itu datang, dan bagaimana cara menghentikannya.
Asap hitam membumbung tinggi, menelan langit senja di atas Kota Linggau. Api menjilati langit, menari-nari dengan liar, menghancurkan segalanya yang dilaluinya. Klan Xiao, yang dulunya berdiri megah sebagai simbol kekuatan dan kejayaan, kini hanyalah tumpukan puing yang terbakar, terendam dalam lautan api yang tak kenal ampun.
Di tengah hiruk pikuk dan kepanikan, Zhi Hao, seorang pemuda dengan mata tajam dan aura yang dingin, berdiri di atas reruntuhan gerbang Klan Xiao. Dia menyaksikan dengan tatapan dingin, tanpa sedikitpun rasa belas kasihan, bagaimana api menghancurkan segalanya yang pernah menjadi milik Klan Xiao.
"Sepertinya Xiao Bai dan Xiao Lui tidak ada di sini," gumamnya pelan, suaranya teredam oleh gemuruh api. "Aku masih bisa menemukan mereka nanti."
Zhi Hao melompat dari atap gerbang, mendarat dengan tenang di tanah yang masih berasap. Di belakangnya, para prajurit Klan Zhi membawa harta rampasan perang – bukti kejayaan mereka atas Klan Xiao. Seketika, bendera Klan Zhi berkibar dengan gagah di atas gerbang, menandai perubahan kekuasaan yang dramatis.
Klan Xiao, yang selama berabad-abad berkuasa di Kota Linggau, telah runtuh. Kekalahan mereka yang memalukan mengguncang seluruh kota. Klan-klan lain, yang selama ini hidup dalam bayang-bayang kekuasaan Klan Xiao, kini mulai bergerak. Desas-desus tentang kejatuhan Klan Xiao menyebar seperti api, memicu rasa takut dan keraguan.
Di suatu sudut kota, tersembunyi di balik tembok-tembok tinggi dan halaman yang rimbun, Xiao Bai, penerus Klan Xiao, duduk terduduk di lantai, tubuhnya gemetar. Dia menatap Xiao Lui, bawahan yang selalu setia, dengan mata yang penuh keputusasaan.
"Bagaimana penyelidikan yang kamu lakukan?" tanya Xiao Bai, suaranya serak. "Apakah kamu tahu siapa yang menghancurkan Klan Xiao dan menggagalkan kudeta di Klan Zhi?"
Xiao Lui menggeleng lemah. "Itu adalah Zhi Hao," jawabnya, suaranya nyaris tak terdengar.
"Zhi Hao?" Xiao Bai tercengang. "Bocah sampah itu? Bagaimana bisa dia melakukan hal tersebut? Apakah dia mendapatkan berkah dari langit?"
Kekecewaan dan ketidakpercayaan terpancar di wajah Xiao Bai. Dia tidak bisa menerima kenyataan bahwa Zhi Hao, yang selama ini dianggap sebagai anak yang lemah dan tak berdaya, telah menjadi penyebab kehancuran Klan Xiao.
"Aku harus memberitahu Paman ketiga di Sekte Lingyun," Xiao Bai bertekad, suaranya bergetar menahan beban kata-katanya.
"Lui, kamu harus membantuku sekarang untuk menjadi Umpan. Tenang saja, pengorbananmu tidak akan sia-sia!" ucap Xiao Bai penuh pengharapan, matanya berkaca-kaca.
Xiao Lui tercengang. Dia tidak menyangka di otak Xiao Bai akan muncul ide seperti itu, pengorbanan. "Aku sudah lama mengikutimu, apakah aku harus menjadi seekor domba yang menunggu di sembelih?" ia bergumam dalam hatinya, tangannya mengepal erat.
Gejolak batin menggerogoti hati Xiao Lui. Dia tahu bahaya yang mengintai mereka. Klan Zhi, musuh bebuyutan Sekte Lingyun, telah memburu mereka selama bertahun-tahun.
"Aku yakin orang-orang Klan Zhi akan mengawasi setiap sudut kota untuk memastikan bahwa kita tidak bisa lari dari kenyataan!" Xiao Bai melanjutkan, suaranya terengah-engah.
"Tapi, bagaimana kalau..." Xiao Lui memulai, namun terhenti. Dia tidak berani mengatakan apa yang ada di pikirannya.
"Tidak ada waktu untuk ragu, Lui. Kita harus bertindak cepat!" Xiao Bai memotong, matanya memancarkan tekad yang tak tergoyahkan. "Hanya dengan cara ini kita bisa menyelamatkan diri dan pergi ke Sekte Lingyun untuk menghentikan ambisi Klan Zhi."
Xiao Lui terdiam, pikirannya berputar-putar. Dia tahu Xiao Bai benar, tetapi rasa takut dan keraguan masih mencengkeram hatinya.
"Baiklah," Xiao Lui akhirnya mengalah, suaranya berat. "Aku akan menjadi Umpan. Tapi, kau harus berjanji padaku, kau akan selamat dan membawa pesan ini ke Paman ketiga."
"Aku berjanji," Xiao Bai mengangguk, matanya berkaca-kaca. "Terima kasih, Lui. Kau adalah sahabat sejati. Aku akan menyelamatkanmu nantinya."
Xiao Lui tersenyum pahit. Dia tahu ini adalah perpisahan terakhir. Dia akan menjadi umpan, mengorbankan dirinya untuk menyelamatkan Xiao Bai dan Sekte Lingyun.
"Jangan khawatir, Lui," Xiao Bai menepuk bahu Xiao Lui. "Aku akan membalas kebaikanmu. Aku akan membalaskan dendammu."
Xiao Lui mengangguk, matanya menatap langit malam. Dia tahu jalan yang akan dia tempuh penuh dengan bahaya, tetapi dia siap menghadapinya.
"Pergilah, Kak Xiao Bai," Xiao Lui berkata, suaranya tenang. "Jangan pernah menyerah."
Xiao Bai mengangguk, matanya berkaca-kaca. Dia berbalik dan menghilang dalam kegelapan, membawa harapan dan tekad untuk menyelamatkan Sekte Lingyun.
"Aku akan selalu bersamamu, Kak Xiao Bai," Xiao Lui berbisik, suaranya terbawa angin malam.
Xiao Bai berlari kencang di jalanan kota, jantungnya berdebar kencang. Dia harus mencapai Sekte Lingyun sebelum Klan Zhi menemukannya.
Dia tahu Klan Zhi sedang memburu mereka. Mereka telah mendengar tentang rencana Xiao Bai untuk memberitahu Paman ketiga.
"Aku harus cepat," Xiao Bai bergumam dalam hatinya. "Aku harus sampai ke Sekte Lingyun sebelum terlambat."
Dia berlari melewati gang-gang sempit, menghindari tatapan curiga para penduduk kota. Dia tahu Klan Zhi bisa berada di mana saja.
"Aku harus berhati-hati," Xiao Bai bergumam dalam hatinya. "Aku tidak boleh lengah."
Dia terus berlari, melewati pasar yang ramai dan rumah-rumah yang sederhana. Dia tidak berani berhenti, tidak berani beristirahat.
"Aku harus sampai ke Sekte Lingyun," Xiao Bai bertekad. "Aku harus menyelamatkan Sekte Lingyun."
Dia terus berlari, melewati hutan yang gelap dan sungai yang deras. Dia tidak tahu berapa lama dia telah berlari, tetapi dia tahu dia harus terus maju.
"Aku tidak boleh menyerah," Xiao Bai bergumam dalam hatinya. "Aku harus sampai ke Sekte Lingyun."
Akhirnya, dia melihat cahaya di kejauhan. Itu adalah cahaya dari Sekte Lingyun.
"Aku sampai," Xiao Bai berteriak, matanya berkaca-kaca. "Aku sampai ke Sekte Lingyun."
Dia berlari menuju cahaya, jantungnya berdebar kencang. Dia tahu dia telah selamat.
Xiao Bai berlari ke dalam gerbang Sekte Lingyun, matanya mencari Paman ketiga. Dia harus memberitahunya tentang bahaya yang mengintai Sekte Lingyun.
"Paman ketiga!" Xiao Bai berteriak, suaranya bergetar. "Aku harus memberitahumu sesuatu yang penting."
Paman ketiga, seorang pria tua dengan jubah putih, menoleh ke arah Xiao Bai.
"Ada apa, Xiao Bai?" Paman ketiga bertanya, suaranya tenang.